Kabar Pahlawan Devisa
JOKOWI Temui Ribuan TKI di Hongkong. Mereka Histeris Sampaikan Keluhan dan Permintaan
Presiden Jokowi Temui Ribuan TKI di Hongkong. Mereka Histeris Sampaikan Keluhan dan Permintaan kepada Presiden, Minggu (30/04).
Munculnya biaya penempatan yang tinggi dan terbukanya praktik pungli, menurut Eni Lestari selaku juru bicara Jaringan Buruh Migran Indonesia di Hong Kong, adalah konsekuensi dari undang-undang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang memberi porsi lebih kepada pihak swasta.
"Undang-undang itu masih mengedepankan swasta, yaitu PJTKI, yang sangat mendominasi. Sebenarnya buruh migran tidak dianggap sebagai pekerja resmi. Jika dianggap pekerja resmi, undang-undang harus menjamin hak kita seperti buruh pabrik, misalnya. Artinya ada hak cuti, hak istirahat, hak jam kerja, hak upah, hak berserikat.
"Nah, undang-undang khusus yang diatur untuk TKI ini tidak ada refleksi dari undang-undang ketenagakerjaan di Indonesia. Inilah yang menyebabkan posisi kita di dalam negeri saja sudah seperti barang, seperti budak yang dimiliki PJTKI," papar Eni, saat dihubungi wartawan BBC Indonesia, Jerome Wirawan.
Eni mengklaim Undang-Undang 39 Tahun 2004 tidak berpihak pada TKI, tapi pada swasta yang berorientasi untuk mencari keuntungan.
"Semuanya jadi bisnis penempatan, bukan perlindungan," ujarnya.
Untuk itu, Eni berharap pemerintah dan DPR bisa mengeluarkan undang-undang yang berpihak pada TKI.
"Tanpa mereformasi pondasi dari undang-undang yang merugikan ini kita mau ngomong apa? Hanya tambal-sulam, terus-menerus seperti ini."
Sepanjang tahun lalu, berdasarkan data BNP2TKI, Indonesia mengirim lebih dari 230.000 ribu pekerja ke luar negeri. Dari jumlah itu, sebanyak 47% bekerja di sektor informal, seperti pembantu rumah tangga. (BBC)