Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Penerima PKH Pemilik Rumah Bagus di Desa Pamotan Rembang Wajib Bikin Surat Pernyataan Miskin

Setiap rumah yang dihuni penerima manfaat PKH di Pamotan Rembang dilabeli "Keluarga Miskin".

IST
Para petugas di depan rumah KPM PKH di Kecamatan Pamotan, Rembang, Jawa Tengah, yang dilabeli "Keluarga Miskin" 

TRIBUNJATENG.COM, REMBANG - Para pemangku kepentingan di Kecamatan Pamotan, Rembang, Jawa Tengah, membuat kebijakan penting.

Setiap rumah yang dihuni Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) dilabeli "Keluarga Miskin".

Lengkapnya label itu bertuliskan "Keluarga Miskin Penerima Bantuan PKH (Permensos No. 1 Tahun 2018 Tentang Program Keluarga Harapan)".

Pelabelan itu dijalankan pada 18-26 Mei lalu menggunakan cat semprot.

Ternyata sejumlah KPM PKH mengundurkan diri karena tak ingin menanggung malu atas kebijakan tersebut.

Mereka tidak mau rumahnya bertuliskan "Keluarga Miskin" di dinding depan. 

Kecelakaan Tunggal di Jalan Tol Solo-Ngawi, 1 Bocah Warga Serang Banten Meninggal Dunia

BREAKING NEWS: Kecelakaan Pemudik Asal Yogya vs Bus Sugeng Rahayu di Sragen, Satu Tewas, Warga Marah

TABRAKAN MAUT! Empat Pemudik Tewas di Tol Semarang-Batang

Kecelakaan di Jalan Kaligawe Kota Semarang: Pengendara Sepeda Motor Tabrak Pejalan Kaki hingga Tewas

Pj Kepala Desa Pamotan Imron sangat menyetujui pelabelan di rumah penerima bantuan PKH.

Ia berharap, dengan cara demikian penerima manfaat yang sebetulnya ekonominya telah berkecukupan akan malu dan mengundurkan diri.

Di Desa Pamotan sendiri, dari 363 Keluarga Penerima Manfaat ada 9 yang mengundurkan diri setelah wacana labelisasi disosialisasikan.

"Masih ada beberapa warga yang kami lihat telah tergolong mampu tapi belum mau mundur.

Indikatornya bukan hanya rumah yang bagus.

Ada yang punya sawah luas.

Terus punya sepeda motor lebih dari satu, dan sebagainya.

Sudah kami dekati, kami minta mundur dengan pendekatan personal.

Tapi kami tidak bisa memaksa," jelasnya ketika dihubungi Tribunjateng.co, Kamis (31/5/2019).

Warga yang tidak berkenan mundur, menurut Imron, mengajukan berbagai alasan.

Di antaranya ada penerima manfaat yang rumahnya tergolong bagus beralasan rumah tersebut dibangun menjadi bagus ketika suami masih bekerja di luar Jawa.

Yang bersangkutan mengaku suaminya kini bekerja serabutan di luar kota.

Padahal keluarganya masih memiliki tanggungan satu anak yang duduk di bangku SMA.

"Saya kurang bisa memastikan sekarang suaminya bekerja seperti apa.

Dia di luar kota.

Informasinya, dia bekerja serabutan.

Kalau masih serabutan ya memang kurang mampu.

Tapi faktanya rumahnya bagus," jelas Imron.

Pada akhirnya, warga yang bersikukuh tidak mau mengundurkan diri diminta membuat surat pernyataan miskin.

Surat tersebut merupakan bukti bahwa yang bersangkutan sendiri yang menyatakan diri miskin.

Imron menjelaskan, sebetulnya ada dua cara membuat penerima manfaat yang telah mampu secara ekonomi dicoret dari daftar penerima bantuan.

"Cara pertama, yang bersangkutan mundur sendiri.

Kedua, dikeluarkan melalui mekanisme musyawarah desa," paparnya.

Namun, cara kedua ini sangat riskan dalam penilaian sosial budaya.

Musyawarah desa memang bisa mengeliminasi warga yang ngotot masih layak menerima bantuan tapi hal ini dilematis.

Sebab, bisa menimbulkan percekcokan antarwarga.

Nah, di antara dua cara tersebut labelisasi "Keluarga Miskin" merupakan solusi "tengah-tengah" atau moderat.

"Ketika pendekatan personal biasa tidak mempan, kemudian mekanisme Musydes terlalu berisiko, akhirnya dilakukan labelisasi.

Jika rumah mereka dilabeli begitu, akan ada beban rasa malu.

Terutama jika ada tamu jauh datang ke rumah mereka," ujarnya.

Untuk mencapai tujuan labelisasi "Keluarga Miskin" ini, Imron mengatakan bahwa pemerintah desa bersama pendamping PKH juga melakukan pendekatan keagamaan.

"Kami katakan, 'Pak/Bu, kami mencatat ini juga merupakan doa. Kalau jenengan jadi miskin betulan gimana?'

Ini siasat untuk membuat mereka sadar," tambahnya.

Menurut Imron, agar program PKH benar-benar tepat sasaran, Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu Program Perlindungan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan (SLRT) dari Kementerian Sosial harus segera diterapkan.

"Dengan pendataan kemiskinan yang baru melalui SLRT ini, data kemiskinan akan lebih valid.

Dulu Pak Bupati bilang, dalam satu tahun, dari SLRT akan dikeluarkan dua kali pembaruan verifikasi data

kemiskinan," tandasnya.

TONTON JUGA DAN SUBSCRIBE:

Desa Pamotan satu dari 23 desa yang ada di Kecamatan Pamotan.

Ada total 2.835 penerima manfaat PKH di kecamatan ini.

Kemudian sebanyak 163 menyatakan mundur seusai sosialisasi pelabelan "Keluarga Miskin".

Jadi hanya 2.672 rumah yang diberi label tersebut. (mazka hauzan naufal)

Malu Rumahnya Dilabeli Keluarga Miskin, 163 Penerima PKH di Pamotan Rembang Mundur

Viral Facebook! Makan Seafood di Warung Bu Anny Bayar Rp 700 Ribu, Katanya: Ada Rupa, Ada Harga

Lulu Tobing Dilamar Cucu Raja Kapal? Ini Sosok Bani M Mulia, Pria yang Kini Mengisi Hati Sang Aktris

Viral Curhatan Istri Oknum TNI Tentang Pelakor yang Rebut Suami: Saya Kejar Pakai Motor Butut

Verrell Bramasta dan Aurel Hermansyah Kompak Ingin Menikah, Aurel : Nikah Sama Kamu, Deh!

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved