Anak-anak SD di Purbalingga Hidupkan Kembali Wayang dari Ranting Daun Singkong
Dunia kanak-kanak tak lepas dari aktivitas bermain dan hiburan. Dari situ, tercipta aneka permainan untuk memenuhi kebutuhan anak.
Penulis: khoirul muzaki | Editor: muh radlis
Ranting daun singkong yang digunakan tentu tidak sembarang ranting.
Ranting haruslah yang sudah tua dan berwarna merah.
Alasannya, ranting daun singkong yang sudah tua teksturnya lentur dan mudah untuk dibentuk.
“Yang dipilih memang harus ranting yang tua dan berwarna merah karena kalau yang masih muda akan mudah patah,” kata Anita, Registrar Museum Prof. Dr. R. Soegarda Poerbakawatja, Rabu (15/8).
• Fitur Canggih yang Jarang Orang Tahu, NFC di Smartphone Samsung Bisa Untuk Top Up E Money
• Dikasih Kepercayaan, Guntur Malah Curi Uang Rp 12 Juta Lebih di ATM Milik Venia
Anita menjelaskan, kegiatan ini adalah upaya untuk mengenalkan permainan tradisional kepada anak.
Pasalnya, ia melihat, di era digital saat ini, anak-anak lebih sering bermain gawai daripada permainan tradisional.
Wayang dari ranting daun singkong ini mungkin masih asing atau baru dikenal anak-anak peserta pelatihan.
Padahal, permainan itu sebenarnya sudah akrab dimainkan anak-anak zaman dahulu.
Anak-anak SD ini mulanya sempat akan diajarkan membuat wayang suket.
Karena terkendala pasokan bahan baku, bahan baku diganti ranting daun singkong.
Membuat wayang dari ranting daun singkong menurut dia lebih mudah, terutama bagi pemula.
“Anak-anak bisa membuatnya karena pakai teknik anyaman pemula dan mereka membuat wayang mainan yang sederhana,” terang Anita.
Semua bahan untuk membuat wayang dari ranting daun singkong disediakan oleh pihak Museum Prof. Dr. R. Soegarda Poerbakawatja.
Adapun instruktur pembuat wayang adalah Kusno, seniman wayang dari Umah Wayang Selakambang.
Tak hanya diajarkan cara membuat wayang yang sederhana, peserta juga diajarkan untuk mendalang atau berkomunikasi dengan wayang yang dibuatnya sendiri.