Berita Banjarnegara
Kisah Warga Desa Bantar Menemukan Cahaya Listrik dari "Harta Karun" Gas Rawa di Bawah Kaki Mereka
Gas rawa menjadi penerang yang memberikan kemandirian energi di Desa Bantar Kecamatan Wanayasa, Banjarnegara Jawa Tengah.
Penulis: khoirul muzaki | Editor: raka f pujangga
TRIBUNJATENG.COM, BANJARNEGARA - Saat petang menyapa, Jalan Desa Bantar Kecamatan Wanayasa, Banjarnegara tak lagi gulita, Rabu 6 November 2025.
Lampu penerang yang terpasang di sepanjang jalan menyebar cahaya.
Suasana malam di desa terpencil ini menjadi lebih bernyawa.
Baca juga: Pilot Project Lampu Desa Menyala dengan Gas Rawa: Inovasi ESDM Serayu Tengah Gandeng Geologi Unsoed
Menariknya, benderang itu bersumber dari generator set (genset) yang terus menyala.
Tak terlihat ada sisa pembakaran yang mencemari udara.
Wajar, sumber daya listrik ini bukan digerakkan oleh bahan bakar fosil pada umumnya.
Melainkan dari bahan bakar gas. Tapi bukan gas Liquefied Petrolium Gas (LPG) yang dibeli.
Energi ini mengalir melalui saluran pipa Polyvinyl Chloride (PVC) yang terhubung ke separator berukuran besar.
Siapa sangka, desa di zona merah rawan longsor ini melimpah gas rawa (biogenic shallow gas).
Nyala listrik dari bahan bakar alternatif ini membuat senyum Eko Purwanto, Kepala Desa Bantar melebar.
Cita-cita tentang kemandirian energi di desa segera ternyatakan.
“Generator set dari gas adalah inovasi baru yang dikembangkan. Kita punya gas alam melimpah,”katanya, Rabu 6 November 2025.
Keberadaan gas rawa di Desa Bantar bukan penemuan baru. Sejak 50 tahunan lalu, warga sudah mengendus keberadaan sumber energi itu.
Seorang petani kala itu meletakkan selendang di hamparan tanah bengkok desa.
Ia terkaget kainnya tiba-tiba terbakar. Padahal tidak ada yang menyalakan api.
Tak ada yang meninggalkan bara.
Fenomena itu bukan hanya membuat gempar.
Warga dirundung ketakutan. Area titik gas sampai dijaga aparat keamanan (Hansip).
Hingga perlahan misteri itu terpecahkan. Tanah milik desa itu ternyata menyimpan gas alam.
Namun warga masih khawatir, gas itu beracun dan mematikan.
Di tahun 1980 an, seorang kepala desa kala itu nekat memanfaatkan gas tersebut untuk disalurkan ke rumahnya secara manual.
Namun pemanfaatan itu kemudian dihentikan beberapa bulan kemudian.
“Karena ada kejadian warga meninggal saat gali sumur di dalam rumah. Takutnya ada hubungannya dengan gas alam yang beracun, "katanya
Setengah abad kemudian, setelah lama ditinggalkan, tahun 2018, tanah menyala itu kembali disambangi.
Kali ini warga tak sendiri. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah datang untuk meneliti.
Teka-teki yang lama tak terjawab tentang fenomena aneh itu akhirnya pecah.
Benar saja, dari hasil penelitian ESDM, ada kandungan gas rawa melimpah di bawah tanah.
Dinas ESDM juga memastikan gas tersebut aman dan tidak beracun. Ketakutan warga seketika hilang.
"Dipastikan gas aman. Tidak beracun seperti ditakutkan warga, " katanya
Pemerintah bahkan merekomendasikan agar sumber daya alam itu bisa dimanfaatkan.
Babak baru eksploitasi gas rawa di Bantar pun dimulai. Tahun 2020, kata Eko, pihaknya mendapat bantuan separator dan instalasi untuk mengalirkan gas ke 25 rumah warga.
Tanah dibor di beberapa titik sedalam puluhan meter.
Gas ditarik dari dalam tanah menuju sumur lalu ditampung di separator. Di situ gas yang masih bercampur cairan atau endapan terpisahkan.
Gas yang sudah bersih mengalir ke pipa jaringan menuju alat memasak (kompor) warga.
Api biru yang menyala, ikut membakar semangat warga. Asa mereka kembali mengangkasa.
Sumber energi yang selama ini harus dibayar dengan jerih keringat, kini bisa didapat hampir cuma-cuma.
Warga hanya cukup membayar Rp 20 ribu per bulan untuk biaya pemeliharaan. Ini jauh lebih hemat ketimbang harus membeli gas elpiji di pasaran.
Warga juga bebas menggunakan gas itu tanpa batasan.
“Biasanya warga beli gas elpiji seminggu 1 tabung. Harganya Rp 22 ribu. Dengan gas alam mereka bisa hemat,”katanya
Angin segar kembali berembus. Tahun 2021, melalui Corporate Social Responsibility (CSR), pihaknya mendapat tambahan bantuan instalasi gas ke 75 rumah tangga.
Dengan sumber daya melimpah, pemanfaatan gas rawa masih bisa diperluas.
Ia berharap bantuan instalasi atau separator yang lebih memadai agar pemanfaatan gas lebih optimal.
Instalasi yang ada, kata dia, sudah mulai lapuk sehingga perlu diperbarui dengan teknologi dan kualitas bahan lebih bagus.
“Sudah 3 tahun dimanfaatkan, kendalanya masih ada yang bocor. Ada pipa yang rapuh, mungkin gak kuat dengan tekanan,”katanya
Pemanfaatan gas rawa terbukti bisa menyejahterakan warga.
Pengeluaran warga untuk membeli bahan bakar bisa ditekan.
Bahkan potensi gas alam bukan hanya untuk keperluan dapur rumah tangga.
Energi itu bisa digunakan untuk mengungkit ekonomi atau mendukung geliat Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di desa.
Penggunaan gas rawa bisa menekan ongkos produksi para pelaku UMKM untuk meraup banyak laba.
“Di sini ada UMKM keripik, kompornya pakai energi gas, jadi lebih hemat," katanya.
Diversifikasi
Sayangnya, potensi besar gas rawa di Desa Bantar belum dikelola secara maksimal.
Selama ini, gas rawa di desa tersebut lebih banyak dipakai untuk kebutuhan dapur atau memasak.
Padahal, bahan bakar alternatif ini bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Termasuk membangkitkan energi listrik.
Dinas ESDM Provinsi Jateng berusaha mengoptimalkan penggunaan gas di desa tersebut agar bisa berdampak lebih luas.
Kepala Cabang Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Serayu Tengah Yohanes Pambudi Hadi mengatakan, pihaknya berusaha mendiversifikasi produk energi gas rawa selain untuk memasak.
Pihaknya melihat Jalan Desa Bantar gulita saat malam. Jalur itu minim pencahayaan dari lampu penerangan jalan.
Dari situ, pihaknya berinisiatif membawa generator set (genset) yang dihidupkan menggunakan gas alam.
Benar saja, sumber energi terbarukan ini mampu menghasilkan energi listrik hingga lampu jalan menyala terang.
"Sebenarnya bisa pakai tenaga surya (PLTS), tapi di sini kan sering mendung. Jadi kita manfaatkan gas rawa sesuai potensi yang ada, " katanya
Tak berhenti di situ. Sumber energi ini akan dimanfaatkan untuk mengeringkan kapulaga.
Mengingat Desa Bantar adalah sentra penghasil kapulaga di Banjarnegara.
Pengeringan kapulaga secara manual di wilayah pegunungan selama ini kerap terkendala cuaca.
Mendung dan hujan kerap melanda.
Pemanfaatan energi gas untuk pengeringan kapulaga bisa jadi solusi atas masalah itu.
Bahan bakar alternatif ini juga akan dimanfaatkan sebagai penggerak pompa air yang selama ini masih menggunakan bahan bakar fosil.
"Bisa untuk pompa. Untuk listrik juga . Kalau sudah jadi listrik, bisa dipakai untuk berbagai keperluan,”katanya.
Energi Hijau Melimpah
Ternyata, potensi gas rawa bukan hanya ada di Desa Bantar.
Pihaknya juga menemukan potensi sama di sejumlah desa lain di Banjarnegara, khususnya di wilayah pegunungan Serayu Utara.
Hanya pemanfaatan gas rawa secara masif baru dilakukan di tiga desa, yakni Desa Bantar Kecamatan Wanayasa, Desa Pegundungan Kecamatan Pejawaran dan Desa Kalibening Kecamatan Kalibening.
Kepala Desa Pegundungan Kecamatan Pejawaran, Murti mengatakan, sudah beberapa tahun terakhir sebagian warganya memanfaatkan gas rawa.
Sumur gas yang ditemukan di beberapa titik disalurkan ke puluhan rumah warga. Lewat CSR yang difasilitasi Dinas ESDM Provinsi Jateng, potensi gas itu bisa dimanfaatkan untuk kemaslahatan warga.
Pemanfaatan gas rawa di Desa Pegundungan ini meringankan beban warga karena pengeluaran untuk membeli LPG berkurang.
"Masyarakat terbantu dengan adanya gas rawa ini, "katanya
Kepala Seksi (Kasi) Energi Cabang Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Serayu Tengah Sigit Widiadi mengatakan, di tiga desa itu, bahan bakar alternatif itu sudah dimanfaatkan warga untuk berbagai keperluan, khususnya memasak.
"Sebenarnya ada banyak titik. Cuma jika mau dikembangkan, kita mempertimbangkan yang potensinya besar. Biar manfaatnya untuk warga luas," katanya
Ia menjelaskan, gas rawa terbentuk melalui proses dekomposisi bahan organik hingga menghasilkan gas metana.
Bisa jadi, tempat munculnya gas tersebut dulunya adalah rawa purba.
Dikatakannya, gas rawa yang dikembangkan di Jawa Tengah adalah bagian dari transisi energi.
Penggunaan gas rawa membantu mengurangi ketergantungan terhadap Liquefied Petroleum Gas (LPG).
Gas rawa juga lebih ramah lingkungan karena rendah emisi karbon.
“Rendah emisi, untuk hidupkan genset gak keluar asap seperti kalau pakai BBM,”katanya
Terlebih jika berhasil diubah jadi tenaga listrik, pemanfaatan gas rawa bisa lebih diperluas.
Di sisi lain, ia mengungkap tantangan pemanfaatan gas rawa adalah pengadaan instalasi yang mahal, khususnya separator.
Selain itu, penggunaan pipa Polyvinyl Chloride (PVC) juga rawan rusak karena faktor alam dan manusia.
“Misal tidak sengaja kena pacul petani, akhirnya pecah dan bocor,”katanya
Untung saja risiko terjadinya insiden akibat penggunaan gas rawa ini kecil. Ia memastikan gas rawa lebih aman dengan risiko ledakan kecil karena tekanan yang rendah di banding LPG.
Penggunaan sumber energi terbarukan, menurut dia, sangat mungkin dilakukan di manapun.
Jika tak memiliki potensi gas rawa, kemandirian energi bisa diwujudkan dengan cara lain.
Sebagian masyarakat saat ini yang sudah mulai memanfaatkan biogas hasil penguraian limbah organik atau kotoran ternak.
Baca juga: 8 Tahun Manfaatkan Gas Rawa, Warga Rajek Grobogan Tak Pusing Elpiji Langka
Sejumlah peternak sapi di Banjarnegara misalnya, kini memiliki digester untuk memproduksi biogas dari kotoran sapi.
3 ekor sapi bisa memproduksi biogas untuk kebutuhan 6 rumah tangga. Biogas biasa dipakai untuk memasak sehingga tak lagi tergantung dengan LPG.
Pemanfaatan energi terbarukan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) juga sudah mulai familiar di masyarakat.
Beberapa Pondok Pesantren di Banjarnegara bahkan sudah berhasil mengaplikasikan PLTS untuk kebutuhan listrik santri.
"Di sini banyak peternak, itu juga potensi biogas. Jadi yang gak punya gas rawa, bisa bikin biogas dari usaha ternak," katanya katanya. (*)
| Energi Hijau yang Bertahan di Tengah Endapan |
|
|---|
| Merawat Serayu, Menjaga Harapan Energi Berkelanjutan |
|
|---|
| Kamar Warga Binaan Rutan Banjarnegara Digeledah Petugas Gabungan, Sejumlah Barang Terlarang Disita |
|
|---|
| Desa Wisata Pagak Banjarnegara Hadirkan Wisata Petik Melon Akhir Pekan Ini |
|
|---|
| Alasan Anas Hidayat Ketua DPRD Banjarnegara Mundur, Ini Respons Partai Demokrat Jateng |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/20251109_Kepala-Cabang-ESDM-Serayu-Tengah-Yohanes-Pambudi-Hadi_1.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.