Dalam persidangan, Tita menyatakan terbuka untuk menyelesaikan secara damai, bahkan siap meminta maaf.
Namun, keinginan itu ditolak oleh pihak penggugat.
“Mereka tidak mau, katanya sudah terlanjur sakit hati,” ucap Tita.
Pada Jumat (1/8/2025), majelis hakim Pengadilan Negeri Boyolali memutuskan bahwa gugatan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard) karena mengandung cacat formil.
“Dalam perjanjian kerja sama, yang menandatangani bukan penggugat dan tergugat langsung.
Jadi konstruksi hukumnya tidak kuat,” ujar Humas PN Boyolali, Tony Yoga Saksana.
Hakim menyatakan bahwa tidak terbukti adanya hubungan hukum langsung antara pihak penggugat dan tergugat, sehingga dasar gugatan menjadi kabur.
Usai putusan, Tita mengaku lega dan berharap peristiwa ini bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak, terutama terkait kontrak kerja dan ruang gerak mantan karyawan.
“Saya tidak pernah berniat melanggar kontrak atau merugikan siapa pun. Saya hanya ingin hidup tenang dan jualan roti,” tutupnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com