Bahas UU KPK, Refly Harun Bantah Mahfud MD: Saya Kok Nggak Baca Ada Pasal Itu Prof
Pakar Tata Hukum Negara, Refly Harun mengaku drat yang ia dapatkan berbeda dengan yang disampaikan Mahfud MD. Refly mengaku drat yang ia dapatkan beda
Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
TRIBUNJATENG.COM- Pakar Tata Hukum Negara, Refly Harun mengaku drat yang ia dapatkan berbeda dengan yang disampaikan Mahfud MD.
Hal tersebut disampaikan Refly Harun di acara TVone pada Kamis (17/10/19).
Menurut Mahfud MD, saat ini KPK bisa melaksanakan tugasnya seperti biasa karena Dewan Pengawas belum dibentuk presiden sesuai dengan Undang-undang Pasal 69 d.
"Menurut saya sampai dengan tanggal 19 Desember atau kalau lebih cepat itu dari itu kalau misalnya sebelum itu presiden membentuk Dewan Pengawas sesuai dengan kewenangannya maka KPK seperti yang ada sekarang ini masih terus bisa melaksanakan tugasnya." jelas Mahfud MD.
"Artinya sekarang Undang-undang berlaku tapi sesuai dengan Pasal 69 d, sebelum presiden membentuk Dewan Pengawas sesuai dengan kewenangannya maka Komisi Pemberantasan Korupsi di situ disebut Pasal 69 d komisi pemberantasan korupsi artinya bukan hanya komisionernya." ujar Mahfud MD.
Menurutnya, tugas kewenangan KPK tidak masalah sebelum tanggal 18 Desember.
"Komisi Pemberantasan Korupsi tetap melaksanakan tugas berdasarkan undang-undang yang ada sebelumnya,artinya tidak ada masalah sampai dengan 18 Desember. Apalagi, pimpinan baru KPK juga belum dilantik," ujar Mahfud MD.
"Jadi tidak ada masalah sampai dengan 18 Desember hari terkahir, sehingga 19 Desember kalau presiden sudah mengeluarkan Kepres tentang Dewan Pengawas bersamaan dengan Pelantikan atau pengangkatan atau pimpinan yang baru maka tidak ada masalah KPK melakukan kegiatan seperti selama ini," imbuhnya.
• Kapolres Ini Heran Uang Tabungannya Selalu Berkurang, Setelah Pasang CCTV, Shock Lihat Pelakunya
• Orang Terkaya Indonesia Beli Klub Sepak Bola Italia, Akan Dijadikan Rumah Bagi Garuda Select
• Daftar Harga dan Spesifikasi iPhone 11, iPhone 11 Pro dan iPhone 11 Pro Max
• Spoiler One Piece 959: Nasib Shichibukai Setelah Ditangkap Angkatan Laut, Apakah Kelanjutannya?
Mahfud mengatakan KPK kini masih bisa melakukan kegiatan-kegiatan seperti biasa, termasuk Operasi Tangkap Tangan (OTT) hingga penggeledahan.
"Termasuk melakukan OTT, penggeledahan, penyitaan, dan sebagainya," ujar Mahfud MD.
Sementara itu, Pakar Tata Hukum Negara, Refly Harun yang juga menjadi narasumber dalam acara itu tampak kebingunggan lantaran drat yang ia dapatkan berbeda dengan yang dibaca Mahfud MD.
"Saya membaca draft RUU-nya ini memang persoalan terbesar kita ini, draftnya beda-beda, saya baca nggak ada pasal 69d," ujar Refly harun sambil tersenyum.
"Kalau kita bicara azas-azas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik memang susah, harusnya kan RUU nya dari awal solid, yang diputuskan juga solid, saat saya minta draftnya kok berbeda dari prof Mahfud," imbuhnya.
Refly Harun lantas mengatakan jika draft milik Mahfud MD lebih tepat.
"Mungkin prof Mahfud lebih tepat datanya, tetapi begini ada beberapa ketentuan yang katanya mengikuti undang-undang, tetapi kelazimannya memang kalau belum ada Dewan Pengawas maka kemudian jalan sebagaimana sebelummya terbentuknya Dewan Pengawas, setelah adanya Dewan Pengawas maka ketentuan-ketentuan mengenai izin itu berlaku," kata Refly Harun.
Namun, Refly Harun menyorot izin penyadapan oleh Dewan Pengawas.
"Maka saya sangat menggarisbawahi izin penyadapan, di situ dikatakan untuk melakukan penyadapan izin Dewan Pengawas tapi ternyata tidak hanya izin Dewan Pengawas, izin penyadapan diberikan setelah gelar perkara di depan dewan pengawas, artinya kita tidak bisa berharap lagi, ada kasus-kasu baru yang di OTT, karena OTT dan penyadapan 1 paket, tidak mungkin kita OTT KPK tanpa penyadapan terlebih dahulu, karena kita tidak tahu konteksnya " kata Refly Harun.
Diketahui, Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi mulai berlaku Kamis (17/10/2019) ini.
Meski tanpa tanda tangan Presiden Joko Widodo, UU itu otomatis berlaku terhitung 30 hari setelah disahkan di paripurna DPR, 17 September lalu.
Ketentuan ini tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tepatnya pada Pasal 73 ayat 1 dan ayat 2.
Pasal 73 ayat 1 menyatakan, "rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden".
Lalu, Pasal 73 ayat 2 berbunyi, "dalam hal Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama, Rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan".
Sebelumnya, UU KPK hasil revisi ini sendiri ramai-ramai ditolak aktivis antikorupsi lantaran dinilai disusun terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK.
Isi UU KPK yang baru ini juga dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja lembaga antikorupsi itu.
Misalnya, KPK yang berstatus lembaga negara serta pegawai KPK yang berstatus ASN dapat mengganggu independensi.
Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas dinilai dapat mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK.
Selain itu, kewenangan KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks. (*)
• Tagar Rocky Gerung Dibungkam Trending Twitter Seusai Mengaku Akunnya Diretas
• Bolehkan Bermain HP saat Mendengarkan Khutbah Jumat? Ini Adab Mendengarkan Khutbah Jumat