Ngopi Pagi
Minimi Mintuno
Din bersedia damai dengan mengajukan enam syarat, di antaranya reintegrasi perjanjian Helsinski, meminta pemerintah memberi perhatian nyata
TRIBUNJATENG.COM -- Maurice Bourlet sangat berjasa dalam dunia kemiliteran. Sebelum proyeknya yang dimulai tahun 1972 dan selesai 1976, dunia hanya hanya mengenal senapan mesin ringan dan berat.
Saat itu senapan ringan masih dibawa dua orang, yaitu penembak dan penjaga peluru. Keduanya bak sepasang kekasih, harus kompak dan saling setia di medan perang. Bourlet lantas menginginkan senapan mesin yang mandiri, dan ia berhasil mendesainnya.
Karya Bourlet disebut FN Minimi, diambil dari bahasa Prancis: Mini-mitrailleuse (senapan mesin mini). FN Minimi menjadi salah satu senjata yang revolusioner dan sangat legendaris.
Karena itu, jika ada orang dijuluki Minimi bisa ditebak alasannya. Begitu pula Nurdin Ismail yang keluarganya dulu adalah kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Ia dijuluki Din Minimi untuk mengenang ayahnya yang selalu berperang dengan menggunakan senjata Minimi.
Konon, ayah Nurdin kebal senjata, dan hingga kini belum ditemukan jasadnya.
Di penghujung 2015, Din Minimi menjadi perhatian banyak orang. Pentolan kelompok bersenjata di Aceh ini bersedia turun gunung bersama 120 anggotanya, juga menyerahkan puluhan amunisi, senjata, dan granat secara sukarela. Itu terjadi setelah Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso terjun langsung untuk melakukan negosiasi dengan Din Minimi.
Prosesnya bukan saling memuntahkan peluru FM Minimi. Sutiyoso memperlakukannya bak sahabat, berkomunikasi melalui sambungan telepon secara intens sebelum membujuknya menyerahkan diri.
"Jadi, tidak serta-merta, ada proses, terutama sebulan terakhir," kata Sutiyoso, Selasa (29/12/2015).
Din bersedia damai dengan mengajukan enam syarat, di antaranya reintegrasi perjanjian Helsinski, meminta pemerintah memberi perhatian nyata pada yatim piatu pasukan GAM, jand-janda mereka (GAM) diberikan kesejahteraan oleh pemerintah, dan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi menyelidiki penggunaan APBD Provinsi Aceh.
Sutiyoso menegaskan kelompok Din Mimini bukan separatis, juga bukan perampok. “Tapi kelompoknya kecewa kepada para elite GAM yang mendapat jabatan sebagai penguasa di NAD,” kata Bang Yos, panggilan akrabnya.
Kalau demikian, masalahnya berada di area kesetiaan. Dalam falsafah Jawa, kesetiaan itu digambarkan “mimi lan mintuno”. Mimi, atau Mintuno adalah jenis hewan beruas (artropoda) yang menghuni perairan dangkal wilayah paya-paya. Mimi adalah nama dalam bahasa Jawa untuk yang berkelamin jantan dan mintuna yang berkelamin betina. Sepasang mimi ini disebut ajaib. Jika dipisahkan akan mati. Jika akan dikonsumsi, kalau tak dimasak bersamaan, akan beracun.
Kesetiaan ikan mimi-mintuna tiada tandingan, saling menjaga setia sampai mati. Demikian idealnya dalam bernegara, antara pemimpin dan rakyat, antara pusat dan daerah, saling setia memegang janji sehingga tak berujung pada kekecewaan yang bisa berkembang pada gerakan sparatis, dan sejenisnya. (*)