Menurut Suroso, para mahasiswa telah mengganti nominal kerugian dari kerusakan sejumlah fasilitas umum akibat dari aksi May Day yang mencapai sekitar Rp70 juta.
Kedua belah pihak yakni pelapor dari Disperkim Kota Semarang dan terlapor para mahasiswa sudah sepakat damai sehingga kasus ini sudah bukan ranah pidana melainkan perdata.
"Nah, makanya saya sangat menyayangkan bahwa perkara ini bisa lanjut ke pengadilan," jelasnya.
Sementara Kuasa Hukum Mahasiswa lainnya, Naufal Sebastian menilai perkara ini murni politis sekaligus upaya kriminalisasi terhadap para mahasiswa yang sedang menyampaikan pendapat.
Kasus ini yang sebenarnya sudah sepakat berdamai dipaksakan masuk ke pengadilan sebagai cara untuk menyebarkan ketakutan kepada para mahasiswa lain untuk tidak melakukan aksi menyatakan pendapat di muka umum.
"Kasus ini sarat politis, kriminalisasi dan terkesan dipaksakan karena sudah ada perdamaian tapi perkaranya justru masih disidangkan," terangnya.
Meskipun begitu, Naufal mengatakan langkah restorative justice akan kembali ditempuh melalui jalur majelis hakim di Pengadilan Negeri Semarang.
"Kami meminta restorative justice kepada majelis hakim harapannya kemudian majelis hakim dapat mengembalikan keadilan,"
Ia menambahkan, keadilan bagi para mahasiswa sangat penting agar mereka tetap bisa berkuliah. Kemudian para mahasiswa tidak takut saatmenyatakan pendapat di muka umum.
"Kalau mahasiswa demo dikriminalisasi seperti ini nanti yang lain takut dalam menyatakan pendapat di muka umum," imbuhnya. (Iwn)
Baca juga: Senam Bersama, Mbak Iin Ajak Warga Kota Tegal Jaga Kebugaran Tubuh
Baca juga: BRT Trans Semarang Sering Mogok di Jalanan, Wali Kota: Memang Masih Jauh dari Ideal
Baca juga: Tekan Pengangguran Jateng, Mohammad Saleh Dorong Optimalisasi BLK dan Bursa Kerja