Jejak Islam Tegal: Murid Syekh Siti Jenar Ini Dibakar Tak Mempan dan Dakwah Ditemani 2 Anjing
Menelusuri perkembangan Islam di Kota Tegal, maka tidak akan lepas dari seorang wali yang disebut Mbah Panggung.
Penulis: Fajar Bahruddin Achmad | Editor: Catur waskito Edy
Menurut Wijan, masa hidup Mbah Panggung antara abad ke- 15 atau 16.
Ia mulanya seorang wali yang tinggal di Rembang, Kudus dan sekitarnya.
Setelah adanya hukuman dari dewan wali untuk Mbah Panggung, namun tidak mempan.
Syekh Abdurrahman pergi menyiarkan Islam dan berhenti di Kota Tegal.
Ia mengatakan, Mbah Panggung merupakan pengejewantahan dari ajaran Syekh Siti Jenar.
Ada ajaran dan perilaku Mbah Panggung yang di masa itu dianggap melenceng oleh dewan wali.
Banyak yang menafsirkan Suluk Malang Sumirang merupakan ajaran jalan kegilaan Mbah Panggung kepada Tuhan.
Kemudian dibuatlah pula Dhandang Gula yang merupakan substansi dari ajaran Mbah Panggung.
Itu disebut-sebut sebagai jalan gila menuju Tuhan atau thariq majnun rabbani.

Apalagi di masa itu, ia memelihara dua ekor anjing yang diberi nama iman dan tokid (asal kata tauhid).
“Mbah Panggung pun dituding berada di jalan yang salah dalam menyiarkan Islam. Terlebih karena dua anjing itu. Melalui otoritas dewan wali, ia pun dipanggil ke Demak untuk dihukum,” jelasnya.
Wijan mengatakan, substansi ajaran Mbah Panggung menafsirkan dua anjing itu sebagai jelmaan nafsu manusia yang berbentuk hewan.
Manusia dan anjing menjadi makhluk yang sama-sama diciptakan oleh Tuhan.
Sehingga dalam paham Mbah Panggung, antara manusia dan anjing tidak punya kehendak di luar kehendak pencipta-Nya.
Mbah Panggung juga disebut Sunan Geseng.