Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Tribunjateng Hari ini

Jejak Aktivitas PKI di Jalan Belimbing Raya, Tsabit Ungkap Gerakan Kiri yang Pernah Kuat di Semarang

Rumah sederhana didominasi warna krem itu di kawasan Jl Belimbing Raya No. 34, menyimpan cerita kelam.

Penulis: Moh Anhar | Editor: galih permadi
Tribunjateng/bramkusuma
Jateng Hari Ini Rabu 1 Oktober 2025 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Bangunan masih berdiri kokoh usai direvitalisasi beberapa tahun lalu, rumah sederhana didominasi warna krem itu di kawasan Jl Belimbing Raya No. 34, Kelurahan Peterongan, Semarang Selatan.

Dari luar, bangunan itu tak berbeda dengan deretan rumah tetangga lain sederhana, teduh, dan sepi.

Rumah sederhana itu saat ini menjadi markas Ranting 4 Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Semarang dan ditinggali oleh Kapten CPM (Purnawirawan) Sanjoto.

Namun dahulunya pernah menjadi markas ranting Partai Komunis Indonesia (PKI) Semarang, partai politik yang pada masanya begitu perkasa, lalu lenyap seketika pasca 1965.

Tsabit Azinar Ahmad, sejarawan Universitas Negeri Semarang (Unnes), menyebut rumah di Belimbing itu pernah disebut sebagai pusat aktivitas PKI.

Tidak banyak yang tahu, Kota Semarang pernah menjadi rahim lahirnya PKI.

Kota pelabuhan yang ramai dengan lalu lintas perdagangan ini bukan hanya tempat lalu lalang barang dan manusia, tapi juga ide-ide baru yang radikal pada zamannya.

“Ketua pertama PKI itu kan Semaun. Nah, dia juga sekaligus ketua Syarikat Islam di Semarang. Jadi memang awal mula dekat sekali hubungan SI dengan komunisme, khususnya di kota ini,” jelas Tsabit.

Beda dengan Syarikat Islam di Solo yang basisnya pedagang atau di pedalaman Jawa yang digerakkan para penghulu, SI di Semarang justru dekat dengan kaum buruh. 

Semaun, yang sempat bekerja di kereta api, aktif di VSTP (Serikat Buruh Kereta Api dan Trem). Dari situlah benih-benih radikalisme buruh berkembang.

“Gerakan SI di Semarang itu unik. Basisnya buruh, sehingga aksi yang paling sering muncul ya pemogokan. Inilah yang kemudian membuatnya lebih mudah bersentuhan dengan gagasan-gagasan komunisme yang diperkenalkan tokoh Belanda, Sneevliet,” papar Tsabit.

Kedekatan Semaun dengan Sneevliet di Surabaya berlanjut hingga Semarang, membuatnya aktif pula di ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging).

Pada masa itu, keanggotaan ganda masih lumrah. Jadi, seorang tokoh bisa sekaligus menjadi pengurus SI, aktivis buruh, sekaligus anggota ISDV.


SI Merah vs SI Putih
Situasi berubah pada 1920-an ketika SI pecah menjadi dua SI Putih yang lebih religius, dan SI Merah yang condong ke komunisme. 

“Ada disiplin partai. Jadi orang harus memilih, tetap di SI atau di partai lain. Pecahnya itu di Semarang, walaupun keputusan resminya di Surabaya,” jelas Tsabit.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved