Tribunjateng Hari ini
1.747 Orang Ditangkap dalam Demo di Jateng, Dirreskrimum Polda Bilang Lanjut Proses Penyelidikan
Polda Jawa Tengah menangkap sebanyak 1.747 orang buntut sejumlah aksi demonstrasi di berbagai daerah.
Penulis: Moh Anhar | Editor: M Syofri Kurniawan
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Polda Jawa Tengah menangkap sebanyak 1.747 orang buntut sejumlah aksi demonstrasi di berbagai daerah selama rentang waktu 29 Agustus hingga 1 September 2025.
Dari ribuan orang yang ditangkap tersebut, sebanyak 1.058 orang di antaranya merupakan anak-anak.
Penangkapan ribuan orang itu hanya berujung 46 orang ditetapkan sebagai tersangka terdiri dari 27 dewasa dan 19 anak-anak.
Sisanya sebanyak 1.694 orang dipulangkan.
Namun, Polda Jateng membantah pemulangan tersebut karena salah tangkap atau penangkapan secara serampangan.
"Tidak (salah tangkap) mereka ditangkap oleh petugas yang ada di lapangan saat berada di lokasi kejadian," jelas Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jateng Kombes Pol Dwi Subagio di Mapolda Jateng, Selasa (02/09/2025).
Selepas penangkapan itu, Dwi menyebut, pihaknya melakukan penyelidikan untuk memperkuat apakah yang bersangkutan ini melakukan atau tidak.
"Jadi proses masih berjalan dan kemungkinan bisa jadi akan ada penambahan-penambahan para tersangka yang lainnya," bebernya.
Baca juga: Fakta-fakta Pengembalian Barang Jarahan di Pekalongan, Mayoritas Pelaku Masih Pelajar
Baca juga: Polres Jepara Amankan Pelaku Kerusuhan Usai Aksi Damai, Ini Tersangka dan Barang Buktinya
Berdasarkan data dari Polda Jateng, Polres yang paling banyak melakukan penangkapan adalah Polres Grobogan dengan jumlah orang yang ditangkap sebanyak 238 orang (53 dewasa, 185 anak-anak), Polres Brebes 163 orang (92 dewasa, 71 anak-anak), Polrestabes Semarang sebanyak 135 orang (60 dewasa, 75 anak-anak).
Berikutnya, Polres Temanggung menangkap sebanyak 99 orang (82 dewasa, 17 anak-anak), Polresta Surakarta atau Solo sebanyak 74 orang (43 dewasa dan 31 anak-anak).
Sisanya ditangkap oleh sejumlah 14 Polres lain yang masing-masing menangkap sekitar 2 hingga 40 orang.
Meskipun begitu, jumlah tangkapan yang paling banyak dilakukan oleh Polda Jateng yakni sebanyak 420 orang meliputi 124 dewasa dan 296 anak-anak.
"Untuk orang yang diamankan di Polda Jateng berasal dari Kota Semarang, Demak dan Ungaran (Kabupaten Semarang)," kata Dwi.
Menurutnya, penangkapan oleh pihaknya diterbitkan dua laporan meliputi kasus demonstrasi pada Jumat 29 Agustus 2025 dan Sabtu 30 Agustus 2025.
Ia merinci, pada kasus tanggal 29, ada dua tersangka tetapi kedua orang ini belum ditangkap. Kedua tersangka ini diduga melakukan pembakaran mobil dan penyerangan Mapolda Jateng.
"Kami masih melengkapi alat buktinya, soal identitas sudah kami kantongi," bebernya.
Sedangkan untuk tanggal 30 Agustus, pihaknya menetapkan tujuh tersangka mencakup satu tersangka dewasa berinisial MRA (19) warga Demak.
Tersangka MRA dihadirkan langsung saat konferensi pers di Mapolda Jateng, Kota Semarang, Selasa (02/09/2025) sore.
Berpakaian tahanan warna biru, MRA yang merupakan remaja putus sekolah hanya bisa tertunduk.
Kemudian untuk enam tersangka anak-anak meliputi AF (15) dan MNF (15), keduanya warga kota Semarang.
Adapun tersangka MFA (17), MSK (17), RAP (16) ketiganya warga Demak. Para tersangka anak ini tidak ditahan.
Baca juga: Waspada Kemarau Basah! Ini Penyakit yang Mengintai dan Cara Mencegahnya
Baca juga: Fakta-fakta Pengembalian Barang Jarahan di Pekalongan, Mayoritas Pelaku Masih Pelajar
"Tujuh tersangka dijerat pasal 212 dan atau pasal 214 yaitu perlawanan terhadap pejabat negara yang sedang melaksanakan tugas secara sah. Pasal 212 ancaman 1 tahun 4 bulan. Sedangkan pasal 214 adalah 7 tahun," tuturnya.
Motif Penyerangan
Dwi mengungkapkan, motif para tersangka melakukan penyerangan terhadap kepolisian karena terhasut oleh ajakan di media sosial.
Oleh karena itu, pihaknya bekerjasama dengan Direktorat Reserse Siber Polda Jateng untuk menelisik akun-akun yang melakukan penyebaran ajakan tersebut.
"Rata-rata mereka terpengaruh ajakan dari media sosial. Direktorat Siber masih dalam proses identifikasi dan analisa akun-akun tersebut," terangnya.
Sementara Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jateng Kombes Pol Artanto mengatakan, mayoritas para remaja yang ditangkap terhasut oleh ajakan dari media sosial Tik Tok.
"Ada beberapa akun yang sudah kami kantongi, sedang dalam penyelidikan," katanya.
Penangkapan serampangan
Sebelumnya, TribunJateng.com memberitakan, Tim Hukum Solidaritas untuk Demokrasi (Suara Aksi) menilai Polda Jawa Tengah melakukan tindakan salah tangkap terhadap ratusan anak di Kota Semarang. Tak sekedar salah tangkap, polisi juga menghalangi pendampingan hukum kepada para remaja tersebut.
Anggota Tim Hukum Suara Aksi, Fajar M Andhika menyebut, terdapat 475 orang ditangkap oleh Polda Jawa Tengah kurun waktu 29-30 Agustus 2025. Dari jumlah itu, sebanyak 320 orang telah dilakukan pemeriksaan lalu dibebaskan. Sementara ada sebanyak 155 orang masih belum dilakukan proses pemeriksaan.
"Mayoritas yang ditangkap adalah para remaja," ungkapnya dalam keterangan tertulis, Senin (01/09/2025).
Menurut Andhika, proses penangkapan ratusan remaja tersebut dilakukan secara serampangan.
Pihaknya mencatat ada sejumlah pelanggaran dalam proses penangkapan hingga pemeriksaan.
Ia merinci, pelanggaran pertama adalah penangkapan dilakukan secara represif oleh polisi berpakaian preman dengan cara sweeping di beberapa titik di Kota Semarang dan di depan Mapolda Jateng.
Sasaran polisi adalah remaja yang nongkrong atau sekedar melintas.
"Para remaja tersehut diberhentikan paksa hingga ada yang jatuh dari motor. Selepas itu polisi memukulinya," bebernya.
Selepas ditangkap secara serampangan, ratusan remaja tersebut tidak diberikan akses bantuan hukum.
Tim hukum telah berulang kali mendatangi Polda Jateng untuk memberikan pendampingan, tetapi upaya tersebut buntu karena dihadang petugas kepolisian di depan pintu gerbang Mapolda Jateng.
Andhika menyebut, alasan Polda Jawa Tengah melarang tim hukum untuk memberikan bantuan hukum karena sedang melakukan pendataan.
Para petugas jaga di Mapolda Jateng enggan membukakan pintu dengan dalih atas instruksi dari pimpinan.
Padahal tindakan pemeriksaan dengan dalih pendataan tidak dikenal dalam KUHAP. Ini juga menujukkan polisi tidak profesional melakukan pemeriksaan hukum terhadap masyarakat.
"Tindakan tersebut merupakan pelanggaran KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) dan HAM (Hak Asasi Manusia)," paparnya.
Andhika menyebutkan pula soal pelanggaran lainnya, yakni penahanan para remaja yang
lebih dari 1x24 jam dan tindakan penelantaran. Ratusan remaja tersebut ditangkap pada 29 Agustus dan 30 Agustus 2025, Polda Jawa Tengah berjanji akan membebaskan korban salah tangkap ini pada 31 Agustus 2025 pukul 09.00 WIB.
Faktanya, Polda Jawa Tengah baru membebaskan korban salah tangkap ini pada 31 Agustus 2025 pukul 17.00.
Bahkan ada yang baru keluar dari Mapolda Jateng pukul 18.00.
Selama proses tersebut, mereka tidak diberi makan secara cukup dan diduga mendapatkan tindakan kekerasan selama proses penangkapan serta pemeriksaan. Di samping itu, ada beberapa handpone korban salah tangkap yang sampai saat ini belum dikembalikan.
"Kapolda Jawa Tengah harus meminta maaf kepada pelajar dan orang tua korban salah tangkap serta meminta maaf kepada masyarakat atas tindakan anak buah yang melakukan tindakan refresif," ungkapnya.
Selain menuntut Kapolda Jateng Irjen Ribut Hari Wibowo meminta maaf, Andhika meminta pula Komnas HAM, Komnas Perempuan, Kementerian PPA, Komisi Perlindungan Anak dan Ibu, Komisi Nasional Disabilitas, supaya mendorong institusi kepolisian menghentikan tindakan yang sewenang-wenang dan membebaskan massa yang ditangkap.
"Kami meminta institusi kepolisian agar menghentikan tindakan brutal, menghentikan sweeping, dan penangkapan tanpa dasar," ujarnya. (Iwan Arifianto)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.