Defisit BPJS Kesehatan Bikin RSUD di Jateng Kelimpungan
Sejumlah RSUD dan beberapa rumah sakit swasta mitra BPJS Kesehatan di Jawa Tengah mengalami kelimpungan terkait keuangan.
- Sejumlah RSUD di Jateng kesulitan keuangan
- Tagihan klaim kepada BPJS Kesehatan belum dibayar
- Tunggakan tagihan mencapai puluhan miliar rupiah
- RS pinjam bank untuk bayar obat dan operasional
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG -- Sejumlah RSUD dan beberapa rumah sakit swasta mitra BPJS Kesehatan di Jawa Tengah mengalami kelimpungan terkait keuangan.
Kondisi itu dipicu oleh klaim terhadap BPJS Kesehatan bernilai miliaran rupiah belum dibayar. Bahkan tunggakan piutang itu lebih dari 3 bulan.
Kondisi krisis keuangan dialami RS di Jepara, Kudus, Grobogan, Temanggung, Karanganyar dan bahkan RSUD di Kota Semarang pun mengalaminya.
Dan banyak rumah sakit di Indonesia terdampak defisitnya BPJS Kesehatan yang mencapai sekitar Rp 28,5 triliun tahun ini.
RSUD KRMT Wongsonegoro atau dulu sering disebut RS Ketileng juga terdampak kondisi keuangan BPJS Kesehatan.
Akibatnya, rumah sakit yang dikelola oleh Pemkot Semarang ini harus menunda beberapa pembayaran ke perusahaan obat yang menyuplainya. Bahkan pembayaran untuk jasa pelayanan dokter juga harus tertunda.
Direktur RSUD KRMT Wongsonegoro, Susi Herawati saat ditemui Tribun Jateng di kantornya, mengatakan, sejak akhir tahun 2018 hingga Juli 2019, BPJS memiliki tunggakan kepada rumah sakit senilai Rp 52 miliar.
"Tapi alhamdulillah, belum lama ini sudah cair Rp 12 miliar. Jadi masih kurang Rp 40 miliar. Tapi yang Agustus kemarin belum dihitung. Setidaknya lumayan untuk membayar dokter dan obat yang sudah nunggak," tutur Susi Herawati.
Terlambatnya pembayaran dari BPJS ke pihak rumah sakit juga berdampak domino terhadap operasional dan pembayaran kepada kontraktor.
"Karena kebetulan kami sedang ada pembangunan, jadi uang yang seharusnya untuk bayar kontraktor sementara dialihkan untuk pelayanan kesehatan.
Ini sebagai bentuk pengoptimalan pelayanan rumah sakit kepada pasien walaupun sedang ada masalah keuangan dengan BPJS," tambah Susi.
Atas kondisi itu akhirnya pihak RSUD mengajukan pinjaman ke perbankan BUMN.
Hingga saat ini prosesnya sudah sampai pembahasan peraturan walikota dan sedang dikonsultasikan dengan Kemendagri.
"Iya sedang kami konsultasikan. Karena tidak ada aturan mengenai dana talangan. Pak Wal ikota Semarang sudah menyetujui permintaan kami untuk mencari pinjaman di bank BUMN," ungkapnya.
Sebelum melangkah ke sana, Susi bersama jajaran lainnya akan memilih bank BUMN mana yang bisa memberikan bunga paling rendah.
"Ini jadi dilema bagi kami karena harus berhutang untuk menutup tunggakan yang semestinya sudah dibayarkan oleh BPJS. Apa yang kami lakukan juga sebenarnya sudah dilakukan oleh rumah sakit lain," ujar Susi.
Beruntung, RSUD KRMT Wongsonegoro tak hanya mengandalkan pemasukan dari BPJS Kesehatan saja. Tetapi juga dari layanan kesehatan lainnya.
"Selain melayani pasien ber-BPJS, kami juga ada layanan pasien dari asuransi swasta. Ada pula layanan beauty care, baby spa, maupun pasien umum yang cukup lumayan.
Diklat dari rumah sakit lain juga jadi sumber pemasukan lainnya. Paling tidak seminggu sekali selalu ada," bebernya.
Kerap kali Susi harus meyakinkan pegawai yang bekerja di RSUD KRMT Wongsonegoro untuk tetap bekerja semaksimal mungkin, walaupun pembayaran jasa layanannya tertunda.
"Mereka tetap dapat gaji. Tapi ada beberapa yang memiliki cicilan dan harus segera melunasinya. Kalau uang yang diharapkan tidak keluar, tentu akan memberatkan mereka.
Tapi terus saya yakinkan karena BPJS merupakan asuransi yang sangat terjamin, karena langsung di bawah Presiden. Walaupun saat ini sedang defisit," jelas dia.
Rencana kenaikan iuran BPJS yang akan segera disahkan oleh pemerintah, dirasa Susi bisa meringankan beban desifit anggaran asuransi plat merah tersebut.
"Kenaikan iuran BPJS bisa menjadi solusi jika terus-terusan mengalami defisit. Indonesia dikenal sebagai negara yang memberikan asuransi kesehatan termurah dan terbaik kepada masyarakat.
Bahkan BPJS sudah mendapatkan penghargaan. Maka seharusnya permasalahan defisit ini secepatnya bisa diselesaikan," tambahnya.
Apabila BPJS melakukan pembayaran dengan lancar kepada pihak rumah sakit, Susi yakin bisa mengembangkan pelayanan yang lebih maksimal kepada pasien.
"Kami ingin pembayaran bisa lebih lancar. Walaupun ada kendala itu, kami tetap terus melakukan peningkatan mutu dan keselamatan pasien, karena itu harga mati," terangnya.
Kesulitan keuangan dialami RSUD Temanggung gara-gara klaim atau tagihan terhadap BPJS Kesehatan nunggak berbulan-bulan.
Bahkan RSUD Djojonegoro Temanggung terancam tak mampu bayar gaji pegawai serta kesulitan operasional. Tagihan terhadap BPJS Kes nunggak sejak April 2019, dengan nilai total sekitar Rp 20 miliar.
Bupati Temanggung, M Al Khadziq, berharap BPJS Kesehatan dapat segera melunasi tunggakan kepada RSUD Djonoegoro Temanggung.
Sebab, hal ini sangat berpengaruh terhadap kelancaran operasional rumah sakit. Sang Bupati pun telah menerima laporan bahwa RSUD akan pinjam dana ke bank milik pemerintah.
Menurut Direktur RSUD Djojonegoro Temanggung, Artiyono terhitung sejak 2019 klaim rumah sakit terhadap BPJS Kes baru dibayar hingga Maret. Sedangkan April hingga Agustus belum dibayar.
RSUD Kartini Jepara juga mengalami hal yang sama. Tunggakan tagihan terhadap BPJS Kesehatan mencapai Rp 27,7 miliar. Akhirnya, untuk kebutuhan pelayanan sehari-hari manajemen harus hutang ke bank.
"Meski ada tunggakan BPJS ke kami, pelayanan tetap jalan. Kami harus hutang ke bank," kujar
Wakil Direktur RSUD Kartini Jepara, Muh Ali menjelaskan, piutang sebanyak Rp 27,7 miliar itu terdiri atas klaim yang sudah jatuh tempo maupun yang belum jatuh tempo.
Klaim jatuh tempo sebanyak Rp 18,2 miliar. Sedangkan klaim yang belum jatuh tempo Rp 9,5 miliar. Padahal, idealnya klaim akan dibayar 15 hari setelah verifikasi selesai.
Namun, sampai saat ini piutang masih menumpuk. Untuk menutup pelayanan yang harus tetap berjalan akhirnya RSUD utang ke bank.
Pengajuan klaim ke BPJS Kesehatan, katanya, tiap bulan pihaknya mengajukan antara Rp 8 miliar sampai Rp 10 miliar. Pembiayaan sebanyak itu untuk rawat inap pasien sekitar 1.500 pasien.
Sedangkan untuk pasien rawat jalan sekitar 3.000 pasien. (tim)