Berkah Pasir Merapi bagi Penambang Tradisional
Tak selamanya bencana jadi musibah dan menyusahkan masyarakat. Nyatanya, jika terjadi banjir lahar dingin
TRIBUNJATENG.COM, KLATEN -- Tak selamanya bencana jadi musibah dan menyusahkan masyarakat. Nyatanya, jika terjadi banjir lahar dingin, hal itu mendatangkan berkah.
Hikmah di balik musibah dirasakan penambang pasir tradisional di Kali Woro Klaten. Mereka justru bersorak bergembira saat puluhan ribu kubik material pasir dan batu memenuhi sungai yang berhulu di lereng Gunung Merapi itu jika terjadi banjir lahar dingin.
Peningkatan aktivitas Merapi kali ini berpotensi mengakibatkan banjir lahar dingin meskipun kemungkinannya kecil. Namun, jika terjadi hujan deras tetap rawan terjadi banjir lahar dingin.
Selama ini guguran lava pijar lebih mengarah ke Kali Gendol yang berada di sisi barat Kali Woro. Keduanya memiliki hulu di Merapi.
Banjir lahar dingin pernah melewati Kali Woro saat peningkatan aktivitas Merapi pada 2010 dan 2006. Sedangkan peningkatan tahun ini diprediksi tidak seperti sebelumnya, sehingga potensi banjir lahar dingin juga kecil.
Berdasarkan pantauan, sejumlah warga membawa sekop dan cangkul berkumpul di alur Kali Woro. Tidak ada air yang mengalir sepanjang sungai tersebut, yang ada hanya tumpukan pasir dan batu atau kerikil.
"Ini (pasir dan batu) dibawa banjir lahar dingin beberapa tahun lalu," kata seorang penambang tradisional Kali Woro, Slamet Widodo (41).
Warga Dompol Kecamatan Kemalang, Klaten itu sudah menjadi penambang pasir tradisional sejak tahun 1997. Menambang pasir dan batu merupakan satu-satunya mata pencaharian yang dia punya.
Kali Woro yang merupakan jalur lahar dingin menjadi tempat penampung yang memudahkan warga menemukan pasir dan batu dari Merapi.
Puluhan penambang tradisional berlomba-lomba mengeruk pasir yang melimpah. Wajah-wajah sumringah jelas terlihat dari penambang tersebut. Maklum pasir dari Kali Woro dikenal memiliki kualitas super, untuk material bangunan.
Slamet menuturkan sehari mampu mengisi penuh satu bak truk dengan pasir. Pada pagi buta sebelum terbit matahari sudah menancapkan cangkul di timbunan pasir. Baru pada siang hari dia bersama teman-temannya menyudahi pekerjaannya. Upah mencari pasir sebanyak satu bak truk dirasa cukup.
Dalam sehari, ia bisa mengantongi Rp 150 ribu untuk upah mencari pasir. Upah itu didapatkan setelah ia dan teman-temannya mengeruk pasir hingga memenuhi bak truk. Terkadang, mereka bisa memuat pasir ukuran setara dua bak truk. Imbalannya pun dua kali lipat.
Upah sebesar itu, kata dia, jauh lebih baik dari pada tahun- tahun sebelumnya. Ia pernah mendapatkan upah Rp 12.000 dalam sehari dengan mencari pasir setara satu bak truk penuh.
"Memuat satu truk pasir itu saya tidak sendirian, bersama teman-teman, satu kelompok," terangnya.
Peningkatan upah tidak lepas dari kualitas pasir Kali Woro yang dikenal baik karena dari muntahan Merapi. Bahkan, kata dia, pasir Merapi merupakan terbaik di Indonesia.