Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Tribunjateng Hari ini

Makam Syekh Mudzakir di di Tengah Laut Demak Jadi Jujukan Peziarah 

Makam Syekh Abdullah Mudzakir yang berada di tengah laut di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, kerap menjadi jujukan peziarah.

|
Penulis: Achiar M Permana | Editor: galih permadi
Tribunjateng/bramkusuma
Jateng Hari Ini Minggu 28 September 2025 

TRIBUNJATENG.COM, DEMAK - Makam Syekh Abdullah Mudzakir yang berada di tengah laut di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, kerap menjadi jujukan peziarah. 

Untuk menuju ke makam itu, peziarah umumnya naik perahu sewaan. 

Siang itu, terik matahari membakar pesisir Demak.

MAKAM SYEKH MUDZAKIR DI BEDONO SAYUNG DEMAK
MAKAM SYEKH MUDZAKIR DI BEDONO SAYUNG DEMAK (tribunjateng.com/HERMAWAN HANDAKA)

Namun, panas bukan halangan bagi Sunarsih, warga Kudus, untuk menunaikan niatnya berziarah ke makam Syekh Abdullah Mudzakir di Dusun Tambaksari, Desa Bedono, Sayung, Demak.

Uniknya, makam ulama penyebar agama Islam ini bukan berada di daratan, melainkan di atas laut.  

Abrasi yang terus menggerus pesisir Demak selama puluhan tahun telah menenggelamkan pemukiman di sekitarnya, namun makam tersebut tetap tegak berdiri.

Ngalap berkah

Sunarsih datang bersama rombongan tetangganya dari Kudus.  

“Ke sini bareng tetangga. Memang tujuannya buat ziarah. Berangkat tadi pagi,” ujar Sumarsih kepada Tribun Jateng, Sabtu (20/9/2025) pekan lalu.

Bagi Sunarsih, makam Syekh Mudzakir bukan sekadar tujuan ziarah.

Dia percaya, doa di pusara ulama yang berperan besar dalam penyebaran Islam di Demak itu bisa mendatangkan keberkahan.

“Kami percaya, mendoakan makam ulama bisa membawa berkah dan karomah,” katanya.

Namun perjalanan ke makam bukan perkara mudah.

Lokasi yang sudah dikelilingi air laut membuat peziarah harus menumpang perahu dengan ongkos Rp 30 ribu per rombongan.

“Kalau jalan kaki bisa, tapi jauh dan melelahkan. Lebih baik naik perahu,” ucap Sunarsih.

Meski miris melihat laut yang kian hari semakin menelan kawasan itu, Sunarsih berharap, makam Syekh Mudzakir tetap dilestarikan.

“Jangan sampai dibiarkan begitu saja. Anak cucu kita juga harus bisa ziarah ke sini,” tuturnya.

Tokoh agama

Dikutip dari nationalgeographic.grid.id, Syekh Abdullah Mudzakir menetap di Dusun Tambaksari sekitar tahun 1900.

Dia lahir di Dusun Jago, Desa Wringinjajar, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak, pada tahun 1878 M.

Ia dikenal sebagai tokoh agama yang menanamkan ajaran Islam kepada masyarakat Demak.  

Setelah puluhan tahun berdakwah, Syekh Mudzakir meninggal dalam usia 81 tahun, pada 1950, lalu dimakamkan di kawasan tersebut.

Keberadaannya meninggalkan jejak sejarah yang dalam.

Nama “Bedono” sendiri diyakini berkaitan dengan ulama tersebut.

Bedono berasal dari kata ambet (aroma) dan ono atau ana (ada), merujuk pada kisah bahwa kehadiran kiai ini membawa keberkahan hingga kawasan gersang menjadi subur.

Peneliti alumni Kajian Lintas Agama atau Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) Universitas Gadjah Mada, Siti Aliyuna Pratisti, menyebut bahwa makam ini awalnya hanya dikenal warga setempat.

“Dulu, yang datang hanya komunitas kecil, biasanya saat haul. Belum menjadi destinasi ziarah besar,” ungkap Siti.

Namun seiring berjalannya waktu, dimensi keagamaan dari ketokohan Syekh Mudzakir justru menjadi alasan kuat bagi warga untuk bertahan di tengah ancaman abrasi.

Air laut yang kian menggenang membuat mereka beradaptasi, menjadikan makam tersebut simbol ketabahan sekaligus pusat spiritualitas masyarakat pesisir Demak.

Kini, di tengah riak ombak dan langit pesisir yang terbuka, makam Syekh Abdullah Mudzakir tetap berdiri.  

Tidak hanya sebagai tempat berziarah, tetapi juga pengingat tentang sejarah, iman, dan daya tahan manusia melawan perubahan alam. (Faizal M Affan)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved