Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Jejak Api di Rumah PoHan: Menyusuri Arsip 80 Tahun Pertempuran Lima Hari di Semarang

Pameran arsip bertajuk Ketika Api Menyala di Kota Lama Semarang ini menjadi ruang perenungan bagi siapa pun yang menjejak di dalamnya. 

Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: deni setiawan
TRIBUN JATENG/REZANDA AKBAR
PAMERAN ARSIP - Pengunjung melihat koleksi pameran Ketika Api Menyala di Semarang, 80 Tahun Pertempuran 5 Hari di Semarang di Rumah PoHan Kota Lama Semarang, Minggu (12/10/2025). 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Langkah Zacky Surya terhenti di lantai dua Rumah PoHan, Kota Lama Semarang, Minggu (12/10/2025).

Di depan matanya tergantung lembaran-lembaran koran tua, sebagian berbahasa Indonesia dengan ejaan lama dan Inggris, koran itu memuat berita tentang kota yang ia pijak yakni Pertempuran Lima Hari di Semarang, Oktober 1945.

Arsip koran jaman dulu dan foto-foto hitam putih dipajang di gedung itu, mulai dari arak-arakan jenazah, pasukan dengan tanknya yang bersiaga, bekas bangunan hotel yang rusak, foto tumpukan jenazah orang Jepang di penjara bulu, tokoh berpengaruh dalam tragedi itu dan lain sebagainya.

Baca juga: 450 Runners Ikuti Fun Run 8K Lari Sama Mantan 2025 yang Digelar Hotel Dafam Semarang

“Melihat arsip-arsip ini seperti terbawa ke masa itu,” katanya Zacky kepada Tribunjateng.com, Minggu (12/10/2025).

Pameran arsip bertajuk Ketika Api Menyala di Semarang ini menjadi ruang perenungan bagi siapa pun yang menjejak di dalamnya. 

Di kertas tua yang terpajang dan cahaya redup bangunan kolonial, pengunjung diajak menyusuri jejak kota yang pernah berdarah mempertahankan kemerdekaannya.

“Cerita sejarah perang lima hari ini sangat informatif, ada foto-foto jadulnya juga, terus cerita lini masanya dari awal sampai akhir dengan bahasa yang mudah dipahami jadi semakin mudah untuk mencerna,” tuturnya.

Kurator pameran, Kesit Widjanarko menjelaskan bahwa peristiwa 14–19 Oktober 1945 itu bukan sekadar catatan lokal, melainkan bab besar dalam sejarah revolusi Indonesia. 

“Pertempuran di Semarang adalah bentrokan akbar pertama antara rakyat dan militer asing setelah proklamasi. Di sini rakyat dan tentara Republik berdiri sejajar, memanggul senjata dan harapan yang sama,” ujarnya.

Pameran ini diinisiasi bukan sekadar sebagai ruang arsip, tetapi juga ruang dialog lintas disiplin mempertemukan akademisi, pegiat sejarah, jurnalis, dan seniman. 

Kolaborasi itu, kata Kesit, menjadi cara menjaga ingatan kolektif agar tidak kaku dalam bentuk teks belaka. 

“Sejarah kota bukan milik satu pihak, melainkan hasil pertemuan berbagai upaya yang saling mengisi,” tambahnya.

Baca juga: Dinas Pendidikan Kota Semarang Melaju ke Semifinal Kejuaraan Bulutangkis Antar Koorporasi & Instansi

Isi utama pameran menyoroti koran-koran langka yang terbit tepat di sekitar hari-hari pertempuran. 

Lembar-lembar itu menampilkan berita perjuangan, kesaksian, hingga retorika kemerdekaan yang kala itu dikonsumsi masyarakat. 

Sebuah sumber primer yang kini jarang tersentuh, sekaligus pengingat betapa hidupnya Semarang di tengah kobaran revolusi.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved