TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Seorang perwira TNI diduga terlibat dalam kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana.
Perwira tersebut, menurut Wahyu, diduga dengan sengaja memberi kesempatan kepada bawahannya untuk melakukan kekerasan terhadap Prada Lucky.
Baca juga: Ibu Prada Lucky Berlutut Menangis Minta Keadilan di Depan Pangdam Udayana
Kepada perwira itu disiapkan Pasal 132 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer.
“Jadi, ada Pasal 132. Itu artinya militer yang dengan sengaja mengizinkan seorang bawahan atau militer yang lainnya untuk melakukan tindak kekerasan, itu juga akan dikenai sanksi pidana," kata Wahyu, saat ditemui di Gedung Mabes TNI AD, Jakarta, Senin (11/8/2025).
Namun, Wahyu enggan membeberkan lebih lanjut soal identitas perwira yang diduga terlibat dalam kasus Prada Lucky ini.
Wahyu mengatakan, ketentuan hukum itu menjadi salah satu dari lima pasal yang disiapkan penyidik untuk menjerat para tersangka.
Penerapan pasal tersebut akan ditentukan setelah pemeriksaan lanjutan terhadap para tersangka selesai.
Ia mengatakan, jumlah tersangka dalam kasus ini cukup banyak karena kejadian kekerasan tidak hanya berlangsung satu hari, melainkan dalam beberapa rentang waktu, melibatkan sejumlah personel, termasuk korban.
“Sehingga harus betul-betul menyeluruh pemeriksaannya, sehingga betul-betul bisa diambil langkah-langkah yang tepat, kepada orang yang tepat, sehingga pertanggungjawaban itu dapat ditegakkan, evaluasi, perbaikan juga dapat dilaksanakan untuk masa yang akan datang," ujar Wahyu.
Ia meminta waktu kepada masyarakat dan media untuk menuntaskan pemeriksaan, agar peran masing-masing tersangka bisa diungkap dengan tepat.
Setelah proses pemeriksaan selesai, penyidik akan menggelar perkara sebelum melimpahkan berkas ke oditur militer untuk disidangkan di pengadilan militer.
Ia menegaskan, TNI AD berkomitmen menindak tegas setiap bentuk pembinaan yang melanggar kaidah, apalagi sampai menyebabkan kematian prajurit.
“Pimpinan TNI Angkatan Darat tidak pernah mentolerir setiap bentuk pembinaan yang di luar kaedah-kaedah yang bermanfaat untuk operasional prajurit.
Apalagi menyebabkan kerugian personel meninggal dunia," tutur Wahyu.