TRIBUNJATENG.COM, PATI – Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPRD Pati untuk Pemakzulan Bupati Pati Sudewo memanggil sejumlah camat dan kepala desa dalam rapat lanjutan di Ruang Badan Anggaran (Banggar) DPRD setempat, Selasa (19/8/2025).
Pansus mengundang para Camat dan Kades itu untuk menggali informasi mengenai polemik kebijakan Bupati Pati Sudewo tentang penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atas tanah yang mengakibatkan kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen.
Terdapat tiga camat yang dipanggil, yaitu Camat Pati Kota Didik Rusdiartono, Camat Margorejo Arif Fadhillah, dan Camat Wedarijaksa Eko Purwantoro.
Adapun Kades yang dipanggil juga berjumlah tiga orang. Mereka ialah Pandoyo, Kades Tegalharjo Kecamatan Trangkil yang juga menjabat Ketua Paguyuban Kepala Desa dan Perangkat Desa Pati (Pasopati).
Baca juga: Kronologi 3 ABK Hilang di Kendal, Berawal Terjebak Cuaca Buruk saat Tebar Jaring di Laut
Baca juga: FIX, Aksi 25 Agustus Lengserkan Bupati Pati Batal Digelar, Husein Singgung Ada Kepentingan Politik
Baca juga: Video Inisiator AMPB Ahmad Husein Batalkan Demo Pati 25 Agustus: Saya Damai dengan Bupati Sudewo
Kemudian Parmono, Kades Semampir Kecamatan Pati yang juga Ketua Pasopati Kecamatan Pati.
Selanjutnya Andi Warsih, Kades Sambirejo Kecamatan Gabus.
Oleh Pansus yang diketuai oleh Teguh Bandang Waluyo, para camat dan kepala desa itu dicecar sejumlah pertanyaan terkait kebijakan kenaikan tarif PBB-P2.
“Hari ini kami mengundang Kades dan Camat untuk klarifikasi terkait pajak. Termasuk pernyataan mereka (mendukung kebijakan kenaikan pajak) yang videonya viral di medsos,” jelas Ketua Pansus, Teguh Bandang Waluyo.
Dia juga menggali keterangan terkait surat edaran dari sejumlah camat yang mewajibkan warga melampirkan bukti pembayaran PBB-P2 jika ingin mendapat pelayanan administratif di kantor kecamatan.
“Surat edaran katanya inisiatif dia sendiri, tidak ada perintah dari bupati. Kemudian terkait pernyataan bupati bahwa 250 persen kenaikan PBB-P2 usulan camat, kades, dan tokoh masyarakat, ternyata camatnya tidak membenarkan. Langsung disampaikan besaran kenaikannya, camat hanya diminta menyetujui. Kenaikan itu bukan usulan mereka,” kata Bandang.
Dia mengatakan, ketiga camat yang dipanggil menyampaikan keterangan sama. Artinya, lanjut dia, hal itu tidak sesuai pernyataan Bupati Sudewo.
Bandang juga menjelaskan bahwa pihaknya justru menemukan di lapangan, ada warga yang terdampak kenaikan PBB-P2 dengan besaran jauh di atas 250 persen.
Bahkan, menurutnya, ada yang mencapai 500, 800, hingga 1000 persen.
“Kami kemarin libur juga turun ke bawah, bekerja, menghimpun informasi dari masyarakat, ada yang naik sampai 800 persen dan lebih, bahkan sampai 1000 persen,” ucap dia.
Camat Pati Kota, Didik Rusdiartono, menegaskan bahwa memang usulan kenaikan PBB-P2 bukan berasal dari camat atau Kades, melainkan dari Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
Usulan itu, menurut Didik, disampaikan karena NJOP tanah di Pati banyak yang nilainya jauh di bawah harga psar sesungguhnya. Kenaikan PBB-P2 hingga mencapai 250 persen adalah konsekuensi dari penyesuaian NJOP tersebut.
“Tapi intinya usulan itu bukan berasal dari Camat atau Kades, melainkan dari BPKAD berdasarkan kenaikan NJOP. Camat dan Kades hanya dimintai pertimbangan,” kata dia.
Mengenai surat edaran kewajiban melampirkan bukti pembayaran PBB-P2 untuk mendapat layanan di kantor kecamatan, Didik menjelaskan bahwa itu merupakan inisiatifnya bersama sejumlah rekan camat.
Dia bahkan sudah membuat surat sejenis itu sejak 2020. Menurutnya, hal itu diperbolehkan oleh Perbup.
“Dalam Perbup dinyatakan bahwa upaya penagihan, salah satunya dengan memperingatkan atau teguran, kami anggap surat itu salah satu implementasinya. Namun demikian, bilamana ada masyarakat belum melampirkan bukti pelunasan PBB-P2, tetap juga kami layani. Saya kurang tahu apakah semua kecamatan membuat surat itu,” tutur dia.
Didik menambahkan, sebelum kebijakan kenaikan PBB-P2 pada akhirnya dicabut oleh Bupati Sudewo, di Kecamatan Pati Kota pembayaran sudah berjalan hingga 40 persen.
“Kecamatan Pati, dari baku (pagu-red.) Rp 10,6 miliar, sudah terealisasi Rp 4,3 miliar atau sekitar 40 persen. Dari sekian itu hanya satu orang yang menyampaikan keberatan. Dia manajer salah satu pasar swalayan,” ujar dia.
Kepada pihak yang keberatan dengan besaran kenaikan pajak, Didik telah mempersilakannya untuk mengajukan keberatan.
Ada mekanisme pengajuan keringanan yang sudah disiapkan. Bahkan, menurut Didik, ada blangko yang formnya sudah pihaknya edarkan ke desa-desa.
“Namun persetujuannya ada di ranah BPKAD,” tandas dia.
Untuk diketahui, selain para camat dan kades, Pansus juga mengundang perwakilan perangkat desa yang kontra kebijakan PBB-P2 dan perwakilan dari BPKAD. (mzk)