Kuasa Hukum Paguyuban Ojek Online Minta Polres Wonosobo Bertindak Tegas Pascakericuhan
Kuasa hukum Paguyuban Ojek Online Wonosobo, Teguh Purnomo meminta Polres Wonosobo bertindak tegas terkait kasus penganiayaan driver ojek online.
Penulis: yayan isro roziki | Editor: suharno
TRIBUNJATENG.COM, WONOSOBO - Kuasa hukum Paguyuban Ojek Online Wonosobo, Teguh Purnomo, meminta jajaran Polres Wonosobo bertindak tegas dalam memproses laporan perusakan dan penganiayaan yang dialami oleh kliennya.
Ia berharap, polisi bersikap profesional dan tidak bersikap permisif, lantaran adanya tekanan eksternal dalam menangani perkara ini.
"Jangan karena alasan kondusifitas wilayah, lalu permisif dan melumpuhkan (proses) hukum (yang seharusnya berlangsung)," kata Teguh, kepada Tribun Jateng, Rabu (13/3/2019).
• Opang dan Driver Ojol di Wonosobo Ricuh, Satu luka-luka Satu Motor Rusak
Disampaikan, berdasarkan informasi yang ia miliki, Polres Wonosobo, sempat menahan empat terduga pelaku perusakan barang dan penganiayaan terhadap pengemudi ojek online (ojol).
Namun, sambungnya, satu di antaranya kemudian dilepas karena alasan kemanusiaan, sebab yang bersangkutan telah lanjut usia (lansia).
"Informasinya, satu dilepas karena alasan kemanusiaan, saya pikir tidak bisa begitu. Polisi harus tegas dalam penegakan hukum," ucapnya, menegaskan.
Ia pun mengkritisi surat edaran (SE) dari Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Perhubungan (Disperkimhub) Kabupaten Wonosobo, yang dinilainya justru menjadi 'biang kerok' kericuhan.
Menurutnya, SE tersebut cacat hukum, sehingga justru menjadi alat dan landasan bagi sekelompok orang untuk memperkusi dan mengintimidasi kelompok lainnya.
"SE itu ilegal dan cacat hukum, karena tak ada cantolan yuridis di atasnya. Edaran itu tak bisa menjadi cantolan dan landasan aturan, yang ternyata itu justeru digunakan oleh kelompok oknum ojek pangkalan (opang) untuk melakukan persekusi," ujarnya.
• Pascakericuhan di Wonosobo Ojol Tetap Beroperasi Seperti Biasa
Diuraikan, SE itu dinilai cacat hukum lantaran tak punya cantolan peraturan atau perundangan yang lebih tinggi. Selanjutnya, dari segi filosofi hukum, juga tak punya pijakan yang kuat.
Sebab, tak bisa melindungi kepentingan masyarakat secara luas.
Menurut dia lebih lanjut, dinas terkait seharusnya mengeluarkan edaran atau aturan yang mewadahi kepentingan semua masyarakat.
Bukan melindungi yang satu dan menyingkirkan kepentingan lainnya.
"Jangan yang satu dipangku, lalu yang satunya digebuki," tutur Teguh.
Dikatakan, saat ini memang belum ada aturan secara resmi terkait eksistensi kendaraan roda dua sebagai moda angkutan transportasi umum.