Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Refly Harun Sebut Dewan Pengawas Monster Baru di KPK

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menilai bahwa dewan pengawas merupakan monster baru yang Unchecked and Unbalanced.

Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
YOUTUBE
Refly Harun Sebut Dewan Pengawas Monster Baru di KPK 

TRIBUNJATENG.COM- Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menilai bahwa dewan pengawas merupakan monster baru yang Unchecked and Unbalanced.

Hal tersebut disampaikan Refly Harun di acara TVone pada Kamis (17/10/19).

Refly Harun menyorot izin penyadapan oleh Dewan Pengawas.

"Maka saya sangat menggarisbawahi izin penyadapan, di situ dikatakan untuk melakukan penyadapan izin Dewan Pengawas tapi ternyata tidak hanya izin Dewan Pengawas, izin penyadapan diberikan setelah gelar perkara di depan dewan pengawas, artinya kita tidak bisa berharap lagi, ada kasus-kasu baru yang di OTT, karena OTT dan penyadapan 1 paket, tidak mungkin kita OTT KPK tanpa penyadapan terlebih dahulu, karena kita tidak tahu konteksnya " kata Refly Harun.

Refly Harun lantas mengatakan bahwa izin penyadapan tidak hanya semata-mata izin pada Dewan Pengawas.

KPK harus membuat gelar perkara sedangkan gelar perkara bisa dilakukan jika ada sejumlah bukti terlebih dahulu ditemukan.

Sehingga, OTT yang baru akan sulit dilakukan tanpa melakukan penyadapan terlebih dahulu.

"Dewan Pengawas baru bisa bisa diberikan itu dalam pasal penjelasannya setelah gelar perkara di depan Dewan Pengawas, artinya kita tidak bisa berharap kasus-kasus baru di OTT."

Penyadapan baru bisa dilakukan oleh KPK setelah melakukan gelar perkara.

Sedangkan, gelar perkara baru bisa diadakan setelah KPK menemukan sejumlah bukti maupun menemukan tersangkanya.

"Nah nanti kalau ada kasus baru tidak mungkin diberikan izin oleh Dewan Pengawas karena belum gelar perkara. Padahal gelar perkara kita tahu kalau sudah ada 2 alat bukti minimal untuk ditingkatkan menjadi tahap penyidikan kalau sudah ada tersangkanya dan lain sebagainya," jelas Refly Harun.

Bahas UU KPK, Refly Harun Bantah Mahfud MD: Saya Kok Nggak Baca Ada Pasal Itu Prof

Video Bus PSIS Semarang Nyangkut di Flyover

Ini Reaksi Mahfud MD saat Refly Harun Anggap UU KPK Sangat Melemahkan

Bahas UU KPK, Refly Harun Bantah Mahfud MD: Saya Kok Nggak Baca Ada Pasal Itu Prof

Sehingga, Refly Harun merasa undang-undang KPK hasil revisi itu jelas melemahkan KPK.

"Ini menurut saya, pasal yang sengaja diselipkan kebetulan di penjelasan untuk mememahkan proses penindakan oleh KPK," ujarnya.

Tampak Mahfud MD menganggukan kepalanya.

Lalu, Refly Harun membahas pasal di UU KPK yang menurutnya sangat melemahkan KPK bahkan pimpinan KPK tidak fleksibel.

"Tidak fleksibel lagi untuk pimpinan KPK melakukan proses pengeledahan, misalnya izin pengeledahan, izin penyitaan, itu harus lapor ke dewan pengawas 1x24 jam, lalu nanti hanya bisa diberikan kalau sudah prkara digelar di depan dewan pengawas," ujarnya

"Kita baru bicara soal izin penyadapan, izin penyitaan, belum lagi kita bicara soal ASN-nya, kedudukan di bawah presidennya, terus dewan pengawas bisa memproses pelanggaran kode etik yang tidak hanya pimpinan KPK namun juga pegawai," imbuhnya.

Maka saya katakan kalau kita bicara prinsip cek and balances, kita sebut dewan pengawas itu monster baru yang Unchecked and Unbalanced, justru pimpinan KPK yang memiliki kekuatan yang lumayan powerfull, sekarang dia subordinat bagi dewan pengawas," ujar Refly Harun.

Diketahui, Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi mulai berlaku Kamis (17/10/2019) ini.

Meski tanpa tanda tangan Presiden Joko Widodo, UU itu otomatis berlaku terhitung 30 hari setelah disahkan di paripurna DPR, 17 September lalu.

Ketentuan ini tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tepatnya pada Pasal 73 ayat 1 dan ayat 2.

Pasal 73 ayat 1 menyatakan, "rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden".

Lalu, Pasal 73 ayat 2 berbunyi, "dalam hal Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama, Rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan".

UU KPK terbaru ini dinilai melemahkan KPK

Melemahkan KPK UU KPK hasil revisi ini sendiri ramai-ramai ditolak aktivis antikorupsi lantaran dinilai disusun terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK.

Isi UU KPK yang baru ini juga dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja lembaga antikorupsi itu.

Misalnya, KPK yang berstatus lembaga negara serta pegawai KPK yang berstatus ASN dapat mengganggu independensi.

Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas dinilai dapat mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK.

Selain itu, kewenangan KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks.

Ada 26 poin dalam undang-undang itu yang dipersoalkan publik. Berikut rangkuman dari 26 poin itu:

UU KPK revisi
UU KPK revisi ()

Pelemahan independensi KPK

Dalam Undang-Undang KPK yang baru disahkan, Pasal 1 ayat (3) menyatakan, KPK adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Kemudian Pasal 3 menyatakan, KPK sebagai lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

Sebelumnya di UU KPK hanya menyebut KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

Selama ini, status KPK bukan bagian dari pemerintah, melainkan lembaga ad hoc independen.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari menilai ketentuan tersebut berpotensi membuat KPK tak lagi menjadi lembaga yang independen.

"Sebagai rumpun eksekutif maka KPK tentu bertanggungjawab kepada Presiden melalui Dewan Pengawas," ujar Feri.

Selain itu, ada risiko Penyidik PNS di KPK berada dalam koordinasi dan pengawasan penyidik Polri karena Pasal 38 ayat (2) UU KPK dihapus.

Pasal itu mensyaratkan segala kewenangan yang berkaitan dengan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan seperti diatur KUHAP, tidak berlaku bagi penyidik tindak pidana korupsi.

Di satu sisi, UU meletakkan KPK sebagai lembaga yang melakukan koordinasi dan supervisi terhadap Polri dan Kejaksaan dalam menangani kasus korupsi.

Namun di sisi lain, jika Pasal 38 ayat (2) UU KPK dihapus, ada risiko Penyidik PNS di KPK berada dalam koordinasi dan pengawasan Polri.

Dewan Pengawas yang berkuasa UU KPK yang baru menghapus posisi Penasihat KPK.

Namun tidak jelas apakah langsung berhenti saat UU ini diundangkan atau dialihkan menjadi Dewan Pengawas.

Ya, nantinya akan ada dewan baru yakni Dewan Pengawas.

Dewan Pengawas yang punya kuasa lebih dari pada Pimpinan KPK.

Namun syarat menjadi Pimpinan KPK lebih berat dibanding Dewan Pengawas.

Pimpinan KPK harus berijazah sarjana hukum atau sarjana lain.

Selain itu pimpinan harus memiliki keahlian dengan pengalaman paling sedikit 15 tahun dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan atau perbankan.

Sementara Dewan Pengawas cukup berpendidikan paling rendah S1 dan tak ada syarat pengalaman.

Standar etik yang longgar Dewan Pengawas juga punya standar etik yang longgar.

Pasal 36 UU KPK melarang pimpinan KPK menangani kasus korupsi yang dilakukan keluarganya. Kemudian pimpinan dilarang merangkap menjadi komisaris atau direksi suatu perseroan organ yayasan, pengawas atau pengurus koperasi dan jabatan profesi lainnya atau kegiatan lainnya yang berhubungan dengan jabatan tersebut. Namun Pasal ini tak berlaku untuk Dewan Pengawas.

"Sehingga Dewan Pengawas tidak dilarang menjadi komisaris, direksi, organ yayasan hingga jabatan profesi lainnya," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah. Dewan Pengawas nantinya akan dipilih oleh presiden melalui panitia seleksi.

Namun untuk pertama kali dapat dipilih dari aparat penegak hukum yang sedang menjabat yang sudah berpengalaman minimal 15 tahun. Kekuasasan besar Dewan Pengawas Dengan syarat dan etik yang rendah, Dewan Pengawas malah diberikan kekuasaan besar. Berdasarkan Pasal 37B, Dewan Pengawas berwenang memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan.

Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata hal itu dapat berimplikasi kepada terbatasnya wewenang pimpinan KPK dalam menindak kasus-kasus korupsi yang sedang ditangani. "Artinya nanti ya seperti sprindak, surat perintah penahanan, terus surat perintah penyidikan itu bukan pimpinan yang tanda tangan. Apalagi kan untuk penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan itu harus seizin dewan pengawas," ujar Alex.

Aturan soal Dewan Pengawas sendiri ada pertentangan dalam sejumlah normanya. Seperti Pasal 69D yang mengatakan sebelum Dewan Pengawas dibentuk, pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebelum UU ini diubah.

Sementara di Pasal II diatur UU ini berlaku pada tanggal diundangkan Presiden Joko Widodo menyebut keberadaan Dewan Pengawas KPK diperlukan karena semua lembaga atau instrumen pemerintahan bekerja di bawah pengawasan untuk keberlangsungan fungsi check and balancies, bahkan termasuk Presiden.

“Hal ini dibutuhkan untuk meminimalkan potensi penyalahgunakan kewenangan,” kata Jokowi. Hal senada juga disampaikan oleh Wapres Jusuf Kalla, hanya saja ia tidak menyetujui jika Dewan Pengawas KPK diberi kewenangan untuk menentukan izin penyadapan yang akan dilakukan KPK. (*)

Chord Kunci Gitar Fiersa Besari Celengan Rindu

Lirik Lagu Man Ana Sabyan Gambus Lengkap dengan Artinya

Chord Kunci Gitar kartonyono Medot Janji Denny Caknan

KISAH NYATA! Pria Ini Tak Menyangka Bayi Yang Dia Temukan di Jalan Tol, Ternyata Cucu Sendiri

 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved