Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Mengenal Ciam Si di Sam Poo Kong Kota Semarang, Ritual Meramal dan Minta Petunjuk Kepada Dewa

Klenteng Tho Tee Kong, merupakan salah satu dari empat klenteng di Sam Poo Kong yang digunakan untuk berdoa bagi para penganut Kong Hu Cu dan Taoisme

Penulis: Reza Gustav Pradana | Editor: galih permadi
TRIBUN JATENG/REZA GUSTAV
Deretan klenteng di dalam Sam Poo Kong, Kota Semarang, yang biasanya digunakan untuk berdoa. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Klenteng Tho Tee Kong, merupakan salah satu dari empat klenteng di Sam Poo Kong yang digunakan untuk berdoa bagi para penganut Kong Hu Cu dan Taoisme.

Klenteng itu berada di paling utara dari deretan klenteng-klenteng lainnya.

Tampak dominasi warna merah serta lampion-lampion yang menghiasi bangunan itu.

Saat memasuki klenteng, mata pengunjung dimanjakan dengan ukiran bermotif ular naga dan huruf Tiongkok berwarna emas yang berada di pilar-pilar penyangga berwarna merah.

Di sana, para pengunjung melakukan pemujaan kepada Dewa Bumi, yang juga disebut Fude Zhengshen (Hok Tek Ceng Sin).

Patung Dewa Bumi itu juga tampak berada di altar, digambarkan sebagai orang tua berjenggot putih.

Sedangkan, di bawah altarnya terdapat patung seekor harimau putih yang menjadi peliharaan sekaligus pengawalnya.

“Karena Dewa Bumi yang memberi karunia dan kelangsungan hidup di Bumi. Kalau orang Tionghoa biasanya meminta berkah dan kelancaran untuk usaha,” ungkap asisten Juru Kunci (Biokong) klenteng itu, Mujiono, kepada Tribunjateng.com, Jumat (31/5/2019).

“Selain itu, kan ada orang Jawa juga, biasanya tujuannya macam-macam; rumah tangga dan pekerjaan misalnya,” imbuhnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa Dewa Bumi tersebut setara dengan Dewi Kwan Im.

Salah satu yang biasa dilakukan pengunjung adalah Ciam Si, yaitu ritual membaca nasib atau meramal menurut tradisi Tiongkok kuno dan biasanya rutin dilakukan warga etnis Tionghoa menjelang Imlek.

Ramalan itu bisa dilakukan oleh siapa saja, tidak hanya bagi pengunjung dengan penganut Kong Hu Cu atau etnis Tionghoa saja.

Langkah awal melakukan Ciam Si adalah membakar hio dan mulai berdoa di depan altar.

Kemudian, meminta izin dengan melakukan po pwe atau melempar dua tongkat kayu dan melihat sisi yang muncul.

Ada beberapa tanda yang keluar sebagai jawaban, yaitu ditertawakan karena pengunjung tidak niat berdoa, tidak diizinkan berdoa dan boleh melanjutkan proses Ciam Si.

Ritual itu dilakukan berulang-ulang hingga tiga kali, jika sudah tiga kali dan tidak diizinkan maka pengunjung tidak boleh melanjutkan.

Jika mendapatkan izin, pengunjung mengocok sebuah wadah berisi sejumlah batangan bambu.

Jumlah batang bambu di dalam satu wadah biasanya sebanyak 60 hingga 100 batang.

Wadah itu dikocok atau digoyangkan terus hingga sebatang bambu yang bertuliskan nomor keluar atau jatuh dari wadah tersebut.

Usai melihat nomor yang tertera pada bambu, pengunjung mencari kertas atau ‘syair ramalan’ yang disimpan di lemari sesuai nomor pada bambu.

Jika pengunjung tidak mengerti artinya dalam jawaban di kertas yang berhuruf Tiongkok itu, maka penjaga klenteng bisa membantunya.

Di Sam Poo Kong sendiri, syair di kertas itu telah dilengkapi terjemahan dalam Bahasa.

Di kertas itu tertera ramalan mengenai kehidupan, mulai dari pekerjaan, keuangan, keluarga, rumah tangga, kesehatan, bisnis, asmara dan lain-lain. 

Perlu diketahui, di dalam tempat itu merupakan untuk berdoa, pengunjung tidak bisa asal berfoto atau melakukan sesuatu yang kurang sopan.

Hal itu dimaksudkan agar tidak mengganggu pengunjung yang sedang berdoa di dalam klenteng. (tribunjateng/rez)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved