Warga Terdampak Pembangunan Kampung Bahari Tambaklorok Semarang Resmi Tempuh Kasasi
Dalam surat panggilan tersebut, Suhaili bersama warga lainnya diharuskan datang mengikuti sidang konsinyasi.
Penulis: m zaenal arifin | Editor: suharno
Keberatan yang disampaikannya berkaitan dengan dua hal, yaitu pelaksanaan pembangunan jalan menuju Kampung Bahari Tambaklorok yang tidak sesuai dengan detail enginering design (DED) dan nilai ganti rugi yang tidak sesuai.
Terkait pembangunan jalan, ia menjelaskan, rencana awal jalan akan dibangun dengan lebar 7 meter.
Kemudian ada pemberitahuan lagi jika pembangunan jalan menjadi 12 meter.
Setelah sekian lama, beredar informasi jika lebar jalan menjadi 20 meter dan dikenakan sisi kiri jalan semua.
Sedangkan terkait ganti rugi lahan, tokonya yang sudah berdiri 38 tahun di tepi jalan Tambaklorok tersebut hanya diharga Rp 688 juta.
Harga itu dirasa sangat kecil mengingat besarnya bangunan toko dan merupakan bangunan yang terdampak langsung jalan.
"Jelas itu kurang dan sangat kecil. Warga yang lain bangunan kecil dan terdampak hanya bagian saja dapat Rp 500 jutaan. Lha toko saya itu besar. Harusnya ganti rugi itu yang masuk akal," imbuhnya.
Baca: Satpol PP Tertibkan 20 Bangunan Semi Permanen di Dermaga Tambaklorok
Kuasa hukum warga Tambaklorok, Jucka Rajendra Septeria Handry mengatakan, gugatan didaftarkan atas nama empat warga yang menolak uang ganti rugi.
Mereka yaitu Ahmad Suhaili, Muchlasin, Achmadi, dan Achmad Busairi.
"Dalam hal ini DPU sebagai instansi yang membutuhkan tanah, ada tahapan yang tidak dipenuhi yaitu sosialisasi. Sehingga klien kami yang minim pengetahuan hukum, justru dimanfaatkan dan dirugikan," ujarnya.
Rajendra menambahkan, warga belum pernah menerima hasil kesepakatan dalam musyawarah maupun secara resmi menerima berita acara kesepakatan dalam musyawarah yang dilakukan DPU Kota Semarang terkait ganti rugi lahan.
Bahkan, hingga saat ini warga dengan tegas menyatakan tidak menerima besaran ganti rugi lahan yang ditawarkan DPU Kota Semarang.
Akan tetapi, sebagian besar bangunan rumah dan toko yang terdampak jalan, sudah dibongkar dan rata tanah.
"Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, disebutkan jika tidak terjadi kesepakatan mengenai besaran ganti kerugian maka warga dapat mengajukan keberatan," jelasnya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Semarang, Iswar Aminudin mengatakan, proses pembebasan lahan telah dilakukan sesuai prosedur.
Bahkan, besaran ganti rugi lahan juga sudah sesuai dengan nilai appraisal.
"Ganti rugi sudah sesuai appraisal. Sehingga nilainya sudah sesuai. Kalau warga keberatan dan mengajukan ke Pengadilan, apalagi kami juga sudah mengajukan konsinyasi, biar pengadilan saja yang memutuskan," katanya. (*)