Viral Mahar Pernikahan Sepasang Sendal Jepit di Kebumen, Begini Kata Kepala KUA
Viralnya sebuah pernikahan dengan mahar sepasang sendal jepit Swallow di Kebumen sekilas membuat masyarakat heran
Penulis: Saiful Ma sum | Editor: muslimah
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Saiful Ma'sum
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Viralnya sebuah pernikahan dengan mahar sepasang sendal jepit Swallow di Kebumen sekilas membuat masyarakat heran.
Kabar viral maskawin sandal jepit ini tersebut diunggah oleh pemilik akun Nabilla Safira Yuriztya di grup Facebook Berita Kebumen pukul 20.22 WaiB, Minggu (31/12/2018).
Hal tersebut seketika menuai ratusan komentar dari bernagai sudut pandang.
Lantas bagaimana jika dilihat dari syahnya sebuah pernikahan?
Penghulu sekaligus Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Tugu Semarang, Khoiruddin Zuhri mengatakan, apapun bentuk sebuah maskawin (mahar) selagi barang tersebut baik/tidak haram, bermanfaat dan calon istri ridho tidak membatalkan syahnya sebuah pernikahan (ijab dan qobul).
Lebih lengkapnya, Khoiruddin menjelaskan, sebuah pernikahan sebagaimana dilakukan oleh Petugas KUA meliputi 2 unsur, rukun dan syarat pernikahan.
Adapun rukun merupakan sesuatu yang harus ada dalam proses ijab dan qobul.
"Rukun sendiri ada 5, calon suami, wali nikah, dua orang saksi, ijab, dan qobul, apabila satu di antaranya tidak ada maka ijab-qobul tidak syah," jelasnya kepada Tribunjateng.com, Senin (31/12/2018).
Sedangkan mahar atau maskawin, terang Khoiruddin, merupakan syarat syahnya sebuah pernikahan, wajib.
Mahar harus dipenuhi oleh calon suami sebagai bentuk pemberiannya kepada calon istri.
"Nah kalau gak ada mahar ya pernikahan tidak syah," terang Khoiruddin.
"Bedanya, mahar tidak harus ada dalam prosesi akad, bisa diberikan sebelum atau sesudahnya, baik berupa barang, uang maupun jasa," lanjutnya.
Dari hal tersebut, Khoiruddin tidak mempermasalahkan apapun bentuk sebuah maskawin selagi masih dalam koridor yang ditetapkan.
"Jangankan sendal jepit, Rasulullah saja mengatakan sekaligus memperbolehkan sebuah maskawin walau terbuat dari cincin besi, atau bahkan juga bisa dalam bentuk jasa seperti jasa mengajari Alquran hingga mahar bacaan surah dalam Alquran," tambah Khoiruddin.
Meski begitu, mengutip perkataan prof Quraish Shihab, Khoiruddin menjelaskan bahwa mahar atau maskawin alangkah lebih baiknya berupa sejumlah uang.
Hal tersebuta dengan catatan calon suami mampu, karenanya mahar menjadi sebuah simbol kesiapan seorang suami untuk memberi nafkah kepada calon istri.
Lantas bagaimana jika nilai seserahan lebih tinggi dari pada maskawin?
Khoiruddin mengatakan sesuai prosedural pernikahan jika dilihat dari syarat sahnya pernikahan tidak berpengaruh.
"KUA hanya memastikan segala rukun dan syarat nikah (mahar dengan jelas) supaya prosesi ijab qobul sah, adapun sesrahan bukan menentukan sah atau tidaknya pernikahan, itu hanya adat kebiasaan saja dan menjadi urusan keluarga yang beraangkutan, jadi ya boleh-boleh saja mau sesrahan dalam bentuk apa dan bagaimana," terang Khoiruddin. (*)