Polemik Tenun Troso Jepara, Ketua Pokdarwis: Kami Tidak Mengklaim
Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, Nasta’in, angkat bicara soal polemik tenun Troso.
Penulis: Rifqi Gozali | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, JEPARA – Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, Nasta’in, angkat bicara soal polemik tenun Troso.
Menurutnya, Troso tidak mengklaim motif tenun dari daerah lain.
Pasalnya Troso memiliki motif sendiri.
Sementara terkait kesamaan motif, kata Nasta’in, sebenarnya tidak ada maksud untuk menjiplak.
Sebab perajin di Troso sudah jamak mendapat pesanan dari berbagai daerah di Indonesia.
Misalnya Bali, Sumba, atau Toraja.
Kontan, motif yang diproduksi perajin Troso menyesuaikan dengan motif daerah pemesan.
“Kami tidak pernah mengklaim motif dari Sumba.
Kalaupun ada pesanan daerah lain motifnya khas sana, ya namanya sesuai dengan daerah sana.
Misal tenun motif khas Toraja,” kata Nasta’in kepada Tribun Jateng melalui sambungan telepon, Selasa (2/6/2019).
Nasta’in mengatakan, pemesan tenun ke perajin Troso datang dari berbagai daerah di Indonesia.
Bahkan ada pemesan yang datang dari mancanegara.
Hal itu karena tingginya kuantitas produksi tenun asal Troso yang akhirnya banyak pemesan.
“Kalau Troso punya motif sendiri.
Sampai 100 lebih yang sudah tercatat di hak kekayaan intelektual,” katanya.
Sementara, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Jepara, Ratib Zaini berujar, pemasaran tenun yang diproduksi Troso menyasar ke berbagai wilayah di Indonesia.
Misalnya, pemasaran tersebut sudah sampai ke Bali, Sumba, Yogyakarta, dan Toraja.
“Bahkan ekspor juga ada,” kata Ratib.
Kemudian, selain perajin, para penenun di Troso juga memiliki naluri bisnis yang cukup lincah.
Terbukti sampai saat ini tenun yang diproduksi di Troso sudah sampai ke beberapa wilayah Tanah Air.
“Jadi kalau bisnis sebisa mungkin menyesuaikan dengan daerah pasar.
Tapi kalau Troso setahu saya tidak pernah mengklaim, mereka punya motif sendiri.
Kalaupun ada kesamaan motif, secara cermat pasti ada bedanya,” kata Ratib.
Belakangan tenun Troso mendapat perhatian dari berbagai pihak di Nusa Tenggara Timur karena dinilai menjiplak motif khas Sumba.
Hal itu terjadi setelah dua siswi SMK NU Banat Kudus mendesain busana dari kain tenun asal Troso.
Hasil desain mereka kemudian dipamerkan di Paris pada Desember 2018.
“Karena waktunya mepet, atas arahan pembimbing kami dari IFC (Indonesian Fashion Chamber) kami diberi arahan untuk mengangkat potensi sekitar Kudus.
Maka dipilihlah Troso,” kata salah satu siswi SMK NU Banat, Farah Aurellia Majid.
Dipilihnya tenun Troso, katanya, hanya karena faktor geografis yang berdekatan dengan Kudus.
Apalagi Troso sudah sangat masyhur akan produksi tenunnya. (goz)