Pemilu
Bawaslu Bongkar Tantangan Pengawasan Pemilu di Era Big Data, Putusan MK Hingga Politik Uang
Pengawasan Pemilu memasuki fase baru. Jika selama ini pengawas bergantung pada patroli, laporan manual.
Penulis: budi susanto | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Pengawasan Pemilu memasuki fase baru. Jika selama ini pengawas bergantung pada patroli, laporan manual, dan validasi berlapis, kini big data menuntut pendekatan yang lebih kompleks.
Arus informasi dari data pemilih, logistik, laporan digital, hingga dinamika media sosial harus diolah dengan cepat dan tepat.
“Tantangannya bukan sekadar ketersediaan data, tetapi kemampuan mengolah dan menafsirkan data untuk kepentingan pengawasan,” ujar Anggota Bawaslu RI, Paudi, dalam Seminar Nasional di Gedung PKM FISIP Undip Semarang, Selasa (18/11/2025) petang.
Kegiatan tersebut juga dirangkai dengan peluncuran buku “Dinamika Pengawasan, Peran Bawaslu dan Interaksi Kepentingan” yang menggambarkan kondisi pengawasan Pemilu dalam tarik-menarik kepentingan politik dan keterbatasan akses data.
Paudi menjelaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi 135/PUU-XXII/2024 membawa perubahan besar dalam desain Pemilu, seperti penataan ulang daerah pemilihan, reformulasi data pemilih, perubahan model pencalonan, dan penataan ulang tata kelola data.
Menurutnya, redesain Pemilu pasca putusan MK tidak dapat dijalankan tanpa kesiapan data yang kuat, terutama dari sisi pengawasan.
Ia menyebut tiga fokus utama pengawasan Bawaslu, yakni pengawasan pemutakhiran data pemilih, pengawasan penataan daerah pemilihan, dan pengawasan terhadap kesetaraan nilai suara.
Ketiganya membutuhkan literasi data yang memadai agar pengawasan lebih efektif.
Paudi menegaskan bahwa literasi data bukan hanya kemampuan teknis membaca angka, tetapi juga kemampuan membaca pola, mendeteksi potensi pelanggaran, dan memperkuat akuntabilitas laporan.
“Dengan data, kita memahami pola. Dengan memahami kepentingan, kita mengerti konteks pola itu muncul,” katanya.
Beberapa tantangan yang dihadapi pengawas di lapangan menurutnya adalah akses data pemilih yang sering tertutup, resistensi birokrasi, serta lemahnya alat bukti pada kasus politik uang.
Hal ini menunjukkan bahwa data dan kepentingan aktor politik berjalan beriringan, sehingga literasi data menjadi instrumen penting untuk memahami dinamika tersebut.
Sebagai bagian dari penguatan kelembagaan, Bawaslu tengah menyiapkan Debat Hukum Pemilu, forum ilmiah terbuka yang mempertemukan akademisi, praktisi, dan penyelenggara Pemilu.
Forum ini bertujuan mendorong lahirnya paradigma baru dalam penegakan hukum Pemilu dengan menata ulang batas tafsir, memperkuat standar pembuktian, dan memperbaiki mekanisme penanganan pelanggaran.
Paudi menilai literasi data dan pemahaman dinamika kepentingan tidak dapat dipisahkan. Tanpa pemahaman politik lapangan, pengawasan akan teknokratis dan kering konteks.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/SEMINAR-NASIONAL-Sejumlah-civitas-dan-mahasiswa.jpg)