Berita Ungaran

Rezeki Merah Putih: Kisah Pedagang Bendera Musiman Sambut Agustusan di Ungaran

Editor: raka f pujangga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TATA BENDERA - Seorang penjual Bendera Merah-Putih di Ungaran, Kabupaten Semarang, menata bendera-bendera yang dia jual agar tidak kabur tertiup amngin, Senin (28/7/2025). Dia menyambut para pembeli yang akan merayakan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus mendatang.

TRIBUNJATENG.COM, UNGARAN – Di tengah deru kendaraan yang tak henti-hentinya melintas di jalur utama Semarang-Solo, kibaran warna merah dan putih mencuri perhatian. 

Selembar demi selembar Sang Saka Merah Putih terbentang di tali-tali yang diikatkan di antara batang pohon, menyambut angin siang yang terasa kering dan menyengat.

Pojok trotoar di persimpangan Alun-alun Lama Ungaran itu tampak berbeda dari biasanya. 

Baca juga: Vandalisme Bendera Merah Putih Gegerkan Sragen! Tiga Remaja Ditangkap, Berikut Penjelasan Kapolres

Di dekat bengkel motor dan warung makan Pak Wagimin, seorang lelaki paruh baya tengah sibuk menata bendera agar tidak kabur ditiup angin. 

Namanya Dedeyana Setiyana (49), warga Tasikmalaya, Jawa Barat. 

Dia telah tiga hari berada di sana untuk menjual Bendera Merah-Putih sebelum Agustus bersiap menyambut para pembeli yang akan merayakan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia.

“Saya dari Sabtu sudah buka.

Belum masuk Agustus, tapi kita harus duluan, biar warga punya waktu buat siap-siap,” kata Dedyana ketika ditemui pada Senin (28/7/2025) siang. 

Dia bukan pendatang baru di jalanan itu. 

Sudah empat tahun Dedeyana rutin datang ke Ungaran menjelang hari besar itu. 

Di kampung halamannya, dia bekerja serabutan. Tapi saat bulan Agustus mendekat, dia berkemas, meninggalkan keluarga sejenak, dan menjemput rezeki dari kibaran dwi warna.

Dia menyewa kamar kos di Pudakpayung, Banyumanik, bersama rekan-rekannya sesama perantau dari Jawa Barat. 

Setiap pagi, mereka berangkat ke titik-titik strategis. 

Dedeyana memilih pojok persimpangan karena lalu lintasnya dirasa ramai.

“Alhamdulillah, hari ini sudah laku sembilan potong dan pendapatan bersihnya, sehari bisa dua ratus ribu.

Paling kecil bendera mobil Rp15 ribu, yang paling besar untuk latar belakang, Rp200 ribu,” sebut dia.

Namun, tidak semua penjual seberuntung dia. Sekitar dua kilometer ke arah barat, di Jalan MT Haryono, tepat di trotoar seberang Kantor Pos Ungaran, Drajat (40) tampak duduk bersandar. “Hari ini belum ada yang beli,” kata dia.

Drajat berasal dari Ciamis dan seperti Dedeyana, dia juga berprofesi sebagai pedagang makanan keliling di sekolah-sekolah saat tidak berjualan bendera. 

Pria itu sudah membuka lapak sejak 20 Juli lalu, jauh sebelum Agustus. 

Tapi lokasi yang tak seramai jalan utama membuat dagangannya lebih sepi.

“Kalau dulu, orang beli bendera pas pertengahan Agustus. 

Sekarang lebih awal tapi tetap saja, belum seramai sebelum Covid,” ujar dia. 

Drajat hanya membawa 20 potong bendera, mengaku takut merugi jika membawa lebih banyak.

Meskipun menghadapi tantangan, baik Dedeyana maupun Drajat mengaku tetap memegang harapan yang sama, yakni agar semangat nasionalisme warga tak pernah pudar.

“Saya berharap warga makin cinta sama negeri ini, makin rajin pasang bendera. 

Itu kan lambang kita sebagai bangsa,” imbuh Drajat.

Baca juga: Tembok SD dan Bendera Merah Putih di Sragen Jadi Sasaran Corat-coret, 3 Bocah Ditangkap

Sementara di berbagai sudut kota, dari Setiabudi hingga Pasar Bandarjo, penjual dwi warna bermunculan. 

Harga yang ditawarkan pun beragam, mulai Rp20 ribu untuk ukuran kecil, hingga Rp200 ribu untuk yang lebar dan panjang. 

Umbul-umbul, yang menjadi penghias halaman rumah dan gang-gang sempit, juga terlihat dijajakan. (*)

Berita Terkini