Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Ngopi Pagi

Tokek dan Token

Paling spektakuler tokek raksasa seberar 64 kg yang ditemukan di pedalaman Kalimantan terjual Rp 179 miliar. Pembelinya pengusaha Korea melalui orang

KOMPAS.com/Sigiranus Marutho Bere
Tokek yang dikabarkan dilahirkan seorang ibu di Kupang, NTT, Jumat (30/5/2014). 

TRIBUNJATENG.COM -- Tokek sempat naik daun, diburu banyak orang, karena dikabarkan dapat menyembuhkan AIDS. Hanganya pun langsung melangit, mencapai ratusan ribu hingga jutaan rupiah per ekor.

Paling spektakuler tokek raksasa seberar 64 kg yang ditemukan di pedalaman Kalimantan terjual Rp 179 miliar. Pembelinya pengusaha Korea melalui orang Malaysia.

Tokek adalah nama umum untuk menyebut cecak besar. Ada mitos, tokek adalah salah satu binatang yang mengetahui kejadian yang akan datang pada diri manusia. Sebagian masyarakat juga mengganggap tokek adalah hewan pembawa keberuntungan. Ciri-cirinya, tokek yang berbunyi ganjil, tokek yang memiliki buntut bercabang menghadap ke langit, dan lainnya.

Dulu, bagi yang percaya mitos tersebut, suka menghitung suara tokek. Pemilik rumah yang dihuni tokek biasanya menghitung suara tokek dengan dibagi dua, pertama suara otok-otoknya, kemudian suara tokok-tokek. Hitungan ini biasanya mengacu pada primbon, yang antara lain disebutkan jumlah suara tokek dan maknanya.

Namanya juga mitos, menghitung suara terkait keberuntungan memang tidak bisa dipastikan benar tidaknya. Mirip-mirip orang awam menghitung pulsa listrik alias “token”, sebutan yang nyaris menyerupai sebutan tokek.

Kebetulan pula, token sekarang sedang ‘naik daun’, jadi gunjingan, menyusul pernyataan Menko Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli saat konferensi pers di Jakarta, Senin (7/9/2015).

Rizal Ramli meminta Dirut PT PLN (Persero) untuk menetapkan biaya administrasi maksimal untuk pulsa listrik (token). Sebab, kata Rizal, masyarakat pelanggan listrik prabayar sering kali mendapat token jauh lebih rendah daripada nominal yang dibeli. Saat itu konferensi pers itu Rizal mencontohkan, pulsa Rp 100.000, ternyata listriknya hanya Rp 73.000. “Kejam sekali, 27persen kesedot oleh provider," ujarnya.

Pernyataan itu mengundang kontroversi, terutama menyoal asal dari angka 27 persen yang diperoleh Ramli.Juga soal dugaan adanya mafia token. Dua hari kemudian, Ramli secara implisit tak ingin memperpanjang polemik soal itu. Kepada pers, Ramli memastikan PT PLN (Persero) menyetujui mengurangi biaya potongan dalam pembelian token.

"Dirut PLN sudah mengeluarkan pernyataan setuju untuk mengurangi biaya, agar supaya rakyat mendapatkan listrik yang lebih murah," kata Rizal, Rabu (9/9/2015).

Rizal juga meminta PLN tidak memaksa pelanggannya untuk menggunakan meteran listrik prabayar (pulsa). "Ya rakyat harus punya dua pilihan, jangan memaksakan dong. Kalau rakyat ingin sistem meteran (lama) kasih meteran," ujarnya.

Sebenarnya ada kelebihan token dibanding listrik meteran. Seperti dibeberkan Direktur Perencanaan PLN Murtaqi Syamsuddin, kelebihan itu antara lain; bisa kontrol pemakaian listrik setiap hari, tak ada lagi petugas PLN datang ke rumah untuk putus aliran listrik kalau telat bayar, dan kalau token mau habis, pelanggan mudah membelinya.

Namun, kembali soal hitungan pemotongan token, rakyat butuh keterbukaan, kejujuran, dan terperinci. Jangan sampai rakyat dalam menghitung token bak mengitung suara tokek, dengan terus berharap keberuntungan. Moga saja bukan sebatas harap, tapi rencana pengurangan potongan token itu benar-benar menguntungkan, mengurangi beban hidup rakyat berpenghasilan rendah. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved