Demi Nasi Berkat, Wafi dan Hasan RelaTempuh Jarak 175 Kilometer ke Kudus
Dua remaja duduk bersila di halaman Masjid Menara Kudus, Selasa (10/9/2019). Di masing-masing tangannya telah memegang nasi yang terbungkus daun jati
Penulis: Rifqi Gozali | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, KUDUS – Dua remaja duduk bersila di halaman Masjid Menara Kudus, Selasa (10/9/2019).
Di masing-masing tangannya telah memegang nasi yang terbungkus daun jati.
Keduanya yaitu Ahsanul Wafi (19) dan Ahmad Hasan Basri (18).
Sehari sebelumnya, kedua remaja itu telah menempuh perjalanan sepanjang sekitar 175 kilometer untuk menuju Kudus.
Ya, keduanya berangkat dari Kedungsari Kabupaten Purowerjo.
Kedua remaja itu merupakan santri Pondok Pesantren Daruttauhid.
Kedatangan mereka ke Kudus tidak lain hanya untuk mengharap berkah wasilah Sunan Kudus sekaligus mengikuti tradisi tahunan saat 10 Muharam di kompleks Makam Sunan Kudus, yakni Buka Luwur Kangjeng Sunan Kudus.
• TRC Evakuasi Pendaki Gunung Lawu Karanganyar yang Cedera Saat Hendak Menolong Ayahnya
• Budi Sebut Kota Semarang Harus Perbanyak Daerah Resapan Air
• Polemik Penghentian Audisi PB Djarum, Yoppy: Kalau Dipepet Terus Tak Bisa Gerak, Harakiri To
• Wawali Kota Tegal Jumadi Turut Hadir di Kegiatan Pencanangan TNI Manunggal KB Kesehatan di Klaten
Pada tradisi ini selalu dibarengi dengan pembagian berkat umum.
Berkat umum yakni berupa nasi dengan lauk daging kambing atau daging kerbau yang telah dimasak dengan bumbu uyah asem.
Nasi itulah yang kemudian menyita animo ribuan warga untuk mendapatkannya.
“Iya datang ke sini (Masjid Menara Kudus) untuk mencari berkah saja.
Dan untuk ikut tradisi buka luwur,” ujar Hasan Basri.
Untuk sampai ke Kudus baik Hasan maupuan Wafi hanya bermodal nekat.
Bagaimana tidak, keduanya hanya berharap tumpangan dari kendaraan yang melintas di jalan raya untuk sampai ke Kota Kretek.
Di sepanjang perjalanan, saat letih dan kantuk melanda, keduanya pun sejenak mengistirahatkan raga di musala yang ada di pinggir jalan.
“Sehari sebelumnya, saya sudah sampai sini sore.
Ini tadi langsung ikut antre.
Alhamdulillah dapat nasi berkat.
Nasi ini akan kami makan.
Semoga berkah,” ujar Wafi.
Dua remaja itu merupakan sedikit gambaran dari ribuan warga yang setia antre hanya untuk mendapat sebuah nasi dengan lauk daging kambing atau kerbau yang terbungkus daun jati saat tradisi Buka Luwur 10 Muharam.
Nasi itulah yang kemudian disebut nasi berkat.
Ada pula yang menyebutnya sebagai nasi jangkrik.
Umumnya, mereka percaya, ada berkah yang terkandung di dalam nasi itu.
Sejak petang, warga sudah mulai mengantre.
Panitia telah menyiapkan rute antrean.
Laki-laki dan perempuan dipisah.
Mereka harus melewati gang-gang sempit bak labirin di sekitar kompleks Masjid Menara.
Sampai akhirnya, antrean akan berujung pada Gedung Yayasan Masjid Menara yang terletak di Jalan Sunan Kudus.
Di Gedung itu, panitia telah menyiapkan puluhan ribu bungkus nasi yang siap untuk dibagikan.
Ketua Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus, Em Najdib Hassan berkata, ada sebanyak 24.900 bungkus nasi uyah asem yang dibagikan.
Selain itu ada berkat keranjang, yakni nasi dengan lauk uyah asem dibungkus dan jati, kemudian dikemas ke dalam keranjang bambu.
“Adapun rincian berkat yang dibagikan kali ini terdiri dari 2.396 berkat keranjang, dan 33.662 brekat bungkusan,” kata Nadjib.
Untuk menyiapkan nasi sebanyak itu bukan hal yang mudah.
Sehari sebelumnya telah dimasak secara kolosal.
mereka, juru masaknya pun sebagian besar kaum Adam.
Bahan-bahan yang terkumpul, semuanya merupakan hasil sedekah dari warga dan sejumlah tokoh yang ada di Kudus.
Hasil sedekah yang terkumpul yakni berupa 14 ekor kerbau, 84 ekor kambing, 7 ekor ayam, 15.270 kilogram beras.
“Selain itu 482 kilogram gula, 12 botol kecap, 51,5 kilogram bawang merah, 9,5 kilogram bawang putih, garam 56,5 kilogram, 18 tandan pisang, dan 283 butir kelapa,” ujar Nadjib.
Mitos Sandang Mahal
Dalam tradisi Buka Luwur tahun ini, sebanyak puluhan ribu paket nasi dibungkus menggunakan daun jati.
Kata Nadjib, ada sebanyak 78.500 lembar daun jati yang dibutuhkan untuk membungkus 33 ribu paket nasi brekat uyah asem.
“Daun jatinya sampai habis.
Terpaksa harus dibungkus dengan plastik,” katanya.
Di balik kurangnya daun jati untuk membungkus nasi berkat, kata Nadjib, ada mitos yang berkembang.
Kata Nadjib, mitos itu jika daun jati sebagai pembungkus kurang maka kemungkinan kebutuhan sandang akan mahal.
Sementara, jika beras hasil sedekah untuk peringatan Buka Luwur masih tersisa, maka pangan akan melimpah ruah dan murah.
“Jadi kalau bungkus daun jati kurang, itu sandang mahal.
Kalau berasnya sisa, pangan akan murah.
Semoga saja tidak,” ujarnya.
Dalam Buka Luwur kali ini, melibatkan 1.179 sukarelawan yang berasal dari masyarakat sekitar Masjid Menara.
Makna utama Buka Luwur adalah kebersamaan dalam semangat meneladani tradisi, ajaran dan perjuangan Kangjeng Sunan Kudus yang merupakan bagian dari Walisongo.
Dalam tradisi ini diawali dengan pembacaan ayat suci Alquran, doa asyura oleh KH. Muhammad Syaroni Achmadi. Setelah doa, luwur atau kain penutup makam berbentuk ranjam diusung dari tajug menuju makam Kangjeng Sunan Kudus untuk dipasang di dalam cungkup, dilanjutkan dengan tahlil dan doa. (goz)