Namanya Disebut Fahri Hamzah, Fadjroel Rahman Mendadak Angkat Dua Jempol di ILC
Aktivis Anti Korupsi, Fadjroel Rachman mengangkat dua jempol tangganya saat Fahri Hamzah membahas soal Komisi Pemberantasan Korupsi.
Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
TRIBUNJATENG.COM- Aktivis Anti Korupsi, Fadjroel Rachman mengangkat dua jempol tangganya saat Fahri Hamzah membahas soal Komisi Pemberantasan Korupsi.
Hal tersebut tampak pada acara ILC yang tayang pada Selasa (1/1/19) dengan tema Benarkah KPK Mau Digembosi?.
Fadjroel Rachman, Aktivis Pegiat Anti Korupsi memberikan pernyataan soal KUHP yang akan diberlakuakn di KPK.
Fadjroel Rachman mengaku cemas dengan proses pemberantasan korupsi yang akan berjalan ke depan.
"Artinya dari contoh contoh yang diberikan,pemberlakuan KUJP yang akan datang, apakah kita akan berada di sikap politik hukum bahwa betul-betul pemberantasan korupsi ini adalah bagian yang penting sebagai upaya mebersihkan upaya penggarongan perampokan terjadap kekayaan negara," ujarnya.
Fadjroel Rachman lantas membantah terkait pernyataan politisi yang meyebut bahwa KPK ingin membuat hukum sendiri.
"Itu adalah pernyataan tidak elok, dan tidak arif, karena KPK adalah lembaga penegak hukum, tentu rakyat akan berpikir apa KPK bisa membuat hukum sendiri, pasti politisi itu tidak datang saat rapat," ujar Fadjroel Rachman yang disambut tepuk tangan.
• Reaksi Karni Ilyas Seusai Diprotes Keras Fahri Hamzah di ILC
• Di ILC, Fahri Hamzah Protes Keras Karni Ilyas hingga Penonton Bertepuk Tangan
• VIDEO : Dua ABG di Demak Rudapaksa Anak di Bawah Umur
• Mulai 2019, Operasional 8 Pintu Air dan 1 Bendungan di Solo Jadi Tanggungan Pemkot Solo
Fadjroel Rachman lantas mengatakan bahwa hakim pengawas merupakan ancaman tersendiri bagi KPK.
Fadjroel Rachman lantas mengatakan tidak sepakat bahwa Artidjo Alkodstar disebut-sebut mengotak-atik fakta.
"Apabila perdebatan soal KHUP terus kita perdebatakan, saya berpikir bahwa pencegahan korupsi belum bisa berjalan dengan baik di sini, kita selalu berpikir tentang penghukuman dan penegaakan hukum pencegahan," ujar Fadjroel Rachman.
Fadjroel Rachman lantas prihatin terkait pencegahan korupsi yang kurang menjadi konsentrasi di negara Indonesia.
"Kalau penindakan seksi, kalau pencegahan kurang seksi," ujar Fadjroel Rachman.
Meski Fadjroel Rachman prihatin dengan kondisi pencegahan yang belum berjalan, namun ia kagum dengan publik yang sudah sadar bahwa koruptor adalah sebauh tindakan yang mereka benci.
"kalau saya menilai sekarang masyarakat senang melihat koruptor susah, susah melihat koruptor senang," ujar Fadjroel Rachman.
Rupanya, Hal tersebut mendapatkan tanggapan dari Fahri Hamzah di forum tersebut.
Fahri menilai bahawa revisi Undang-undang merupakan mandat sejarah perubahan di Indonesia.
Fahri mengatakan bahwa UUD yang lama telah diamandemen 4 kali selama ini.
"Amandemen itu merupakan tuntutan mahasiswa, lalu diamandemen 4 kali, kita berubah dari negara otoriter menjadi demokrasi," ujar Fahri.
Fahri mengutip pernyataan Prof Jimly bahwa UUD 88 persen merupakan ketentuan baru, dan 12 persen merupakan ketentuan lama.
"Yang berubah secara konsisten adalah mengambil alih konsentrasi kekuasaan dari tangan negara kemudian diserahkan pada rakyat, beberapa pakar tata negara mengatakan itu merampas dari tangan negara diserahkan kepada rakyat, karena itu ada sistem penguatan legislatif, karena itu melihat perubahan yang begitu dahsayt tadi, ini kan sedaran transformasi dari otoriter menjadi demokrasi, merupakan sebuah proses membangun instutusi yang kuat bahwa problem negara harus ditangkap melalui institusi penegakkan hukum " ujarnya.
Fahri mengaku telah membaca UU KPK dan disebutkan bahwa KPK merupakan mandat sebagai institusi yang memberantas korupsi, dan menata sistem negara yang dianggap kurang efektif untuk menjadi efektif.
"Namun sayangnya, KPK mengalami perubahan orientasi, dari orientasi perbaikan sistem, dari penataan sistem negara supaya migrasi birkorasi otoriter ke demokrasi berjalan baik, dari mental-mental pejabat yang otoriter ke mental dekomrasi yang lebih baik, namun itu sayangnya tidak dilakukan KPK, sehingga KPK ada tugas untuk mencegah," ujar Fahri Hamzah..
Lantas Fahri Hamzah mengaku bersyukur dengan pernyataan Fadjroel Rachman yang capek melihat orang yang kerap ditangkap KPK.
"Saya bersyukur Fadjroel Rachman mengatakan capek melihat orang yang kerap ditangkap KPK, lama-lama kita yang di sini juga ilang ditangkap satu-satu oleh KPK, " ujar Fahri yang disambut tawa oleh Fadjroel Rachman.
Lantas Fahri menyebut bahwa tugas yang memberantas korupsi adalah kepolisian dan jaksa.
"Tugas yang memberantas korupsi adalah kepolisian dan kejaksaan, tapi dianggap tidak efektif, maka muncullah KPK, dalam rangka mengektifkannya, maka dalam bayanagn saya yang membernatas korupsi adalah kepolisian dan jaksa yang jumlahnya ribuan," ujar Fahri Hamzah.
Fahri Hamzah lantas berpendapat bahwa mengatasnamakan memerangi korupsi, saat ini siapapun bisa dilumpuhkan tanpa menghormati lembaga apapun.
• Nanti Malam Bakal Hujan Ringan, Berikut Prakiraan Cuaca BMKG Kota Semarang Siang-Malam Ini
• Presiden Jokowi Tunjuk Mantan Danjen Kopassus Doni Monardo Jadi Kepala BNPB
• Mayat Wanita Tua Ditemukan Tergeletak di Gubuk Belakang Gereja Brebes
"Sekarang ini bang Karni, ini menurut perspektif lain ya, sekarang ini atasnama memerangi korupsi, saat ini siapapun bisa dilumpuhkan tanpa menghormati lembaga apapun," ujar Fahri.
"Itulah yang kita lihat secara terus menerus, ruang Ketua Mahkamah Agung sudah digeledah, ketua mahkamah konstitusi disadap dan ditangkap tangan, bahkan gedung DPR kemrin, KPK mebawa senjata laras panjang, kemudian mengeledah, semua pegawai disuruh keluar, dan disuruh meletakkan handphone di dalam ember," ujar Fahri.
Fahri lantas menilai bahwa yang dilakukan KPK bukanlah penguatan sistem, namun penghancuran sistem.
Fahri berharap agar penegakkan hukum secara demokratis.
Fahri lantas berharap bahwa negara hukum yang demokratis berefek besar di dalam segela bentuk kejahatan.
Kalau sya melihat orang-orang dituduh korupsi, mana yang rela, hukum kita ini kehilangan spiritualitas," ujar Fahri.
Fahri menilai bahwa orang-orang yang diduga melakukan korupsi membuat pledoi lebih tebal dari tuntutan jaksa karena mereka menentang ketidakadilan yang ia terima.
"Revisi KUHP ini maksudnya itu, negara harus mentranformasikan dirinya menjadi negara hukum, bukan negara kekuasaan, negara hukum yang dekomratis itu menjamin warga negara mendapatkan hak nya di depan hukum sebagaimana mandat konstitusi pasal 27 UUD 1945,"ujarnya.
Diketahui,Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) meminta agar pasal-pasal yang mengatur tentang tindak pidana korupsi dihapus dari revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP), yang rencananya akan disahkan pada Agustus 2018.
KPK menduga ada sinyal pelemahan pemberantasan tindak pidana korupsi apabila pasal tentang korupsi tetap digabungkan.
"Karena masih terdapat sejumlah pasal tindak pidana korupsi di RKUHP yang kami pandang sangat berisiko melemahkan pemberantasan korupsi ke depan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah melalui keterangan tertulis, Selasa (29/5/2018).
Menurut Febri, KPK telah melakukan kajian sejak lama dan mendapat masukkan dari diskusi yang dilakukan di 5 perguruan tinggi, yaitu Universitas Airlangga, Universitas Gadjah Mada, Universitas Parahyangan, Unhas Bosowa dan Universitas Andalas.
Diskusi tersebut melibatkan sejumlah guru besar dan ahli hukum serta praktisi hukum terkait. Menurut Febri, ada kekhawatiran yang tinggi jika R KUHP dipaksakan pengesahannya dalam kondisi saat ini.
"Kami tidak bisa membayangkan ke depan bagaimana risiko terhadap pemberantasan korupsi dan kejahatan serius lainnya," kata Febri.
Febri mengatakan, KPK mendukung Indonesia memiliki sebuah aturan pidana yang menjadi produk sendiri dan menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan penegakan hukum.
Namun, hal itu perlu sangat hati-hati, agar jangan sampai program regulasi seperti RKUHP ditumpangi kepentingan untuk melemahkan pemberantasan korupsi dan kejahatan serius lainnya.
KPK tetap menyarankan agar tindak pidana khusus diatur dalam regulasi yang juga khusus.
Sementara itu, Ketua Tim Panitia Kerja Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Panja RKUHP) dari pemerintah, Enny Nurbaningsih, membantah anggapan bahwa pengaturan tindak pidana korupsi dalam RKUHP akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
Begitu juga dengan pengurangan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK). Ia menegaskan, tidak ada satupun pasal dalam RKUHP yang mencabut kewenangan KPK sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
• Dimarahi Ali Ngabalin, Rocky Gerung Tertawa Santai di ILC
• Di ILC, Ali Ngabalin Tanya soal Normal Akal Sehat, Rocky Gerung Tepuk Jidat
• Blak-blakan Sudjiwo Tedjo Kritik Effendi Ghazali soal EKTP di Forum ILC
"Tidak ada satupun ketentuan RUU KUHP yang melemahkan pemberantasan tindak pidana korupsi dan mengambil atau mengurangi kewenangan KPK," ujar Enny saat memberikan keterangan pers di kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta Selatan, Rabu (6/6/2018).
Enny menjelaskan, dalam pasal 729 Ketentuan Peralihan RKUHP disebutkan, penanganan tindak pidana khusus tetap dilaksanakan oleh lembaga yang ditetapkan oleh UU sektoral.
Pasal 729 berbunyi, pada saat undang-undang ini mulai berlaku, ketentuan bab tentang Tindak Pidana Khusus tetap dilaksanakan berdasarkan kewenangan lembaga yang telah diatur dalam undang-undang masing-masing.
Artinya, KPK tidak akan kehilangan kewenangannya dalam menangani kasus korupsi, termasuk menangani tindak pidana korupsi yang diatur dalam KUHP. (TribunJateng.com/Woro Seto)