Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Lipsus

Pemerintah Baru Bebaskan Ruas Bawen-Solo 5 Kilometer

Proyek tol Semarang-Solo sesi III dan IV Bawen-Solo masih terkendala berbagai hal.

Editor: rustam aji
TRIBUN JATENG/WAHYU SULISTYAWAN
JALAN TOL jurusan Semarang-Solo sesi dua di Bawen. Pemprov Jateng akan bangun tol Semarang-Batang dengan anggaran Rp 7,21 triliun 

TRIBUNJATENG.COM,  SEMARANG - Berbeda dengan Sesi II Ungaran-Bawen yang kemungkinan bisa beroperasi Maret 2014, proyek tol Semarang-Solo sesi III dan IV Bawen-Solo masih terkendala berbagai hal. Yang paling sulit adalah perkara pembebasan lahan.

Di Kabupaten Semarang misalnya. Menurut Pelaksana Tugas Sekda Kabupaten Semarang, Budi Kristiono, selaku Ketua Tim Panitia Pengadaan Tanah belum ada lahan yang berhasil dibebaskan. Data sementara dari total rencana ruas Bawen-Solo sepanjang 50 kilometer, baru terbebaskan 10 persen atau sekitar 5 kilometer, sementara khusus wilayah Semarang belum terbebaskan sama sekali.

"Di Kabupaten Semarang panjang tol 24,15 kilometer, ada 3.200 bidang tanah yang dimiliki 2.115 warga. Secara bertahap akan kami bebaskan pada 2014, kalau saat ini belum ada satu bidang tanah pun yang terbebaskan," kata Budi, pekan lalu.

Sulitnya pembebasan lahan untuk tol dikarenakan keinginan warga yang juga bermacam-macam. Misalnya ada warga yang tidak mau melepas tanahnya karena sudah turun temurun atau warga mau melepas lahan dengan mematok harga tertentu. Terkait harga, warga juga tidak seragam. Bagi mereka yang sedang terdesak kebutuhan, tentu akan lebih mudah melepas tanahnya. Sebaliknya, banyak warga menuntut harga tinggi.

Rencana pembangunan tol Bawen-Solo pun dimanfaatkan oleh sebagian warga untuk merekayasa bangunan rumah. Menurut warga di Kabupaten Semarang yang rumahnya dilalui jalur tol, sebut saja Nur, ada beberapa warga yang sengaja merekayasa bangunan rumahnya beberapa saat sebelum pengukuran. Mereka berharap, bangunan model baru tersebut turut dihitung dalam ganti rugi. Dengan demikian, uang yang mereka dapat semakin banyak. Bahkan, dua hari sebelum pengukuran, masih ada warga yang membangun.

"Ada yang halaman belakang semula kosong, kemudian dibangun hanya menggunakan batako, semalam jadi. Rumah yang semula papan, dibangun permanen," terang ibu dua anak ini.

Ada juga, sambung Nur, warga yang tiba-tiba membuat sumur tambahan. Menurut isu yang beredar, penghitungan bangunan akan dilakukan per item bangunan. Satu sumur, ucapnya, akan dihargai di atas Rp 5 juta.

Rencana pembangunan tol juga membuat harga tanah di sekitar tempat tinggalnya ‘tak ternilai’. Itu karena warga yang memiliki tanah cukup luas, saat ini tak mau menjual tanahnya. Alasannya, mereka menunggu harga tanah untuk tol. "Saya tidak tahu berapa harga tanah saat ini karena menghuni tanah warisan. Tapi saat saya menanyakan harga tanah, pemilik tanah menjawab akan menjualnya sama dengan tanah (yang dibeli untuk) tol," beber wanita berambut lurus ini.

Besaran uang ganti rugi bagi tanah dan bangunan di Kabupaten Semarang hingga saat ini memang belum ditentukan. Hal ini membuat Warga Kabupaten Semarang yang rumah dan tanahnya terkena proyek tol ruas Bawen-Solo, resah. Satu di antaranya adalah, warga RT 1 RW 6, Dusun Ndelik, Desa Ngesal, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Harni (58).

Bingung Pindah Rumah
Ditemui Tribun Jateng di rumahnya pekan lalu, Harni mengatakan, jika proyek tol berjalan, rumahnya yang kini ditinggalinya akan rata dengan tanah. Hanya saja, Harni belum mengetahui kapan pembangunan dimulai. "Saya tidak tahu kapan pelaksanaannya dan berapa besarnya uang ganti itu. Saya juga tidak tahu harus bagaimana," kata Harni (58).

Janda tujuh anak ini menceritakan, ada tiga rumah yang letaknya bersebelahan berdiri di atas tanah seluas sekitar 400 meter persegi. Rumah-rumah itu dihuni oleh Harni dan ketujuh anaknya sedari kecil.

Perempuan yang kesehariannya berjualanan jajanan di rumahnya sebagai sumber penghasilannya utama itu juga memiliki lahan seluas 1.000 meter persegi yang terkena proyek penggusuran jalan tol. "Kalau yang punya uang banyak enak, mereka membeli tanah dan membangun rumah baru sebelum tempat tinggalnya tergusur. Tapi kalau saya ya pasrah saja menunggu uang ganti rugi," keluh Harni.
Jika boleh memilih, Harni mengaku keberatan rumah dan tanahnya tergusur. Alasannya keberatan karena repot jika harus mencari lahan dan tempat tinggal baru.

Namun, karena ini program pemerintah dan didukung semua pihak, Harni menyetujuinya. Rencananya, jika ada sisa uang ganti rugi atas tanah dan bangunan miliknya akan digunakan sebagai modal usaha.

Pendapat serupa juga dikemukakan warga Dusun Delik, Desa Ngesal lainnya, Mujiono (57). Rumahnya yang berdiri di atas lahan sekitar 1.500 meter persegi akan tergusur proyek pembangunan jalan tol.

Sama dengan Harni, hal yang paling meresahkannya adalah ia tidak tahu akan pindah kemana. Selain itu, hingga saat ini ia tidak mengetahui pasti besaran ganti rugi yang akan diterima. "Belum tahu akan pindah ke mana. Ini saja saya masih bingung kapan pelaksanaan penggusuran dan ganti ruginya," kata Mujiono.

Pria yang kesehariannya bekerja sebagai buruh tani itu mengaku tak punya pilihan selain merelakan tempat tinggalnya sedari kecil tergusur proyek pembangunan jalan tol. "Namanya juga pemerintah, maka harus kita dukung. Kalau pun menolak juga percuma, nanti jangan-jangan saya saja yang menolak," ujar Mujiono.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved