Smart Women
Cerpenis Yang Sukses Menjadi Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Suatu saat, saya ingin membuat buku Bumi dan Langit yang menceritakan dua sisi kehidupan yang berbeda. Tentunya, buku tentang pajak
Penulis: dini | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM -- Penyakit Asma yang mendera Aan Almaidah Anwar saat kecil membuat aktivitas Aan terbatas. Tak pelak, Aan kecil banyak menghabiskan waktu dalam kamar.
Keadaan tersebut dimanfaatkan wanita kelahiran Denpasar ini mampu menggali bakat di dunia sastra. Diam-diam, Aan yang masih duduk di bangku SD mengirimkan sejumlah puisi dan cerpen ke berbagai majalah, mulai Bobo sampai Si Kuncung. Dia tidak menyangka, karyanya akan dimuat di majalah dan koran. Orangtua Aan kaget sekaligus bangga akan kemampuan buah hati yang cemerlang.
"Saya memang suka membaca dan menulis, mungkin ketularan paman saya yakni Rosihan Anwar yang juga penulis buku," kata Aan.
Semakin dewasa, bakat Aan semakin terasah. Karya wanita berjilbab ini menjadi langganan beragam media massa. Bahkan, Aan masuk di jajaran cerpenis wanita di Antologi Cerpen "Dunia Wanita" yang disunting Korie Layun Rampan.
Hobi itu membuat Aan bersemangat bebas dari asma. Ia mulai mengikuti berbagai pelatihan pernafasan. Upaya Aan tidak sia-sia. Saat kuliah, Aan bisa mengeksplorasi berbagai tulisan di dunia luar tanpa takut debu.
Namun, kiprah Aan sebagai penulis berhenti karena suatu hal. Meski demikian, Aan mengakui keinginan menulis tetap mengakar. "Suatu saat, saya ingin membuat buku Bumi dan Langit yang menceritakan dua sisi kehidupan yang berbeda. Tentunya, buku tentang pajak dan ingin membuat film tentang pajak," harap Aan.
Meski hobinya menulis tidak memupus dan menghambat karirnya hingga sukses menjadi Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Barat.
Terungkapnya kasus penggelapan pajak yang dilakukan Gayus Tambunan pada 2010 membuat geger rakyat Indonesia. Tidak hanya itu, ulah Gayus juga menghancurkan citra aparat perpajakan Indonesia dan mencoreng reformasi Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang digulirkan menteri keuangan saat itu, Sri Mulyani.
"Kasus Gayus menjadi bukti karena nila setitik rusak susu sebelanga. Yang namanya “oknum” ada di mana-mana, tidak hanya di Ditjen Pajak," ujar Aan Almaidah Anwar menanggapi kasus Gayus Tambunan.
Saat kasus yang menimpa dunia perpajakan itu teruangkap, Aan menjabat sebagai kepala seksi sinergi peraturan perpajakan Direktorat Peraturan Perpajakan II Kantor Pusat Ditjen Pajak. Aan pun merasakan dampak kasus Gayus yang memengaruhi kepercayaan wajib pajak. Tidak sedikit wajib pajak yang enggan membayar pajak karena takut dibawa lari “Gayus”. Semua menghujat.
Sejak itu, modernisasi Direktorat Jenderal Pajak dilakukan. Menurut Aan, integritas menjadi kunci utama dalam kegiatan. Nilai-nilai yang ditanamkan Kementerian Keuangan serta kode etik menjadi pagar setiap tindakan pegawai pajak.
"Sekarang, masyarakat semakin kritis akan pelayanan publik dan sarana pengaduan dapat digunakan mengadukan tindakan yang melanggar integritas tersebut. Tidak hanya tindakan, jika terlihat ada indikasi saja masyarakat bisa melapor. Karena itu, setiap pegawai pajak memaknainya secara berhati-hati atas segala godaan. Hukuman yang diberikan juga tidak main-main," terang Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Barat ini.
Aan mengakui, potensi praktik suap di lingkungannya cukup besar. Bahkan, dia mengaku, sempat ditawari uang oleh wajib pajak. Namun, Aan tidak tergoda. Dia juga menolak lobi dari wajib pajak. Dalam pandangan Aan, korupsi itu sebuah penyakit jiwa. Pasalnya, pelaku menganggap apa yang dilakukan (korupsi) sebagai hal biasa padahal orang lain melihat korupsi sebagai tindakan tak biasa. Itu sebabnya, dia tak mau terkena atau terjangkiti penyakit korupsi. Aan pun selalu mengingatkan rekan-rekan di lingkungan kerja agar selalu menjaga integritas.
Selama 20 tahun berkecimpung dunia pajak, Aan paham bagaimana menghadapi beragam karakter wajib pajak. Menurut istri Haryo Abduh Suryo Negoro ini, masyarakat wajib pajak yang cerdas dan kritis pada intinya bersedia membayar pajak tetapi masih membutuhkan edukasi yang intens dari aparat pajak.
Namun, ada juga yang masih berat membayar pajak karena merasa tidak adanya kontribusi dari Direktorat Jenderal Pajak terhadap bisnis mereka. Padahal, pajak merekalah yang mengisi pundi-pundi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk pembangunan bangsa.