Sayangnya dalam perjalanan pulang kapal yang mereka gunakan untuk berlayar terjebak badai hingga hancur berkeping-keping.
Mereka lalu terdampar di sebuah tempat di antara Ipuh dan Ketahun, ketika sadar seluruh harta benda mereka telah hilang kecuali milik Ki Karang Nio yang masih utuh.
Melihat itu kakak-kakaknya merasa iri dan merencanakan untuk membunuh Ki Karang Nio lalu membagi-bagikan hartanya sama rata.
Mereka lalu mengendap-endap di malam hari untuk membunuh Ki Karang Nio yang sedang tertidur.
Akan tetapi Ki Karang Nio lalu terbangun dan melihat situasinya, ia tidak marah dan membenci kakak-kakaknya ia justru memberikan seluruh hartanya kepada kakak-kakaknya agar tidak kembali berselisih.
Melihat sikap Karang Nio yang begitu bijaksana membuat kelima kakaknya merasa malu dan memutuskan untuk memisahkan diri meninggalkan Renah Sekalawi.
Mereka lalu menyerahkan tahta kepada Ki Karang Nio lalu berpisah untuk membuat petulai-petulai yang baru di luar Petulai Tubei.
Mereka berucap “uyo ote sao keme migai belek” yang artinya sekarang kita bercerai dan tidak akan kembali lagi.
Mereka lalu berpencar dan mendirikan kutei-kutei yang baru, petulainya tidak lagi bernama Petulai Tubei melainkan Petulai Migai sebagai pengingat bagi anak keturunan mereka kelak.
Petulai Migai ini lama kelamaan disebut dalam bahasa melayu menjadi Petulai Merigi.
(*)