Pengakuan Primadona Warung Plus Plus Pantura: Suatu Saat Saya Ingin Kembali Sekolah
Warung plus plus di wilayah Pantura Barat bukan lagi menjadi rahasia bagi laki-laki hidung belang.
Penulis: budi susanto | Editor: Catur waskito Edy
Sebut saja Gareng (51) supir truk pasir asal Purwodadi Jateng.
Saat ditemui Tribunjateng.com, ia mengaku warung plus plus di wilayah Pantura bukan lagi menjadi rahasia.
"Dari dulu sampai sekarang ya memang banyak, pokoknya kalau ada pemberhentian truk kemungkinan besar ada warung plus plus," jelas Gareng.
Sembari mengangkat kaki di kursi, pria 51 tahun itu menceritakan wanita penghibur di warung plus plus sepanjang Pantura tidak seperti di lokalisasi biasa.
"Modelnya tidak tabrak lari, beda dengan di lokalisasi.
Kalau di lokalisasi, datang, ngamar dan bayar, kalau di Pantura harus ada pendekatan terlebih dahulu. Istilahnya "speak-speak", tutur Gareng.
Menurutnya, warung yang menyediakan fasilitas plus plus di Pantura tidak memiliki tanda khusus.
Selain itu, pendekatan perlu dilakukan untuk menggaet hati wanita malam.
"Ya susah susah gampang, selain tarifnya lumayan tinggi dari Rp 150 hingga Rp 300 ribu, wanita di warung plus plus pilih pilih kalau melayani pelanggan," imbuhnya.
Sembari menghisap rokok, ia terbahak-bahak kala ditanya kriteria wanita yang disukai para sopir truk.
"Yang jadi primadona berusia 17 hingga 25 tahun, kalau terlalu tua kami juga tidak mau.
Ngapain bayar mahal kalau dapat yang tua," tambahnya.
Dahlia dan Gareng merupakan gambaran kelamnya dunia malam di wilayah Pantura Barat Jateng.
Warung plus plus tak hanya ada di wilayah Kabupaten Batang, data yang dihimpun Tribun Jateng.com, di wilayah Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan hingga Pemalang, terdapat sejumlah titik yang dijadikan tempat praktik prostitusi.
Di Kabupaten Batang, lima kecamatan yaitu, Kecamatan Gringsing, Banyuputih, Subah, dan Kecamatan Batang yang dilintasi Jalur Pantura, banyak dijumpai warung yang memberikan fasilitas esek-esek ke pengunjung.