Gaya Dokter Gadungan Asal Sragen, Pantas Warga Sekitar Terbius, Kaget saat Jatidirinya Terbongkar
Tak heran jika warga sekitar terkejut kalau ia adalah dokter palsu lulusan SMA yang belajar kesehatan dari internet
TRIBUNJATENG.COM, BANTUL - Dokter gadungan inisial FE (26), warga Sragen, Jawa Tengah, yang tinggal di Padukuhan Pedusan, Kalurahan Argosari, Kapanewon Sedayu, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta menggegerkan warga sekitar.
FE yang tinggal di wilayah tersebut sejak 2023 bersosialiasi baik dengan warga.
Ia juga memiliki bimbingan belajar.
Selain itu FE membuka layanan periksa kesehatan gratis.
Tak heran jika warga sekitar terkejut kalau ia adalah dokter palsu lulusan SMA yang belajar kesehatan dari internet.
Salah satunya yakni perangkat desa/kalurahan setempat.
Baca juga: Viral di Bumiayu Brebes, 2 Anggota Perguruan Pencak Silat Ditikam Anak jalanan
Salah satunya perangkat desa setempat, Bagus (nama samaran), mengaku tak menyangka bahwa warganya ada yang menjadi dokter gadungan.
Ia pun merasa kaget dengan adanya kejadian tersebut.
"Yang pertama jelas kaget. Tapi, yang jadi pokok permasalahan itu, FE dan suaminya memiliki status nikah siri.
Kalau nikah siri, kami kan susah untuk melacaknya kan, mbak.
Kalau misalnya masing-masing mereka mencar ya udah repot," ucapnya, kepada Tribunjogja.com, saat dijumpai di rumahnya yang berada di Padukuhan Pedusan, Jumat (19/9/2025).
Menurutnya, hal itu menjadi bahan evaluasi bersama oleh sejumlah belah pihak.
Ia pun menegaskan agar tidak boleh lagi warga setempat menerima pendatang dengan status yang nikah siri.
Selain itu, ia berharap kepada masyarakat ataupun pendatang, apabila memiliki dan membuka usaha kesehatan, setidaknya memiliki sertifikasi yang jelas.
Setidaknya, FE dan suaminya bisa menunjukkan status layak menjadi dokter atau mempunyai izin praktek.
"Dia (FE) sekolah (kedokteran) saja, enggak. Tapi, pendekatan dia ke warga bagus, adaptasi lingkungan bagus. Jadi, warga sudah sangat-sangat percaya. Apalagi, lansia-lansia kayak gitu jadi percaya," tutur Bagus.
Di sisi lain, ia mengaku tidak tahu soal runtut usaha yang dilakukan oleh pelaku.
Pasalnya, selain menjadi dokter gadungan, pelaku juga menjadi pemilik bimbingan belajar.
Pelaku juga pernah melakukan sosialisasi tentang Kesehatan dan sosialisasi bahwa FE sebagai dokter di lingkungan Bagus.
"Jadi, kalau mau periksa kesehatan gratis, bisa di sana (tempat pelaku FE). Dia buka Bimbel juga. Itu yang bikin repot. Dan yang bersangkutan kurang lebih ada di sini sejak tahun 2023.," ujarnya.
Bagus pun mengaku tidak tahu sama sekali terkait kehidupan FE dan keluarga FE.
Sebab, sejak tahun 2023 tiba di Pedusan, FE sekeluarga belum pernah datang dan laporan ke tempat Bagus.
Di sisi lain, Bagus sudah selalu mengimbau apabila terdapat warga baru atau pendatang, setidaknya laporan ke Bagus. Tujuannya, agar Bagus tahu identitas dan latar belakang warga pendatang yang ada.
"Pas penggerebekan kemarin saya di rumah. Saya juga dihubungi pihak keamanan desa dan Polsek setempat. Cuma, ketika dimintai keterangan, ya saya tidak tahu. Karena, memang yang bersangkutan tidak sowan ke saya, jadi saya tidak tahu," bebernya.
Kronologi Kasus
Kasat Reskrim Polres Bantul, AKP Achmad Mirza, menjelaskan bahwa kasus ini berawal pada Juni 2024.
Saat itu, seorang warga berinisial J mencari terapi untuk anaknya.
Lewat perantara tantenya, J kemudian diarahkan ke tempat praktik milik FE di Pedusan, Kalurahan Argodadi, Kapanewon Sedayu.
"Akhirnya, korban mendaftar dalam program terapi tersebut. Korban diminta membayar uang senilai Rp 15 juta kepada tersangka.
"Setelah beberapa minggu, FE memberitahu bahwa anak korban terkena Mythomania dan korban diminta membayar biaya tambahan sebesar Rp 7,5 juta," terang Mirza dalam konferensi pers, Kamis (18/9/2025), dilansir dari Tribun Jogja.
Kasus terus berlanjut. Pada Agustus 2024, korban diminta menyetorkan uang jaminan pengobatan sebesar Rp 132 juta.
Lalu, pada November 2024, korban kembali diminta membayar Rp 7,5 juta untuk terapi psikologi, ditambah Rp 46,95 juta yang disebut sebagai uang talangan.
Bahkan, sertifikat tanah atas nama ayah korban ikut dijadikan jaminan.
"Pada Februari 2025, tersangka memvonis korban menderita penyakit HIV dan menawarkan pengobatan dengan biaya Rp 320 juta.
Vonis itu didapatkan dari hasil sampel pengambilan darah korban sekeluarga pada waktu pemeriksaan anak korban.
Sekitar Juli 2025, korban diminta untuk membayar Rp 10 juta dengan iming-iming deposit anak korban turun/cair," tambahnya.
Pada September 2025, korban mencoba memastikan status FE ke RSUP dr. Sardjito.
Hasilnya, nama FE tidak tercatat sebagai tenaga medis.
Korban juga memeriksakan diri ke RS PKU Gamping dan dinyatakan negatif HIV.
Setelah itu, kasus dilaporkan ke Polres Bantul.
Penangkapan Pelaku
Setelah menerima laporan, Unit Tipidter Polres Bantul melakukan penyelidikan.
Hingga akhirnya, pada Jumat (5/9/2025), polisi mendapati FE sedang berada di lokasi praktiknya dan langsung mengamankannya.
Polisi menyita sejumlah barang bukti, antara lain baju dokter, telepon, dan vitamin.
Dalam pemeriksaan, FE mengaku hanya lulusan SMA dan meniru gaya dokter dari internet.
"Belum pernah (kuliah kedokteran)," ujar Mirza menirukan pengakuan tersangka.
FE juga mengaku membeli peralatan medis dari apotek.
Uang hasil penipuan disebut sudah habis untuk kebutuhan sehari-hari.
Modal Belajar dari Internet
Kasat Reskrim Polres Bantul, AKP Achmad Mirza, mengungkapkan tersangka FE menjalankan praktik bermodalkan informasi yang dipelajari dari internet.
Ia melengkapi diri dengan atribut medis, perlengkapan dokter, hingga obat-obatan.
"Tersangka sudah pernah mengambil sampel darah, menyuntik, menginfus, dan dalam kandungan infus itu ada obat.
"Tersangka juga pernah ngasih obat, bukan memberi resep. Jadi (setelah pemeriksaan kesehatan), tersangka langsung ngasih obat," jelas Mirza dalam konferensi pers di Mapolres Bantul, Kamis (18/9/2025).
Dari keterangan polisi, uang hasil kejahatan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari tersangka.
FE dikenal sebagai dokter di lingkungan tempat tinggalnya karena memiliki usaha bimbingan belajar, sehingga masyarakat sekitar percaya ia benar seorang tenaga medis.
"Jadi, warga sana, tahunya tersangka adalah dokter," tambah Mirza.
Meski demikian, praktik yang dijalankan tidak memiliki papan nama atau keterangan resmi sebagai klinik, sehingga hanya diketahui oleh orang-orang di sekitar.
Dalam kesempatan yang sama, tersangka FE mengaku nekat menjalani profesi gadungan itu karena terobsesi dengan cita-citanya sejak kecil.
"Dulu cita-cita saya dokter, pak. Jadi sempet khilaf. Maaf," ungkap FE.
Ia juga menuturkan bahwa setelah lulus SMA, ia tidak pernah mengenyam pendidikan kedokteran.
Seluruh pengetahuannya diperoleh dari internet, termasuk cara menggunakan alat medis.
"Saya baru ngambil darah saja (kepada korban)," ucap FE.
Ancaman Hukuman
Kini FE mendekam di Polres Bantul untuk penyidikan lebih lanjut.
Atas perbuatannya, ia dijerat Pasal 378 KUHP tentang penipuan dengan ancaman maksimal 4 tahun penjara, serta Pasal 439 dan Pasal 441 UU Nomor 17 Tahun 2023 yang mengatur sanksi pidana hingga 5 tahun penjara atau denda Rp500 juta. (Tribun Jogja)
Permintaan Maaf Wahyudin Moridu Anggota DPRD Gorontalo Ngaku Ingin Rampok Uang Negara Bersama Hugel |
![]() |
---|
Viral di Bumiayu Brebes, 2 Anggota Perguruan Pencak Silat Ditikam Anak jalanan |
![]() |
---|
Polisi Bunuh Polisi, Sandiwara Briptu Rizka Terbongkar, Ternyata Pelaku Pembunuhan Brigadir Esco |
![]() |
---|
Jamaah Masjid Al Hidayah Terima Paket Jumat Berkah Polres Sragen |
![]() |
---|
Program 'Keluarga Cemara' Kota Semarang Mulai Berjalan, Ini Respon Para Ibu |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.