Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Ngopi Pagi

Kebajikan Jatayu

Syahdan, sepoi angin di sesela dedaun yang membuat Jatayu--kadang-kadang dituliskan sebagai Jentayu--nyaris terlelap seketika minggat saat terdengar

Penulis: achiar m permana | Editor: Catur waskito Edy
zoom-inlihat foto Kebajikan Jatayu
Net
Gambar Burung Garuda Pancasila

TRIBUNJATENG.COM -- Syahdan, sepoi angin di sesela dedaun yang membuat Jatayu--kadang-kadang dituliskan sebagai Jentayu--nyaris terlelap seketika minggat saat terdengar jerit Dewi Shinta yang menyayat. Sosok berperawakan burung gagah sentosa itu tengah rehat, bertengger di sebuah dahan, ngiyup dari terik matahari yang memanggang jidat.

Benar saja, saat Jatayu mendongak, dia melihat Rahwana--sang despot dari Alengkadiraja--sedang terbang dengan congkak. Di bopongannya, Sinta yang jelita terus memberontak. Jatayu pun tersentak. Shinta adalah menantu Prabu Dasarata dari Ayodyapala, sahabatnya sejak kanak.

Tanpa pikir panjang, Jatayu pun menyerbu Rahwana, hendak merebut dan menyelamatkan Shinta. Dia menyerang dengan segenap kekuatannya.

Sayang, Jatayu sudah beranjak renta. Uzur telah menggerus kesaktiannya semasa muda. Alih-alih mengalahkan Rahwana, justru raja Alengkadiraja itu mempecundanginya. Patah sayapnya patah, berlumur darah sekujur tubuhnya.

Sri Rama bersama sang adik, Laksmana, yang sedang mencari Shinta menemukan Jatayu di ambang pegat nyawa. Akhirnya, Jatayu murud kasedan jati, menjemput maut, di pangkuan Rama.
"He Jatayu mahadibya, wenang dharaka ring hurip, sangka ryasih ta mamitra, bapangku kalulut temen, tumuluy teka ring putra, ah o dibyanta he kaga. Sedeng tat mahurip nguni, bapangku mahurip hidep, ri pejah ta kuneng mangke, menyak uwuh-uwuh," tangis Sri Rama, seperti tertulis dalam Kakawin Ramayana.

"Hai, Jatayu, yang mahamulia, sungguh kuat dikau mempertahankan jiwa. Karena cinta kasihmu bersahabat terhadap ayahku lekat sekali, berkelanjutan sampai kepadaku, puteranya. Amatlah mulia, wahai dikau burung perkasa. Tatkala engkau masih hidup tadi, ayahku kurasakan masih hidup, sekarang ketika engkau telah meninggal, sungguh bertambah sedih hatiku," begitulah titisan Batara Wisnu memuja sahabat ayahnya.

Dalam kisah Ramayana, Jatayu merupakan kemenakan Garuda. Dia mewarisi sifat sang paman, yang senantiasa siap membela yang benar, tanpa takut menemu kekalahan.

Dalam kisah lain, Garuda--dalam disebut pula sebagai Garudeya--yang berjuang membebaskan ibunya dari cengkeraman para naga. Garuda tidak memedulikan keselamatan jiwanya demi membebaskan sang ibu. Akhirnya, ibunya pun bebas. Atas kegigihan Garuda, Batara Wisnu menganugerahkan kehormatan dengan menjadikan garuda sebagai tunggangan.

Entah mengapa, kisah Jatayu yang lebih menyita ruang di kepala saya ketimbang kisah Garuda, pada malam menjelang peringatan Hari Lahir Pancasila. Boleh jadi, lantaran kisah Jatayu lebih sering saya dengar. Padahal, kisah Garuda yang menginspirasi Bung Karno melahirkan Pancasila.

Hari ini, Kamis (1/6/2017), untuk kali pertama berlangsung peringatan Hari Lahir Pancasila, sejak Presiden Joko Widodo menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila, pada 1 Juni 2016 lalu. Untuk kali pertama pula, tahun ini peringatan Hari Lahir Pancasila menjadi hari libur nasional.

"Jangan lupa lo, Yah, besok pagi aku tetap diantar ke sekolah, meski tanggal merah. Mau upacara Hari Pancasila," kata Jalu, bungsu saya.

Sejarawan Asvi Warman Adam menyebut, Jokowi akhirnya menetapkan tanggal 1 Juni sebagai Hari Kelahiran Pancasila supaya seluruh masyarakat Indonesia mengetahui asal usul dari Pancasila yang menjadi ideologi dan dasar negara Indonesia.

"Rakyat itu pendapat saya tidak menjadi bingung dengan adanya perbedaan pandangan yang sudah terjadi sejak awal di zaman orde lama. Jadi itu awalnya adanya penetapan (Hari Kelahiran Pancasila)," ujar Asvi dalam sebuah wawancara di Gedung LIPI Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (31/5).

Asvi menjelaskan, semasa Orde Baru peringatan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni. Peneliti LIPI itu menuturkan, Pancasila sesungguhnya disahkan pada 18 Agustus 1945. Namun, rangkaian pembuatan rumusan Pancasila sehingga menjadi lima poin seperti sekarang, ditentukan pada 1 Juni hingga 18 Agustus 1945.

Menteri Sekretaris Negara, Pratikno menyampaikan, peringatan Hari Lahir Pancasila bukan sekadar upacara. "Ini merupakan momentum untuk meneguhkan komitmen kita semua terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika," ujar Pratikno, di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (30/5) malam.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved