Seringkali penyebabnya adalah masalah rem.
Sopir pun terpaksa mengganjal roda agar bus tidak melaju mundur.
Penumpang kemudian diminta turun, menunggu bus pengganti yang tidak selalu datang tepat waktu atau dalam kondisi kosong.
“Tapi lama juga menunggu bus pengganti atau yang di belakangnya."
"Jadi banyak yang akhirnya pilih naik ojek atau dijemput keluarga,” jelas Santi.
Menurut dia, hal paling menjengkelkan saat mogok terjadi pada jam sibuk.
Penumpang bisa menunggu hingga beberapa bus lewat tanpa bisa naik karena semuanya penuh.
“Aku pernah menunggu sampai empat bus lewat sampai bisa naik."
"Apalagi jika mogoknya pada sore hari, itu sudah pasti penuh terus,” keluhnya.
Meski tarif BRT dinilai terjangkau yaitu Rp4.000 untuk umum, Rp1.000 untuk pelajar dan lansia, Santi menilai kenyamanan serta keamanan tetap menjadi hal utama.
Sayangnya, menurutnya, kondisi fisik bus justru semakin memprihatinkan.
“Banyak yang AC rusak, kursinya rembel-rembel, pintunya njeblak-njeblak sendiri, tempat sampah juga wis dol 'copot'," tambahnya.
Dia juga menyebut sempat melintasi rute lain seperti ke arah Pelabuhan dan mengalami kondisi serupa.
"Itu yang arah ke pelabuhan pun sama, rusak," bebernya.
Baca juga: Buruan! Masih Ada 2.523 Kartu Gratis Naik BRT Trans Semarang, Khusus Pelajar dan Mahasiswa
Santi berharap pengelola BRT Trans Semarang dan dapat segera melakukan peremajaan armada dan perbaikan sistem.