Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Keracunan MBG di Banyumas

Bobroknya Program MBG di Banyumas, Dapur Tak Bersertifikasi Sanitasi, BGN Minim Koordinasi

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Banyumas kembali menuai sorotan setelah ratusan siswa

Penulis: Lyz | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG/Permata Putra Sejati
KERACUNAN MBG - Lokasi SDN Pangebatan, Kecamatan Karanglewas, Kabupaten Banyumas, Jumat (26/9/2025) keracunan makanan usai program Makan Bergizi Gratis (MBG). Hingga Jumat jumlah siswa yang dilaporkan mengalami mual dan muntah usai menyantap menu MBG terus bertambah. 

TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Banyumas kembali menuai sorotan setelah ratusan siswa mengalami dugaan keracunan makanan.

Kasus ini terjadi di wilayah Kecamatan Karanglewas, di mana tercatat 408 anak menunjukkan gejala keracunan usai mengonsumsi makanan dari program tersebut.

Tidak hanya itu, belasan siswa di SDN Sudagaran, Kecamatan Banyumas, juga dilaporkan mengalami gejala serupa sehingga ikut menjadi bagian dari investigasi.

Kepala Dinas Kesehatan Banyumas, dr. Dani Esti Novia, memastikan kondisi seluruh siswa kini sudah membaik dan tidak ada yang harus menjalani rawat inap.

Meski demikian, pihaknya masih menunggu hasil uji laboratorium terhadap sampel makanan yang berasal dari dapur Sentra Pangan Program Gizi (SPPG) penyedia konsumsi.

"Keracunan di Karanglewas total 408 anak, semuanya sudah sehat dan tidak ada yang dirawat inap. 

Tapi hasil laboratorium dari provinsi masih kami tunggu," ujar dr. Dani kepada Tribunbanyumas.com, Senin (29/9/2025).

Selain itu, 12 siswa dari SDN Sudagaran juga mengalami gejala serupa dan menjadi bagian dari investigasi yang sama.

Dinkes Banyumas mencatat, dari 64 dapur SPPG yang beroperasi di wilayah tersebut, baru satu yang mengantongi sertifikat laik sanitasi.

Sebanyak 11 dapur masih dalam proses pengajuan, sementara puluhan lainnya belum mengurus sertifikasi.


Masalah koordinasi dengan pihak Badan Gizi Nasional (BGN) pun menjadi sorotan. 


Dinkes menyebut sejak awal program MBG diluncurkan, komunikasi antarlembaga terkesan minim.


"Untuk perizinan, aman-pangan, penjamah makanan, itu tidak ada komunikasi. 


Baru setelah ada kasus di Gunung Lurah, kami dilibatkan," ujar dr. Dani, merujuk pada kasus sebelumnya di Kecamatan Cilongok.


Koordinator MBG Wilayah Banyumas, Luky Ayu, mengatakan dua dapur SPPG yang diduga menjadi sumber makanan dalam kasus keracunan tersebut kini dihentikan sementara.


"Betul, dua dapur SPPG kami berhentikan sementara sambil menunggu hasil laboratorium. 


Itu sudah berdasarkan surat dari pimpinan kami. 


Setelah hasil keluar, akan kami evaluasi, apakah masalahnya dari internal atau faktor lain," kata Luky.


Pihaknya juga mengakui adanya ketimpangan antara data penerima manfaat dari pusat dengan kondisi nyata di lapangan, menyebabkan beberapa dapur SPPG belum bisa beroperasi optimal.


"Saat ini ada lima dapur SPPG yang belum dapat penerima manfaat, masing-masing tiga di Kembaran dan dua di Kemranjen,” ungkap Luky.


Luky menjelaskan bahwa kapasitas maksimal satu dapur SPPG adalah 3.000 hingga 3.500 porsi per hari dengan maksimal 47 pekerja. 


Namun, ketidaksesuaian data dan kendala distribusi membuat banyak dapur beroperasi di bawah kapasitas ideal.


Ia juga menjelaskan proses pembangunan dapur dilakukan melalui pendaftaran online di situs mitra.bgn.go.id. Setiap pendaftar, biasanya yayasan, harus melengkapi dokumen legalitas, lokasi, hingga sertifikat.


"Setelah mendaftar, tidak langsung di-acc. 


Akan dicek dulu oleh tim verifikator BGN pusat, baru bisa membangun," jelasnya.


Pihaknya mengakui dinamika data penerima manfaat, terutama untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan balita, menjadi tantangan tersendiri dalam pemerataan distribusi makanan.


Sebagai respons atas berbagai persoalan tersebut, Luky menyatakan bahwa kini pihaknya mempercepat proses sertifikasi penjamah makanan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Banyumas.


"Setiap Sabtu kami akan adakan sertifikasi. 


Sebelumnya hanya 2 SPPG per Sabtu, sekarang ditingkatkan jadi 8 hingga 10 SPPG," ujarnya.


Kasus keracunan massal yang melibatkan ratusan siswa ini menambah daftar catatan evaluasi bagi pelaksanaan program MBG di Banyumas. 


Minimnya koordinasi, belum meratanya sertifikasi dapur, serta mismatch data antara pusat dan daerah dinilai menjadi titik-titik rawan yang harus segera dibenahi.


Pemkab Banyumas berencana membawa semua temuan ini ke tingkat pusat guna memperkuat tata kelola program MBG. (jti) 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved