Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Kartel Ayam Jawa Tengah

Para Peternak Ayam di Jateng Merugi Puluhan Juta Akibat Permainan Kartel Ayam

Kartel di tingkat hulu dilakukan oleh dua perusahaan besar yang menguasai 65 persen penjualan pakan ternak.

Editor: a prianggoro
Shutterstock/kompas.com
Ilustrasi - Daging ayam 

#Dua Perusahaan di Jateng Diduga Terlibat Kartel Ayam

TRIBUNJATENG.COM - Suara Suwignyo terasa berat saat menceritakan kondisi peternakan ayamnya. Warga Purwodadi, Kabupaten Grobogan itu merugi puluhan juta rupiah.

Para perternak di Jawa Tengah, termasuk, Suwignyo, menduga kerugian mereka akibat permainan kartel ayam, yang kini tengah diinvestigasi oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Suwignyo memanen ayam Joper (Jowo Super) miliknya pada pertengahan Februari lalu.

"Hitungan saya, tiap ekor ayam merugi Rp 2.700," katanya kepada Tribun Jateng, pekan lalu.

Ia mempunyai tiga kandang ayam dan tiap kandang terisi sekitar 2.000 sampai 3.000 ekor ayam. Jika dikalkulasi, Suwignyo merugi hampir Rp 25 juta.

Suwignyo mengaku modal yang dikeluarkan cukup besar untuk memelihara ayam. Ia membeli bibit ayam Joper atau COD seharga Rp 4.700.

Biaya pemeliharaan tiap ekor rata-rata Rp 20.000 per ekor. Itu meliputi pembelian vaksin, vitamin dan pakan.

"Tiap 200 ekor ayam itu butuh delapan karung pakan jenis BR-1. Tiap karung pakan harganya cukup mahal yaitu Rp 350 ribu," ujarnya.

Jadi rata-rata ia mengeluarkan modal sebesar Rp 24.700 per ekor. Ia pun terpukul dengan kondisi harga ayam yang mendadak anjlok.

Saat panen, ayamnya hanya dibeli Rp 22.000 per ekor.

"Saya sudah memohon agar harga seperti sebelumnya yaitu antara Rp 28.000 sampai Rp 30.000, tapi para pengepul bilang harganya cuma segitu," jelasnya.

Suwignyo menuturkan, ayam jenis Joper bukan ayam kampung biasa. Ayam Joper diperuntukan untuk memenuhi kebutuhan di rumah makan, dan kebutuhan daging ayam di pasar. Sehingga, masa pemeliharaannya pun singkat yaitu dua bulan saja.

Sedangkan ayam kampung asli membutuhkan waktu enam bulan untuk siap panen.

Saat dipanen, tiap ayam Joper setidaknya memiliki berat 1 kilogram. Meski demikian, tinggi ayam Joper sudah terlihat seperti ayam dewasa. Hal itu dikarenakan ditunjang vitamin.

"Satu ekor ayam Joper sama halnya membeli 1 kilogram daging ayam," tandasnya.

Suwignyo menduga, anjloknya harga ayam saat itu dikarenakan ada permainan. Pasalnya, daging ayam di pasaran tidak turun.

Selain itu, perubahan harga juga terjadi secara mendadak. "Kemarin itu kan lagi rame kartel daging ayam. Mungkin itu yang menyebabkan harga anjlok. Hanya saja, saya tidak tahu siapa yang ikut mempermainkan harga," cetusnya.

Hasil investigasi

Selama melakukan investigasi setahun, KPPU Indonesia menemukan indikasi kartel pakan ternak ayam dan daging ayam.

Komisioner KPPU, Saidah Sakwan mengungkapkan indikasi kartel ayam ada di tingkat hulu hingga hilir.

Ia menyebutkan, di Jawa Tengah, kartel di tingkat hulu dilakukan oleh dua perusahaan besar yang menguasai 65 persen penjualan pakan ternak.

Saat ini pihaknya sedang menggugat 12 perusahaan yang diduga melakukan kartel ayam (dua di antaranya mempunyai pabrik di Jateng).

"Kenapa kami lakukan? Karena daging ayam saat ini termasuk kebutuhan primer. Kalau dilihat tidak pernah ada sejarahnya harga daging ayam rendah kan? Harganya di sekitaran Rp 25 ribuan ke atas," katanya pada Tribun Jateng, pekan lalu.

Saidah menyebut indikasi kartel ayam antara lain fluktuasi harga daging ayam. Hal itu menjadi gambaran ada permainan mulai dari tingkat hulu (penyediaan bibit) hingga hilir (pakan).

Contohnya harga daging ayam ras akhir 2015 kisaran Rp 35 ribu per kg hingga Rp 45 ribu per kg. Pada bulan Maret di kisaran Rp 28 ribu hingga Rp 33 ribu.

Normalnya, harga yang cukup tinggi itu karena ketersediaan daging ayam ras menurun. Hal itu karena peternak ayam tidak mampu memenuhi bibit ayam (DOC).

Namun anehnya, saat menjual hasil panennya, para peternak mandiri, hanya dihargai Rp 9 ribu per kg di tingkat bandar.

Padahal harga standar produksi per kg (HPP) aslinya mencapai Rp 16 ribu.

Perempuan berhijab itu mengatakan dua perusahaan di Jateng itu bermain di sektor pakan ternak ayam ras. Sedangkan di tingkat nasional mereka menguasai pembibitan, pakan, dan distribusi daging ayam ras.

Dua perusahaan di Jateng itu berafiliasi dengan 15 perusahaan peternakan ayam ras berskala menengah kecil di Jateng.

Kuasai 70 persen pasar

Saidah mengungkapkan pakan ternak menguasai 70 persen biaya operasional ternak ayam ras. Sisanya untuk bibit, perawatan hingga bibit atau sarana produksi ternak.

Ada indikasi permainan penjualan pakan ternak bagi peternak mandiri dan peternak plasma.

Saidah mengungkapkan adanya sistem penentuan sendiri harga daging ayam saat panen.

Sistemnya adalah bundling DOC (bibit ayam) dengan pakan. Peternak wajib membeli pakan 2,5 kg untuk tiap ekor DOC yang dibeli.

Umumnya, pakan seberat itu untuk menghasilkan ayam potong dengan bobot 1,8 kg. Saat peternak ingin memproduksi ayam dengan bobot kurang dari itu, mau tidak mau tetap harus membeli pakan dengan jumlah itu.

Jika tidak maka pasokan DOC akan dikurangi. "Salah satu yang terdampak dengan sistem itu adalah peternak ayam di Demak. Saat kami bertemu dengan 130 peternak, tidak ada satupun yang mandiri," jelasnya.

Indikasi kartel ayam lainnya adalah pada 2015, sebanyak 12 perusahaan terintegrasi itu mengajukan izin pada pemerintah melakukan pemusnahan massal parent stock (PS) yakni indukan bibit ayam.

Dari rencana 6 juta, sudah dimusnahkan 2 juta parent stock. 1 PS bisa menghasilan 130 DOC.

Dampaknya luar biasa, dalam sekejap pasar ayam di Indonesia terguncang.

Terjadi kelangkaan DOC bagi peternak mandiri (yang tidak jadi mitra 12 perusahaan tersebut). Harga DOC Rp 3.600 mendadak meningkat menjadi Rp 6.000 di pasar.

Melihat hal itu, Saidah hendak mengusulkan kepada pemerintah untuk menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk DOC.

Menurutnya hal itu bisa sedikit mengurangi permainan kartel di lapangan. Untuk membantu peternak mandiri, khususnya, ia juga ingin mengusulkan ada semacam Bulog-nya daging ayam. Hal itu untuk mencegah disparitas harga di lapangan.

Sehingga harga daging ayam tidak seliar sekarang.

"Kemudian untuk distribusi di tingkat hilir sebaiknya diserahkan kepada peternak mandiri atau UKM agar lebih adil," usulnya. (TRIBUNJATENG/Cetak/Liputan khusus/28 Maret 2016)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved