Patung Pangeran Diponegoro Kembali di Cat Hitam
Meski kembali polos, namun masih ada dua warna putih di mata Pageran Diponegoro, mata kuda, serta gigi kuda.
Penulis: rival al manaf | Editor: Catur waskito Edy
Laporan Reporter Tribun Jateng, Rval Almanaf
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG -- Setelah sempat dicat berwarna ngejreng pada hari Senin lalu, kemari patung sebagai simbol gerbang Undip di Jalan Imam Barjo tersebut kembali di cat hitam polos, Selasa (6/10/2015).
Meski kembali polos, namun masih ada dua warna putih di mata Pageran Diponegoro, mata kuda, serta gigi kuda. Warna putih yang dalam sebuah dominan hitam itu membuat bagian yang di cat menjadi tampak menonjol.
Anggun Khitriana, salah satu alumni Undip yang melihat patung itu mengaku sedikit seram ketika melihat mata kuda. "Kudanya matanya keliatan serem, bola matanya kaya mau lepas," paparnya.
Meski demikian dicat kembalinya patung Pangeran Diponegoro dengan warna hitam polos itu membuat sebagian mahasiswa yang melintas di jalan tersebut kini kembali lega karena maskot Undip tidak lagi berwarna.
"Selayaknya maskot yang memiliki nilai-nilai luhur memang seharusnya polos saja, kalau dicat berwara justru kesannya bukan patung yang menjadi lambang kebesaran," ucap salah satu anggota BEM Nindi Mirvanda.
Sebelumnya, pengecatan patung Pangeran Diponegoro, di Jalan Imam Bardjo, Pleburan, Kota Semarang, menjadi perbincangan sejumlah warga Semarang. Tanggapan yang mereka sampaikan atas pengecatan patung tersebut pun beragam. Ada yang mendukung, tapi tak sedikit pula yang menyesalkannya.
Dwi Laksmi, misalnya, mengetahui postingan rekannya di grup Whatsapp alumni Undip atas pengecatan patung itu langsung berkomentar bahwa patung yang lama lebih artistik. "Menurutku yang lama lebih artistik, itu kudanya terlalu shining (ngejreng--Red)," tulisnya.
Senada dengan Ami, Nindy Mirvanda, salah satu pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Undip juga menilai sama. Menurutnya, patung apa pun dicat warna ngejreng merupakan tindakan yang sah-sah saja. Akan tetapi, untuk patung yang mempunyai nilai sejarah yang tinggi, pengecatan bisa melunturkan nilai budayanya.
"Karena semua orang mengetahui, patung Diponegoro yang sesungguhnya hanya satu warna, tanpa ada warna tambahan lainnya. Itu kok catnya (patung Diponegoro) terkesan aneh, orang bisa saja tidak mengenali lagi nilai budaya dan sejarah yang terletak pada patung tersebut," kata Nindy.
Komentar berbeda disampaikan Anggun Khiriana, yang justru berpendapat positif. "Bagus, cuma mata kudanya setelah dicat jadi kelihatan agak serem," katanya.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Semarang, Ulfi Imran Basuki menyatakan, pengecatan Patung Diponegoro bukan merupakan pekerjaan instansi yang dipimpinnya.
"Patung Diponegoro dan juga taman di dekatnya bukan menjadi ranah kami. Patung dan taman itu di bawah pengelolaan Undip," kata Ulfi.
Mengenai pengecatan patung tersebut, Ulfi menyatakan penyesalannya. "Aduh, warnanya kok gitu. Setelah saya lihat, warna patungnya terasa kurang pas," katanya.
Kuda hitam
Penelusuran Tribun Jateng berdasarkan Babad Diponegoro, sang pangeran yang memimpin perang melawan Belanda (1825-1830) kerap digambarkan menunggang kuda.