Liputan Khusus: Kala 'SETAN GEPENG' Mengancam Keluarga Anda
Sekelompok anak tengah duduk di depan satu rumah di Desa Banyukuning, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang.
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG -- Sekelompok anak tengah duduk di depan satu rumah di Desa Banyukuning, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang. Masing-masing memegang gawai atau ponsel pintar (smartphone).
Mata mereka tampak serius memandangi layar gawai. Jari jemari kecil bergerak ke kanan dan kiri memencet tombol di layar ponsel. Anak-anak itu tampak lihai memainkan game online (permainan daring) yang ada di ponsel mereka.
"Waduh, nggonku ngelag iki (punyaku eror)," teriak seorang anak dengan mata yang tidak beralih dari layar ponsel.
Mereka pun tetap diam seolah-olah tidak mendengar saat ditanya. Serius, memainkan game online. Anak-anak tersebut sengaja berkumpul di satu rumah yang dekat dengan menara Base Transceiver Station (BTS) satu provider telepon seluler.
Alasannya, agar sinyal lancar sehingga permainan game tidak terganggu.
Free Fire, PUBG, dan Mobile Legends merupakan beberapa game online yang kerap dimainkan. Luki (9) siswa kelas 3 SD telah mengenal game online sejak usia 6 tahun. Awalnya, ia melihat kakaknya bermain game di ponsel.
Beberapa kali ia mengamati kakaknya itu hingga ingin mencoba dan mempraktikannya sendiri. Lama-lama ia sering meminjam ponsel kakaknya itu untuk bermain.
"Awalnya pakai handphone (gawai) kakak, terus setelah itu beli, ini punya sendiri," ucapnya.
Biasanya, Luki bermain game online setelah pulang sekolah, sekitar pukul 12.00 WIB hingga pukul 24.00 WIB. "Tapi jam 8 malam berhenti, belajar dulu sampai jam 9 malam," kata anak kedua dari tiga bersaudara itu.
Banyak orang gemar bermain game, mulai dari anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Bermain game memang menyenangkan, bahkan beberapa orang sampai bersikap adiktif. Tidak hanya online, game offline pun sering kali membuat kecanduan.
Adiksi game online sudah dialami Luki sejak lama. Bahkan, ia pernah menangis meronta-ronta saat ponselnya sengaja disembunyikan oleh sang ibu. Maka sebagian orang tua menjulukinya setan gepeng karena anak-anaknya tergoda dan melupakan kewajibannya untuk beribadah apalagi cari ilmu agama.
Orangtuanya geram karena tangan Luki tidak bisa lepas dari telepon pintar. Hingga akhirnya dia meminjam ponsel ayahnya untuk menelepon ibunya yang sedang bekerja.
"Aku telepon ibuku yang lagi kerja. Tanya HP-nya dimana. Wong yang lain main game masa aku sendirian cuma nonton, diam saja," ujarnya.
Untuk bermain game online, Luki menghabiskan kuota data sebanyak 4 GB selama satu pekan. Bahkan, ia pernah menghabiskan kuota data internet 4 GB dalam satu hari.
Untuk membeli data, dia menuturkan menggunakan uang sendiri yang telah ditabung. Sisa uang saku sekolah setiap harinya, selalu ditabung untuk beli kuota.