Di warung makan itu, ia bisa mendapatkan Rp 100 ribu dalam sehari, lebih dari yang ia dapatkan dari warung makan lain yang mana hanya sekitar Rp 50 ribu sekali ngamen.
"Kalau di warung lain saya bawa vokal, uangnya dibagi. Di sini bosnya mau bantu nyanyi," ujarnya.
Kekhawatirannya belum selesai, sebab warung makan lain tidak mungkin tidak akan menerapkan kebijakan yang sama soal live music.
"Ya semoga bisa segera ada kejelasan dan bisa kesini lagi. Sudah ada omongan sebelumnya sama bosnya, senam jantung juga. Tapi ya mau gimana," pungkas Agung.
Khawatir Soal Isu Royalti Musik
Terpisah, sang pemilik warung, Sugiyanto mengatakan langkah itu diambil dengan terpaksa usai belakangan ini ramai isu royalti musik.
"Saya juga sama dengan mereka, saya nyetel musik dan hiburan live music. Kalau kasusnya sama seperti Mie Gacoan kita kan nggak mampu," ujar dia.
Terlebih lagi, jika aturan pembayaran per kursi per tahun, dirasa akan berat. Pasalnya hitung-hitungannya di warungnya, pembayaran royalti musik bisa hampir Rp 50 juta per tahun.
"Makanya kami terpaksa melakukan hiburan musik," jelasnya.
Di bagian lain, ia mengaku belum paham dengan aturan terkait royalti itu. Pihaknya berharap, segera ada kejelasan mana yang boleh dilakukan atau diperdengarkan dan mana yang tidak.
"Perlu disosialisasikan juga itu. Kita khawatir karena ketidaktahuan kita. Semoga bisa segera ada kejelasan," harap Sugi.
Saat ini ia juga telah memasang spanduk pengumuman yang tertulis 'Maaf... Tidak Ada Hiburan Musik Sampai Adanya Kejelasan Royalti'. (TribunSolo.com)