Refly Harun: Banyak Elite Berkuasa Waswas dengan KPK Karena Namanya Disebut Sejumlah Kasus
Ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun mengatakan bahwa sejumlah elite was-was dengan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
TRIBUNJATENG.COM- Ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun mengatakan bahwa sejumlah elite waswas dengan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal tersebut diungkap oleh Refly Harun di akun twitter pribadinya @ReflyHZ pada Selasa (17/9/19).
Refly mulanya menulis bahwa KPK selalu diganggu dalam melakukan tugas memberantas korupsi.
Ia lantas mengatakan bahwa dalam banyak hal, elite-elite kerap berbeda pendapat bahkan kerap bertengkar hebat.
Namun,ia menilai elite-elite itu bisa bersepakat dalam satu hal, yakni 'membunuh KPK'.
"Dalam banyak hal, elite2 kita selalu berbeda pendapat bahkan bertengkar hebat, kecuali satu saja: killing KPK!," tulisnya.
Refly lantas menginggatkan elite-elite banyak yang was-was dengan KPK karena namanya disebut dalam sejumlah kasus dan masih berkuasa.
"Jangan lupa, masih banyak elite kita yang waswas dengan KPK karena namanya disebut dalam sejumlah kasus dan mereka masih berkuasa. Menjinakkan KPK is a way to protect themselves!," tulisnya.
Sebelumnya, Refly harun juga memberikan tanggapan terkat RUU KPK.
Refly Harun mengatakan bahwa pemberantasan korupsi merupakan amanat reformasi.
• Big Hit Entertainment Bantah Kabar Jungkook BTS Pacaran, Akan Tempuh Jalur Hukum
• Chord Kunci Gitar Man Ana Nisya Sabyan Lengkap dengan Artinya
• Link Live Streaming ILC TVOne Selasa 17 September 2019 Jam 20.00 WIB Asap Mengancam Kami
• Begini Tanggapan Gubernur Riau Syamsuar Mengenai Bencana Kabut Asap
"Sudah 21 tahun, ternyata sulitnya minta ampun," ujar Refly Harun.
Refly menilai bahwa 5 presiden yang dimiliki Indonesia masih belum berhasil memberantas korupsi.
"5 presiden, relatively menurut saya kurang berhasil dalam pemberantasan korupsi itu."
Menurutnya, selama ini KPK sering diganggu.
"Nah salah satu titik poinnya adalah KPK yang salalu 'diganggu' untuk pemberantasan korupsi," ungkapnya.
"Masyarakat menilai kalau sesungguhnya, kalau kita baca protes dan lain sebagainya, memang seperti ada upaya untuk melemahkan, baik dari dalam maupun dari luar," imbuhnya.
Refly Harun mencontohkan hal-hal yang bisa melemahkan KPK, termasuk lobi-lobi politik terkait seleksi pimpinan KPK.
"Dari dalam misalnya begini, sudah menjadi rahasia umum, biasanya dalam pemilihan komisioner KPK itu lobi politiknya itu mulai dari pembentukan Pansel sampai kemudian terpilih," ujar Refly Harun.
Menurut REfly sosok pimpinan KPK yang menjabat bukanlah sosok yang tak diduga oleh publik.
"Ya dan biasanya yang terpilih itu sosok yang paradoksal," jelas Refly Harun.
"Saya bahasanya halus, sosok yang bukan berada dalam ruang imajinasi publik," tambahnya.
Refly Harun lantas menjelaskan soal revisi Undang-Undang KPK.
"Yang kedua, kalau kita berbicara tentang RUU KPK ini, terlepas dari melemahkan atau menguatkan, kita harus melihat teks dan konteksnya, ini paling fair, teksnya itu dilihat di RUU-nya, nah konteksnya itu macam-macam, mau berakhirnya DPR yang tinggal 15 hari ini."
"Saya bicara konteksnya dulu, kalau kita kaitkan dengan proses pembentukan undang-undang yang baik, itu ada transparansi, partisipatif.Sekarang persoalannya adalah, ketika pembahasan digebyer seperti ini, bahkan draft yang solid pun kadang-kadang beberapa pihak menyatakan tidak mendapatkannya," ungkap Refly Harun.
OIeh karena itu, ia kemudian mempertanyakan bagaimana cara memenuhi asas transparansi dan partisipatif dalam waktu 15 hari.
Refly Harun kemudian menanggapi soal kewenangan Dewan Pengawas KPK, SP3 dan pegawai KPK yang dijadikan PNS.
"Sekarang pertanyaannya, ada poin tentang dewan pengawas, ada poin tentang SP3, ada poin pegawai di-ASN-kan," ujar Refly Harun.
"Saya lihat misalnya dewan pengawas, saya merasa ada sedikit misleading di masyarakat, dan mungkin RUU itu.Kita bicara dewan pengawas, tapi sesungguhnya kalau kita bicara materinya itu dewan perizinan.Karena tugas dari dewan pengawas itu memberikan izin untuk penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan," ujarnya.
Refly Harun kemudian menyoroti soal teknis penyadapan dan OTT yang dilakukan KPK.
Menurutnya, jiak harus izin terlebih dahulu, maka target KPK pasti akan kabur terlebih dahulu.
"Kira-kira, kalau mau ada transaksi, ada peristiwa tindak pidana korupsi, suap misalnya,Kalau izin menyadap, catch up enggak? Sudah lari itu buruannya, kira-kira begitu." ujarnya.
Sehingga menurutnya, lembaga negara harus tetap diawasi.
"Nah ada soal-soal seperti itu, jadi pengawasan is a must, tapi saya bicara pengawasan bukan pada lembaga, tapi sistem. Kalau saya bicara sistem pengawasan, tidak ada lembaga di republik ini yang tidak diawasi, hanya barang kali tidak efektif," ujarnya.
Menurut Refly Harun, pengawasan selama ini sudah diterapkan oleh masyarakat dan beberapa lembaga negara.
"Misalnya pengawasan oleh masyarakat, DPR, BPK, pengadilan (praperadilan), pengadilan tipikor, dan pengawas internal.Jadi ada 6 pengawasan di KPK tersebut, yang menurut saya sebenarnya ini yang harus didaya fungsikan, sehingga KPK tetap bisa dijaga marwahnya" ujarnya. (*)
• Kesaksian Pelaku Topo Pendem di Kebakkramat: Di Liang Lahat Panas dan Didatangi Makhluk Seram
• Ayah Setubuhi Anak Kandung Tiap Minggu hingga Hamil, Pernah Dijual Rp 300.000 ke Tiga Pria
• Viral Mbah Pani Warga Juwana Pati Tapa atau Topo Pendem, Dikubur di Rumah Seperti Jenazah
• Berita Lengkap Perampokan 10 Kilogram Emas di Toko Emas Gubug Grobogan