Tren Kekerasan Anak di Salatiga Menurun Tahun Ini, Namun Satuti Enggan Berbangga
Apabila tahun lalu mencapai sekitar 13 kasus yang juga ditangani DP3A Kota Salatiga, kini hanya sekitar 5 kasus.
Penulis: deni setiawan | Editor: suharno
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Deni Setiawan
TRIBUNJATENG.COM, SALATIGA - Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Salatiga Sri Satuti mengklaim apabila tren kekerasan terhadap anak di sepanjang tahun ini atau hingga Oktober 2018 menurun jika dibandingkan tahun lalu (2017).
Menurutnya, apa yang disampaikannya tidak sekadar klaim melainkan berdasarkan data pelaporan tindak kekerasan terhadap anak yang diperolehnya.
Apabila tahun lalu mencapai sekitar 13 kasus yang juga ditangani DP3A Kota Salatiga. Kini hanya sekitar 5 kasus.
“Kelima kasus tersebut juga sudah tertangani secara baik, komprehensif, serta sesuai regulasi penanganan tindak kekerasan terhadap anak. Meskipun tren cenderung menurun, kami tidak ingin bersantai-santai apalagi bangga. Bagaimanapun di Salatiga masih terjadi kasus tersebut. Masih banyak yang harus kami lakukan agar tidak ada lagi temuan kasus itu,” tandasnya, Selasa (23/10/2018).
Baca: Saat Tempati Kios Ataupun Los, Pedagang Pasar Rejosari Salatiga Tidak Dipungut Biaya
Dia menerangkan, ada cukup banyak faktor penyebab terjadinya kasus tersebut.
Namun apabila dilihat dari latar belakang yang menyebabkan tindak kekerasan terhadap anak itu, notabene berawal di lingkungan keluarga.
“Apabila dispesifikkan lagi, cenderung karena faktor ekonomi. Dimana anggota keluarga, semisal ayah atau ibu si anak tersebut sedang bermasalah pada ekonomi, sebagai pelampiasan emosi cenderung kepada anak-anak mereka,” tukasnya.
Menurutnya, kondisi tersebut pun diakuinya sulit dicegah.
Bagaimanapun butuh kesadaran tinggi para orangtua untuk dapat meredam tingkat emosional di saat mengalami masa-masa sulit.
“Ya rata-rata saat kami telusuri, ujung-ujungnya karena faktor ekonomi. Itu tren yang terjadi di Salatiga. Sehigga dalam penanganannya, tidak hanya memberikan edukasi maupun pendampingan kepada si anak sebagai korban, melainkan juga terhadap pelaku dimana rata-rata mereka adalah orangtua si anak,” tuturnya.
Adapun apabila dilihat dari bentuk kekerasan itu, tuturnya, rata-rata dikarenakan faktor ekonomi tersebut, kecenderungan bersifat fisik.
Seperti memukul atau mencederai pada bagian tubuh anak. Dimana efek akibat tindakan itu juga mengarah ke psikis.
“Sebenarnya multi efek. Sehingga tidak sekadar merehabilitasi, mendampingi guna pemulihan kondisi fisik anak. Melainkan juga kondisi psikologis (psikis) anak. Termasuk juga orangtua mereka sebagai pelaku atas tindak kekerasan tersebut,” terangnya.
Lalu apa saja yang selama ini dilakukan DP3A Kota Salatiga guna mencegah atau meminilisir tindak kekerasan itu?