Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Tribunjateng Hari ini

Tersandung Kredit Rp 1,4 M dengan Agunan Tanah Kas Desa, Kades Berdalih Buat Bangun Gedung Serbaguna

Kepala Desa Randusari, Satu Budiyono nekat mengubah kepemilikan Tanah Kas Desa (TKD) menjadi atas namanya pada 2014.

Penulis: Moh Anhar | Editor: galih permadi
Tribunjateng/bramkusuma
Jateng Hari Ini, Sabtu, 6 September 2025 

TRIBUNJATENG.COM, BOYOLALI - Kepala Desa Randusari, Satu Budiyono nekat mengubah kepemilikan Tanah Kas Desa (TKD) menjadi atas namanya pada 2014.

Lalu, ia mencari pinjaman bank milik pemerintah daerah senilai Rp 1,4 miliar dengan jaminan tanah kas desa tersebut.

Karena pinjaman itu gagal bayar, jaminan tanah kas desa tersebut kini ditawarkan bank untuk dilelang.  

Satu Budiyono mengatakan, tindakan mengubah nama sertifikat tanah kas desa bermula dari keinginannya membuat gebrakan program usai dilantik jadi Kades Randusari pada 2014 dengan membuat bangunan gedung serbaguna.

Saat itu, sertifikat tanah kas desa masih atas nama orang lain.

Baca juga: 6 Bulan Siswa Belajar di Ruangan Sempit, Rehab SDN 2 Purwosari Kudus Masih Terkendala Proses Lelang

TANAH KAS DESA - Tanah Kas Desa Randusari, Boyolali yang menjadi agunan utang Kades Satu Budiyono di Bank Jateng. Satu Budiyono mengambil utang Rp 1,4 miliar dan kini gagal bayar.
TANAH KAS DESA - Tanah Kas Desa Randusari, Boyolali yang menjadi agunan utang Kades Satu Budiyono di Bank Jateng. Satu Budiyono mengambil utang Rp 1,4 miliar dan kini gagal bayar. (IST)

Satu pun lalu membawa sertifikat itu ke bank milik pemerintah. Tanah kas desa seluas lebih dari 5 ribu meter persegi itu menjadi jaminan utang bank Rp 1,4 miliar.

Dia mengaku sengaja mensertifikatkan tanah kas desa atas namanya agar bisa dijadikan agunan bank.

"Nah waktu itu, pada proses pembangunan gedung serbaguna. Pembangunan gedung serbaguna tidak menggunakan dana APBDes," kata Satu.

Dia dan sekdes saat itu, kemudian sepakat untuk membuat satu dari 4 bidang tanah yang dimiliki banda desa diatasnamakan dirinya, lalu dijadikan agunan bank.

"Waktu itu tanggung jawab saya pribadi. Waktu itu saya pinjem sekitar Rp 1 Miliar," ujarnya.

Ia menyebutkan, gagal bayar karena kondisi ekonominya terpuruk saat pandemi.

"Dulu pembayaran lancar. Waktu Pandemi 2022 bisa dibilang bangkrut sehingga tidak bisa mengangsur kewajiban membayar cicilan. Utang plus bunganya malah tambah besar. Kalau dihitung pokok sama bunganya itu kini masih Rp 1,8 miiliar," ujarnya.

Sedianya, dari informasi pihak bank, tanah tersebut dijadwalkan dilelang pada pertengahan Agustus lalu. Namun, karena dia meminta kelonggaran dan menyatakan kesanggupannya, pihak bank akhirnya mau menunda lelang tersebut. 

"Saya diberi kesempatan untuk melunasi," tambahnya.

Dia pun blak-blakkan, sejak awal tak ada niatan untuk ngemplang utang.

Dia mengaku punya 9 aset yang siap dijual untuk menutup utang plus bunganya tersebut. 

Namun dari 9 aset itu, belum ada satu pun yang laku.

“Karena waktu itu proyek gedung serbaguna yang dilaksanakan kepala desa periode sebelumnya tidak selesai-selesai, akhirnya saya teruskan pembangunannya,” ujarnya.

Budiyono menegaskan, pembangunan gedung serbaguna yang berada di kompleks kantor desa itu sama sekali tidak menggunakan dana APBDes.

Ia memanfaatkan pendapatan asli desa serta bantuan pihak ketiga, terutama dari sejumlah pabrik yang berdiri di wilayah Randusari.

“Bantuan dari pabrik saat itu saya hitung sekitar Rp 750 juta. Jumlah dana itu masih kurang, akhirnya saya ambil risiko, saya sertifikatkan tanah kas desa, lalu ajukan pinjaman di bank,” ungkapnya. 

Baca juga: TNI Ungkap Narasi Bohong Anggotanya Ditangkap Polisi saat Demonstrasi Ricuh

Sebagai informasi, sejarah tanah kas desa tersebut berawal tahun 1980-an, salah satu yayasan membangun sekolah swasta di pinggir jalan Semarang-Solo.

Lahan yang digunakan untuk sekolah itu merupakan tanah kas desa Randusari. Selanjutnya, yayasan menyediakan tanah pengganti untuk tukar guling.

Ada empat bidang tanah yang dijadikan tanah pengganti. Hanya saja saat itu, tanah pengganti itu tak langsung disertifikatkan atas nama pemerintah desa.

Pemerintah desa baru mencatat tanah pengganti itu sebagai banda desa (aset desa). (Woro Seto)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved