Filosofi Kue Keranjang di Perayaan Imlek, Berawal dari Perang Para Dewa hingga Langit Bocor
Dijelaskan oleh Budayawan Tionghoa, Andrian Cangianto, bahwa kue keranjang juga memiliki makna sebagai penambal langit yang bocor
Penulis: Adelia Sari | Editor: muslimah
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Like Adelia
TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Kue keranjang Imlek ternyata memiliki makna tersendiri bagi masyarakat Tionghoa.
Kue yang dibuat dari tepung ketan ini memiliki tekstur kenyal, lengket serta manis.
Namun tak hanya bermakna sebagi pemererat persuadaraan, kue ini juga memiliki makna lain.
Dijelaskan oleh Budayawan Tionghoa, Andrian Cangianto, bahwa kue keranjang juga memiliki makna sebagai penambal langit yang bocor.

"Ada legenda yang menyebutkan jika Dewa Api dan Dewa Air berperang sehingga menyebabkan langit bocor dan air bah.
Lalu oleh Dewi Ni Wa menambal batu itu menggunakan batu lima warna. Nah kue keranjang yang semakin keras itu melambangkan batu yang digunakan Dewa Ni Wa untuk menambal langit," jelas Andrian saat dihubungi Tribunjateng.com, Selasa (05/02/2019).
Karena air bah yang merupakan bencana itu harus dilawan dan jangan diam pasrah.
Diharapkan manusia bisa melawan segala cobaan yang terjadi dalam hidup.
Kue keranjang sendiri perlahan-lahan akan mengeras jika dibiarkan dalam waktu lama.
Biasanya jika sudah mulai mengeras, kue ini akan digoreng menggunakan tepung atau telur.
"Kue keranjang yang sudah keras dan digoreng itu mengajarkan kita untuk jangan membuang-buang makanan," ucap Andrian. (*)