Wonosobo Hebat

TKD Turun Rp64 Miliar, Kepala BPPKAD Wonosobo: Kami Berupaya Jaga Keseimbangan

TRIBUN JATENG/IMAH MASITOH
JAGA KESEIMBANGAN - Kepala BPPKAD Kabupaten Wonosobo, Tri Antoro. Pemkab Wonosobo berupaya untuk senantiasa menjaga keseimbangan sebagai imbas turunnya dana transfer ke daerah tahun depan yang nilainya bisa mencapai Rp64 miliar. 

TRIBUNJATENG.COM, WONOSOBO - Pemkab Wonosobo menghadapi penurunan Dana Transfer ke Daerah (TKD) pada tahun anggaran 2026. 

Kepala BPPKAD Kabupaten Wonosobo, Tri Antoro menjelaskan, pengurangan ini merupakan dampak langsung dari kebijakan efisiensi nasional yang diatur melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025.

Dia menegaskan bahwa efisiensi menjadi dasar utama perubahan struktur pendapatan daerah. 

Tri Antoro memaparkan, Dana Bagi Hasil Pajak mengalami penurunan tajam. 

Baca juga: Tahap Akhir Penilaian Satyalancana, Bupati Afif Paparkan Inovasi dan Prestasi Wonosobo

“Pada 2025 dapat Rp18,6 miliar. Informasi dana transfer ke daerah 2026 hanya Rp7,7 miliar. Berarti ada penurunan sekira Rp10,8 miliar,” ujarnya, Jumat (31/10/2025).

Penurunan juga terjadi pada Dana Alokasi Umum (DAU) yang semula Rp843,6 miliar menjadi Rp832,9 miliar atau berkurang sekira Rp10,7 miliar.

Sementara Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik justru mengalami sedikit peningkatan, dari Rp15,3 miliar menjadi Rp16,7 miliar. 

Namun DAK non fisik turun dari Rp334 miliar menjadi Rp325 miliar atau berkurang sekira Rp8,7 miliar. 

Dana desa yang langsung dialirkan ke desa-desa turun cukup besar dari Rp235 miliar menjadi Rp200 miliar.

Secara keseluruhan, Tri menyebut, pendapatan dari transfer daerah yang semula mencapai Rp1,447 triliun setelah efisiensi kini menjadi Rp1,383 triliun. 

“Turunnya itu Rp64 miliar atau 4,44 persen,” ujarnya. 

Menurut Tri Antoro, tren penurunan dana transfer tidak hanya terjadi di Wonosobo, tetapi juga merata secara nasional. 

Dia menyebut bahwa sebagian dana dari DAU dialihkan ke Kementerian dan lembaga untuk disalurkan kembali ke daerah melalui kegiatan strategis. 

“Penurunan ini istilahnya pengalihan,” ucapnya.

Baca juga: Tiga Karya Budaya Wonosobo Resmi Ditetapkan Sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2025

Pengalihan dana ini bertujuan untuk mendukung program-program strategis nasional seperti Sekolah Rakyat dan Koperasi Desa Merah Putih, yang juga harus didukung oleh pemerintah daerah.

Meski demikian, pihaknya memastikan bahwa efisiensi tidak boleh mengganggu pelayanan dasar kepada masyarakat. 

Belanja pegawai tetap menjadi prioritas utama, diikuti kebutuhan operasional seperti listrik, air, dan alat tulis kantor. 

“Ledeng listrik kalau kira-kira tidak perlu pakai, kami matikan dulu. Makan-minum, mungkin snack-snack saja, nggak usah makan,” ucapnya memberikan gambaran.

Dia menambahkan bahwa kegiatan operasional yang bersifat administratif akan ditunda sementara.

Prioritas belanja modal akan difokuskan untuk rakyat dan pelayanan dasar seperti bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, serta alokasi untuk dana tidak terduga mengantisipasi bencana.

“Pelayanan kepada masyarakat jangan sampai terhambat, itu kuncinya,” tegasnya.

Tri juga menyinggung tentang ketergantungan tinggi Wonosobo terhadap dana transfer, yang mencapai lebih dari 80 persen dari total pendapatan daerah. 

Karena itu, ruang fiskal untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD) masih terbatas. 

“Kalau pendapatan belum mampu naik, setidak-tidaknya belanjanya yang dikurangi, yang prioritas dulu,” katanya.

Baca juga: Harmoni Budaya Wonosobo, Kolaborasikan Pertunjukan Wayang, Bundengan, dan Tari Khas di TMII Jakarta

Dia menyebut belum bisa memastikan proyek apa saja yang akan terdampak penurunan ini mengingat upaya penyesuaian anggaran kini tengah dibahas di Badan Anggaran DPRD. 

Setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) diminta melakukan pemetaan dan pengurangan secara mandiri agar pemangkasan lebih tepat sasaran, serta berinovasi dalam menyiasati efisiensi anggaran.

Menyinggung terkait realisasi APBD 2025, Tri Antoro menyebut secara keseluruhan berada di angka 70-80 persen. 

Tantangan utama di lapangan, khususnya untuk belanja fisik, adalah masalah proses lelang, namun ia optimis rata-rata pekerjaan fisik akan selesai pada pertengahan Desember 2025.

“Kalau memang tidak bisa dilaksanakan, lebih baik tidak dilaksanakan dulu, disisakan untuk tahun berikutnya,” ujar Tri Antoro.

Dengan situasi fiskal yang menantang ini, Pemkab Wonosobo berupaya menjaga keseimbangan antara efisiensi dan pelayanan publik. 

Tri menegaskan, langkah pengetatan ini bukan semata penghematan, melainkan bentuk tanggung jawab agar pemerintahan tetap berjalan. 

“Yang penting pemerintahan berjalan. Melayani masyarakat, berjalan,” tandasnya. (*)