TRIBUNJATENG.COM, KUDUS – Harga jual gabah dari petani dalam beberapa musim panen terakhir di Kabupaten Kudus terbilang stabil dan cukup tinggi.
Petani merasa cukup puas karena dengan harga tersebut petani bisa mendapatkan untung.
Salah seorang petani di Desa Banget, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus Tholikan (45) merasa cukup puas dengan harga gabah selama beberapa musim panen terakhir.
Dia berharap harga gabah tersebut bisa tetap stabil, dan kalau perlu naik.
Dengan begitu petani bisa merasakan hasil lebih dari jerih payah dalam menanam padi.
Untuk harga gabah saat pada musim tanam kedua yang sudah lewat yaitu mencapai Rp 6.900 sampai Rp 7.200 per kilogram.
Harga tersebut menurutnya cukup membuat untung petani setelah dipotong ongkos operasional dan pupuk.
Harga tersebut juga lebih tinggi dari Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang hanya sebesar Rp 6.500 kilogram gabah.
“Untuk harga gabah saat ini di kalangan petani justru malah mencapai antara Rp 7.000 sampai Rp 7.800 per kilogram.
Cuma posisinya saat ini di Desa Banget masih belum masuk musim panen masa tanam ketiga,” kat Tholikan saat ditemui di lahan pertanian Desa Banget, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus, Senin (11/8/2025).
Saat ini kondisi pertanian di Kecamatan Kaliwungu masih masa tunggu panen dari musim tanam ketiga.
Padi yang ditanam masih berusia sekitar sebulan.
Masih butuh waktu dua bulan lagi untuk panen.
Dan diperkirakan, harga jual gabah dari petani pada panen musim tanam ketiga harganya di atas Rp 7.000 per kilogram.
“Karena kalau musim tanam ketiga tidak semua petani menanam padi.
Ada yang menanam kacang, ada juga yang menanam jagung.
Makanya prediksi harganya cukup tinggi,” kata Tholikan.
Selain harga stabil, kata Tholikan, petani tidak kesusahan dalam mencari pupuk.
Pasalnya, stok pupuk senantiasa tersedia.
Namun di balik harga yang stabil, para petani menghadapi tantangan hama.
Yang paling membuat mereka was-was yaitu hama tikus.
Taruhlah dalam satu hektare lahan padi saat panen bisa menghasilkan antara 7 sampai 8 ton, ketika diserang hama tikus hasilnya bisa menurun antara 5,5 sampai 6 ton.
Menurut Tholikan, pada musim tanam pertama kemarin hama tikus terbilang sangat parah.
Lahan satu hektare hanya bisa menghasilkan gabah hanya kisaran 2 sampai 3 ton.
Untuk menghalau hama tikus, kini para petani memasang jebakan kawat listrik di sekeliling sawah.
Tidak ada pilihan lain, sebab jebakan tersebut dinilai para petani paling efektif.
Dengan begitu diharapkan petani bisa mendapatkan panen melimpah.
Sementara Kepala Bidang Pertanian pada Dinas Pertanian dan Pangan (Dispertanpangan) Kabupaten Kudus Agus Setiawan mengatakan, untuk harga gabah selama dua kali masa tanam terakhir harganya memang di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang hanya sebesar Rp 6.500 per kilogram. Artinya dengan harga di atas HPP petani bisa merasa puas.
“Ini berarti intervensi yang dilakukan memang ada hasilnya.
Untuk harga saat ini berada di atas Rp 7.000 per kilogram,” kata Agus.
Tapi , kata Agus, saat musim tanam ketiga memang terjadi penyusutan luasan lahan tanam.
Sebab ada lahan yang menggantungkan pengairan dari Kedungombo.
Misalnya di wilayah Kecamatan Undaan ada beberapa lahan yang tidak bisa ditanami padi.
“Untuk pengairan yang dari Kedungombo paling tidak mulai awal September, berarti nanti masa tanamnya mulai akhir September,” kata Agus.
Untuk luasan lahan pada musim tanam kedua tahun ini, kata Agus, di wilayah Kabupaten Kudus ada lahan seluas 9.904 hektare yang ditanami padi.
Sedangkan pada musim tanam ketiga kali ini sampai Juli 2025 luas lahan tanam padi menurun menjadi 8.595 hektare.
Kemudian untuk produksi gabah pada musim tanam kedua sampai April 2025 yaitu sebanyak 62.685 ton.
Dan kemudian untuk produksi musim tanam ketiga sampai Juli 2025 mencapai 54.217 ton.
“Untuk rata-rata produksi lahan per hektare di Kudus itu mencapai 6,5 ton,” kata Agus.