Cerita Mahasiswa Undip Selamat dari Tsunami Selat Sunda, Berlindung di Mushola
Saat berada di dalam mushola, muncul gelombang pasang kedua, disertai suara gemuruh. Gelombang kedua tersebut lebih tinggi lagi
Penulis: deni setiawan | Editor: m nur huda
Saat berada di dalam mushala, lanjut Ramadhan, muncul gelombang pasang kedua, disertai pula suara gemuruh. Gelombang kedua tersebut lebih tinggi lagi hingga mampu menghempaskan kaca jendela maupun pintu rumah penduduk.
Saat terjangan gelombang yang kedua itu, semua orang semakin panik.
“Kami sempat tertahan beberapa menit di dalam mushala dan saling berpegangan agar tidak ikut terbawa arus yang begitu cepat surut pula. Saat air mulai surut, kami keluar mushala dan berlari menjauh menuju perbukitan terdekat. Suasana sudah petang karena listrik padam,” tandasnya.
Bahkan, lanjut Dinda, rata-rata para mahasiswa yang juga ikut serta menggendong bayi maupun anak-anak warga setempat, seakan-akan tak tahu arah. Saling menyebar untuk sesegera mungkin dapat sampai di puncak bukit.
“Dari informasi, diperkirakan gelombang pasang yang ketiga ketinggiannya mencapai antara 3 hingga 5 meter. Warga khususnya kaum pria baru memberanikan turun pada Minggu (23/12/2018) pagi atau sekitar pukul 05.30,” terangnya.
Kepada Tribunjateng.com, Rabu (26/12/2018), dosen FPIK Undip Ir Ita Riniatsih berucap, seluruh mahasiswa dalam kondisi baik dan sehat. Setidaknya hanya ada sebagian yang mengalami luka akibat goresan material bahan bangunan.
“Kami berada di Pulau Legundi Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung sejak Kamis (20/12/2018). Di sana kami hendak menjalankan visi lingkungan yakni menjadikan pulau tersebut sebagai tempat wisata bahari di Lampung,” ucap dosen yang mendampingi kedua tim ekspedisi tersebut.
Adapun dalam proses pemulangannya, ucap Ir Ita, dilakukan sebanyak 3 tahap yakni mulai Senin (24/12/2018) hingga Rabu (26/12/2018). Dari 30 orang, hanya tinggal 3 atau 4 orang yang masih berada di Lampung, dimana mereka adalah para alumni.
“Mereka hendak menginventarisir sekiranya ada perlengkapan milik mahasiswa maupun kampus yang masih bisa terselamatkan. Mayoritas alat hilang atau tidak bisa dibawa saat terjadinya bencana itu,” tuturnya.(dse)