Bahaya! Jangan Asal Pakai Alat Tes HIV Beli via Online
Penyebaran Human Immunodeficiency Virus (HIV)/AIDS di Kabupaten Cilacap kian meresahkan.
Penulis: khoirul muzaki | Editor: galih permadi
Laporan Wartawan Tribun Jateng Khoirul Muzakki
TRIBUNJATENG.COM, CILACAP- Penyebaran Human Immunodeficiency Virus (HIV)/AIDS di Kabupaten Cilacap kian meresahkan. Data Komisi Penanggulangan Aids Kabupaten Cilacap, sampai Maret 2018, sebanyak 1.124 orang di Kabupaten Cilacap telah terjangkit HIV.
Penularan HIV didominasi oleh faktor perilaku seks melalui vaginal, oral, maupun anal dengan orang yang terinfeksi.
Saat pemerintah gencar menggiatkan program penanggulangan HIV/Aids, perilaku seksual bebas yang menjadi faktor dominan penularan penyakit itu justru semakin tidak terkontrol.
Peredaran alat tes (Reagen) HIV yang dijual bebas di pasar online semakin memperunyam upaya penanggulangan HIV/Aids.
Bagaimana tidak, melalui alat itu, masyarakat bisa memeriksakan secara mandiri, apakah pesangannya terinfeksi HIV atau tidak sebelum melakukan hubungan intim.
Masalahnya, apakah uji alat deteksi dini HIV itu akurat?
Manager Kasus Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Cilacap, Rubino Sriadji mengatakan, temuan penyalahgunaan alat tes HIV bermula dari pengakuan sejumlah pemuda dan mahasiwa di Cilacap yang berkonsultasi ke pihaknya.
Mereka awalnya merasa cemas terinfeksi penyakit menular itu melalui kontak seksual. Gayung bersambut, sejumlah toko online yang menjajakan alat deteksi dini HIV seakan menjawab keresahan mereka.
"Mereka periksa mandiri HIV dengan cara membeli Reagen HIV via online. Sebelum berhubungan intim, mereka cek dulu HIV melalui Reagen HIV. Setelah cek baru mereka berhubungan intim," katanya
Penyalahgunaan alat itu ditengarai telah menjadi tren di tengah anak muda dan mahasiswa Cilacap yang takut tertular HIV.
Berbekal alat yang dijual murah di pasaran itu, mereka meninggalkan cara konvensional melalui pemeriksaan HIV di layanan kesehatan yang berstandar.
Mereka melakukan pemeriksaan sendiri tanpa didampingi petugas medis yang berkompeten.
Rubino mengkhawatirkan, hal itu menjadi pembenaran atas perilaku seks bebas di masyarakat. Mereka telah meyakini aktivitasnya aman karena telah melalui tes HIV secara mandiri.
Perilaku seks mereka juga dikhawatirkan semakin liar hingga bergonta ganti pasangan tanpa khawatir bakal terinfeksi virus HIV.
"Masalahnya semakin rumit manakala hal itu menjadi kebiasaan dan pembenaran akan hubungan seks yang mereka anggap 'aman' meskipun 'jajan' atau berganti-ganti pasangan seksual,"katanya
Padahal, menurut Rubino, diagnosa hasil yang menyatakan seorang reaktif HIV atau tidak, haruslah melalui pemeriksaan di layanan kesehatan yang terstandar.
Reagen HIV yang dipakai petugas juga harus terstandar Kementerian Kesehatan. Selain itu, minimal harus ada petugas terlatih yang melakukan tindakan pemeriksaan hasil tersebut.
"Tindakan beberapa anak muda dan oknum mahasiswa Cilacap yang bisa jadi sekarang juga dilakukan oleh masyarakat umum akan sangat berdampak pada usaha penanggulangan HIV-AIDs,"katanya
Rubino mengingatkan, HIV merupakan penyakit menular dan sifatnya laten.
Pada fase perkembangan HIV/Aids, terdapat masa periode jendela.
Fase periode jendela adalah masa dimana virus HIV SDH masuk ke dalam darah atau tubuh seseorang namun belum bisa terdeteksi oleh alat tes HIV.
Bisa jadi, saat mereka melakukan pemeriksaan sendiri melalui alat tes HIV itu, diri dan pasangan seksualnya masih pada fase periode jendela.
Tak ayal, meski alat tes HIV yang dibeli online itu memperlihatkan hasil negatif, tapi bisa jadi, virus HIV sudah bersemayam di dalam tubuh. Hanya saja, virus itu belum bisa terdeteksi oleh alat.
"Tapi virus itu sudah aktif atau dapat menularkan,"katanya
Rubino menilai pencegahan penularan HIV dengan alat tes HIV yang dilakukan sendiri itu sebagai langkah keliru.
Tak pelak, cara antisipasi yang salah itu justru berpotensi meningkatkan perilaku yang berisiko terhadap penularan HIV.(*)