Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Tribun Jateng Hari Ini

Kredit Macet Fintech Lending Kalangan Muda Naik 763 Persen

Peningkatan kredit macet pada borrower di bawah 19 tahun satu di antaranya disebabkan oleh rendahnya literasi di kalangan anak muda.

Editor: Vito
FREEPIK
ILUSTRASI fintech lending. 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Data statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat jumlah anak muda yang terjebak kredit macet mengalami peningkatan. 

Pada semester I/2025, jumlah peminjam berusia di bawah 19 tahun yang pinjamannya macet mencapai 21.774 akun, atau melonjak 763 persen dari periode sama tahun lalu sebanyak 2.521 akun. 

Pinjaman macet pada peminjam berusia 19-34 tahun juga naik sebesar 54,4 persen secara tahunan, menjadi 438.707 akun pada semester I/2025.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman mengatakan, peningkatan kredit macet pada borrower di bawah 19 tahun satu di antaranya disebabkan oleh rendahnya literasi di kalangan anak muda.

"Selain itu juga disebabkan rendahnya kesadaran pengelolaan keuangan di kalangan generasi muda," katanya, dalam lembar jawaban tertulis RDK OJK, Selasa (11/11).

Menurut dia, OJK telah memperkuat aturan melalui Surat Edaran OJK (SEOJK) No. 19/2025, dengan satu di antaranya bertujuan untuk meminimalkan tingkat kredit macet dari kalangan anak muda. 

Dalam SEOJK itu tertuang aturan pembatasan usia penerima dana (borrower) minimal 18 tahun dan penghasilan minimal Rp 3 juta.

"OJK juga terus melakukan edukasi terhadap masyarakat agar bijak dalam menggunakan layanan fintech lending," ucap Agusman.

Sementara, pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda menuturkan, ada beberapa faktor yang membuat kalangan anak muda terjerat kredit macet

Ia menyebut, satu di antaranya ada kebutuhan yang besar, tetapi tidak diimbangi dengan pendapatan yang cukup.

"Selain itu, mereka juga terpapar dengan informasi terkait dengan gagal bayar, sehingga membuat mereka mencoba peruntungan. Jadi, peningkatannya sangat tajam dalam hal akun, tetapi rata-rata nominal pinjaman yang macet itu rendah," bebernya, kepada Kontan.

Padahal, Nailul menyatakan, risiko bagi kalangan muda cukup tinggi ke depannya jika ada tunggakan utang di fintech lending.

Misalnya, kalangan muda bisa saja kesulitan ketika ingin mengajukan pinjaman ke lembaga pembiayaan.

Nailul juga angkat bicara berkait dengan ketentuan OJK yang tertuang dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) No. 19/2025 berupa pembatasan usia hingga rasio penghasilan borrower. Ia melihat kebijakan itu dapat membantu mengurangi risiko gagal bayar. 

"Ketika dibatasi usia dan pendapatan nominal tertentu, saya rasa platform bisa menyaring awal borrower yang berkualitas," ucapnya.

Namun, ia berujar, sistem credit scoring juga harus dilihat berkait dengan konfirmasi pendapatan borrower secara rinci. Kalau tidak rinci, bisa saja menjadi tidak valid. 

"Begitu juga jika menggunakan slip gaji, ketika mereka bukan karyawan bisa saja kesulitan meminjam," tukasnya. (Kontan/Herlina KD)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved