Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Pengakuan Para Remaja Kasus Dugan Penganiayaan Polres Magelang: Makan Kunyit hingga Dicambuk Selang

Pengakuan para korban salah tangkap dan penganiayaan yang diduga dilakukan oknum polisi Polres Magelang saat demo Agustus 2025

Penulis: Msi | Editor: muslimah
Tribunjateng/Iwan Arifianto
LAPORKAN KEMBALI - LBH Yogyakarta bersama orangtua para korban melaporkan empat anggota Polres Magelang Kota ke Mapolda Jateng, Kota Semarang, Rabu (15/10/2025). 

TRIBUNJATENG.COM - Pengakuan para korban salah tangkap dan penganiayaan yang diduga dilakukan oknum polisi Polres Magelang saat demo Agustus 2025.

Mereka ini mengaku ditangkap padahal saat itu tidak sedang ikut demo. Mereka berada di sekitar lokasi karena berbagai keperluan.

Jumlah korban salah tangkap yang melapor ke Polda Jateng juga bertambah.

Korban yang melapor pertama kali adalah DRP (15) remaja asal Magelang.

Baca juga: 4 Korban Kasus Dugaan Penganiayaan Oknum Polres Magelang Ternyata Sempat Dibujuk Damai Pejabat Desa

Terbaru, ada sedikitnya 4 korban lainnya yakni meliputi IPO (15) AAP (17) SPRW (16) dan MDP (17) yang turut melaporkan anggota Polres Magelang Kota ke Polda Jateng, Rabu (15/10/2025).

Laporan kasus dugaan penganiayaan yang dialami DRP (15) remaja asal Magelang ke Polda Jateng masih dalam tahap aduan. 

Padahal kasus ini telah masuk ke meja polisi sejak Selasa, 16 September 2025 lalu. 

"Kami melaporkan kasus DRP ke Ditreskrimum dan Propam, kalau di Ditreskrimum belum memberikan hasil perkembangan pemeriksaan dan Propam masih penyelidikan," kata Kuasa Hukum korban DRP dari LBH Yogyakarta, Royan Juliazka Chandrajaya kepada Tribun di Mapolda Jateng, Rabu (15/10/2025).

Royan mendesak Polda Jateng segera menindaklanjuti kasus ini.

Dari pelapor tersebut, Royan juga menantang kepolisian untuk mengungkapnya. 

"Kasus di Polres Magelang Kota ini bisa tidak menjadi pintu masuk untuk membuktikan komitmen polisi melakukan reformasi kepolisian," bebernya.

Sementara Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jateng, Kombes Pol Artanto mengatakan, laporan soal DRP masih berstatus aduan.

"Masih proses aduan," katanya.

Ia mengungkap, belum mengetahui kasus itu masih tahap aduan.

"Nanti kami cek ke Ditreskrimum terlebih dahulu," paparnya.

4 Polisi Diduga Terlibat

Sebagaimana diberitakan, para korban dugaan kekerasan yang dilakukan anggota Polres Magelang Kota kini berjumlah lima orang meliputi DRP (15), IPO (15), AAP (17) SPRW (16) dan MDP (17).

Mereka melaporkan kasus tersebut ke Polda Jateng dengan terlapor empat polisi berinisial AIS, A, H dan T.

Lima korban itu merupakan korban salah tangkap, penganiayaan dan doksing yang dilakukan oleh kepolisian selepas aksi demonstrasi pada Jumat (29/8/2025).

Padahal, para korban tidak  mengikuti aksi demonstrasi tersebut. Mereka berada di sekitar lokasi aksi karena sedang berjualan angkringan, mengambil barang COD dan ada yang  sekedar melintas.

Namun, polisi melakukan penangkapan secara serampangan terhadap 53 orang yang mana 26 di antaranya merupakan anak-anak.

Kepolisian diduga melakukan penganiayaan mulai dari memukuli dan menendang pakai tangan kosong, menggunakan Keling dan selang.

Tak sampai di situ, para korban juga dipaksa memakan kunyit secara bergantian.

Selepas dilepaskan, para korban mendapatkan doksing atau penyebaran data pribadi dengan narasi merupakan pelaku aksi kerusuhan aksi demonstrasi di Magelang.

Peran Para Pelaku

LBH Yogyakarta kembali melaporkan Polres Magelang Kota ke Polda Jawa Tengah terkait kasus dugaan penganiayaan, salah tangkap dan penyebaran data pribadi selepas aksi demonstrasi di Magelang pada 29 Agustus 2025 lalu.

Pelaporan tersebut dilakukan LBH Yogyakarta bersama para orangtua korban ke Mapolda Jateng, Kota Semarang, Rabu (15/10/2025). 

Laporan ini merupakan laporan kedua kalinya dalam kasus yang sama.

Sebelumnya, LBH Yogyakarta melaporkan kasus serupa dengan korban DRP (15).

"Iya, kami melaporkan empat korban baru lagi dengan inisial IPO (15), AAP (17) SPRW (16) dan MDP (17)," ucap  Kuasa Hukum korban dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Royan Juliazka Chandrajaya kepada Tribun di Mapolda Jateng.

Perbedaan laporan kali ini, kuasa hukum telah mengantongi empat nama polisi yang diduga telah melakukan penganiayaan terhadap para korban.

Empat polisi itu masing-masing berinisial AIS, A, H dan T.

"Mereka bertiga telah melakukan penganiayaan terutama A dan H. Satu polisi berinisial AIS tidak melakukan penganiayaan tapi melihat proses penganiayaan tersebut padahal dia merupakan pejabat tinggi Polres Magelang Kota seharusnya memiliki kewenangan untuk melarang anak buahnya bukan malah membiarkannya," katanya.

Dalam pelaporan ke Polda Jateng, Royan membawa sejumlah alat bukti  berupa foto luka korban, tangkapan layar data pribadi korban dan salinan resume medis para korban.

Sejumlah bukti itu untuk menjelaskan secara rinci proses penganiayaan yang dialami korban mulai dari pemukulan menggunakan alat keling maupun tangan kosong.

Korban juga mendapatkan penyiksaan berupa dicambuk menggunakan selang. 

Bahkan, para korban disuruh mengunyah kencur secara bergantian dari sebanyak 53 orang ditangkap polisi tanpa memperhatikan potensi penularan penyakit.

Penyiksaan itu dilakukan agar para korban mengakui telah mengikuti aksi demonstrasi.

"Kami melampirkan bukti laporan ini lebih lengkap dibandingkan dengan laporan sebelumnya, tadi sudah kami serahkan ke Ditreskrimum dan Bidpropam Polda Jateng," katanya.

Para korban melaporkan anggota Polres Magelang Kota mengenai dua aspek dugaan pelanggaran yakni pidana dan etik.

"Jadi kami tidak hanya melaporkan secara pidana melainkan pula soal potensi pelanggaran etiknya," bebernya.

Dari kasus Magelang ini, Royan berharap menjadi pintu masuk komitmen kepolisian untuk melakukan reformasi polisi yang sedang digaungkan oleh kepolisian isu sendiri. 

Kemudian yang paling penting adalah memulihkan hak-hak korban. 

Polda Jateng juga diharapkan mampu menyeret para pelaku dengan memberikan sanksi.  Pihaknya juga ingin memperlihatkan kepada publik bahwa kekerasan kepolisian terhadap warga tidak boleh dinormalisasi.

"Perbuatan menyiksa korban tak bersalah merupakan pelanggaran HAM," ujarnya.

Sementara, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid  Humas) Polda Jateng Kombes Artanto membenarkan ada pelaporan tersebut ke SPKT Polda Jateng.

"Pelaporan terkait Polres Magelang Kota, nanti kami cek aduan itu untuk ditindaklanjuti," katanya.

Laporan ini, lanjut Artanto, merupakan tindak lanjut dari laporan DRP.

"Nanti kami akan melakukan pemeriksaan aduan itu. Nanti akan ditindaklanjuti oleh Ditreskrimum," katanya.

Sempat dibujuk damai

Empat korban dugaan kasus kekerasan oleh anggota Polres Magelang Kota itu sempat dibujuk berdamai oleh para pejabat pemerintah dan desa. 

Mereka meminta para korban tak usah melaporkan kasus kekerasan yang diduga dilakukan oleh polisi ke Polda Jateng.

"Iya ada upaya bujukan damai yang ditawarkan kepada  para orangtua korban yang dilakukan oleh pejabat pemerintah kabupaten Magelang dan kelurahan padadua tiga hari lalu sebelum kami melaporkan kasus ini ke Polda Jateng," ucap Royan Juliazka

Royan belum bisa mengindentifikasi alasan para pejabat itu ikut campur dalam persoalan ini. 

Bujukan itu dialami para orangtua korban IPO (15), AAP (17) SPRW (16) dan MDP (17) disertai dengan janji bahwa para korban akan mendapatkan bantuan medis dan uang jika tak melaporkan kasus itu ke  Polda Jateng. 

Namun, orangtua para korban bergeming atas bujukan itu.

Mereka tetap melaporkan kasus ini dengan alasan korban bisa mendapatkan hak pemulihan.

"Ini bukan masalah soal uang, tetapi bagaimana korban bisa mendapatkan pemulihan hak-haknya dan polisi yang menjadi pelaku bisa disanksi," tuturnya. (iwn)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved